Top 5 Nasional
Dari Alasan Dibentuknya Pansus KPK oleh DPR Versi YLBHI Hingga Setya Novanto Akan Diperiksa KPK
Berikutt lima berita terpopuler Nasional di Tribunnews pada Minggu (10/9/2017):
Penulis: Edwin Fajerial | Editor: Edwin Fajerial
TRIBUNJATIM.COM - Berikutt lima berita terpopuler Nasional di Tribunnews pada Minggu (10/9/2017):
1. 'Pansus Angket KPK Dibentuk karena Anggota DPR Kaget Namanya Disebut Terlibat Korupsi e-KTP'
Ketua Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur mengungkapkan bahwa pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Angket untuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena anggota DPR panik.
Bagi Isnur pembentukan pansus angket karena para partai di parlemen kaget setelah terkuaknya nama 26 anggota dewan yang terseret dalam pusaran korupsi e-KTP.

"Starting poinnya karena kaget, tidak terima dengan penyebutan 26 anggota dewan," ujar Isnur kepada wartawan di Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (10/9/2017).
"Kapan pertama inisiatif hak angket keluar. Ketika dakwaan atas kasus e-KTP keluar, yang menyebut para anggota DPR," lanjut Isnur.
Bahkan Isnur mengaku tidak percaya dengan niat baik yang dimiliki oleh anggota DPR kepada KPK.
Mantan Ketua LBH Jakarta ini tidak yakin jika Pansus Angket DPR, dibentuk untuk memperkuat institusi anti rasuah ini.
"Saya tidak bisa menemukan niat baik Pansus, untuk perbaiki KPK," kata Isnur.
Isnur mengaku tidak percaya karena pembentukan Pansus Angket DPR ke KPK terkesan dipaksakan.
2. Kata Gibran Rakabuming Soal Penghinaan Terhadap Ibunya
Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Joko widodo, tak mau ambil pusing terhadap orang yang menghina ibunya di media sosial.
Ia bahkan tak punya rencana melaporkan pelaku penghinaan itu kepada yang berwajib.
"Kita biasa saja sih, enggak terlalu menanggapi itu," ucapnya dalam Kompas Petang.
Bahkan, ia mengaku sudah memaafkan pelaku saat pertama melihat unggahan meme yang menghina ibunya.
Menurutnya, Kaesang juga sudah memaafkan pelaku.
Ini dia videonya:
3. Brigjen Aris dan Novel Baswedan Akan Dipertemukan
Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ingin mempertemukan Direktur Penyidikan KPKBrigjen Polisi Aris Budiman dan penyidik senior KPK Novel Baswedan. Hal itu guna menyelesaikan konflik internal di antara keduanya.
Hal itu dikatakan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang saat ditemui di Indonesia Book Fair di Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta, Minggu (10/9/2017).
"Mereka anak-anak kami. Saya pikir, kalau umpamanya pimpinan bisa mempertemukan dua saudara yang bertikai, sebagai orang tua, kami berlima harus bisa mempertemukan itu," ujar Saut.
Menurut Saut, persoalan di antara Aris dan Novel seharusnya tidak sampai ke ranah hukum. Pimpinan KPK akan mencari solusi lain agar masalah tidak sampai ke pengadilan.
"Kami akan melakukan banyak solusi lain yang membuat teman di KPK, siapa pun untuk menahan niat membawa ini ke ranah hukum," kata Saut.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ingin mempertemukan Direktur Penyidikan KPKBrigjen Polisi Aris Budiman dan penyidik senior KPK Novel Baswedan. Hal itu guna menyelesaikan konflik internal di antara keduanya.
Hal itu dikatakan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang saat ditemui di Indonesia Book Fair di Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta, Minggu (10/9/2017).
"Mereka anak-anak kami. Saya pikir, kalau umpamanya pimpinan bisa mempertemukan dua saudara yang bertikai, sebagai orang tua, kami berlima harus bisa mempertemukan itu," ujar Saut.

Menurut Saut, persoalan di antara Aris dan Novel seharusnya tidak sampai ke ranah hukum. Pimpinan KPK akan mencari solusi lain agar masalah tidak sampai ke pengadilan.
"Kami akan melakukan banyak solusi lain yang membuat teman di KPK, siapa pun untuk menahan niat membawa ini ke ranah hukum," kata Saut.
Sebelumnya, Aris Budiman melaporkan Novel Baswedan atas tuduhan pencemaran nama baik melalui email. Dalam email tersebut, Novel menyebut Aris tidak mempunyai integritas sebagai Direktur Penyidikan KPK.
Menurut Aris, Novel juga menyebut dirinya sebagai Direktur Penyidikan KPK terburuk sepanjang lembaga antirasuah itu berdiri.
Novel sendiri menganggap Aris tidak bersikap independent. Menurut Novel, Aris selalu melarang penyidik KPK memproses hukum anggota Polri yang terkait kasus korupsi.
4. Pihak RS Mitra Keluarga Kalideres Bisa Dipidanakan Dalam Kasus Meninggalnya Bayi Debora
Rumah Sakit Mitra Keluarga Kalideres, Jakarta Barat bisa dipidanakan jika terbukti lalai melayani yang berakibat meninggalnya bayi berusia empat bulan, Tiara Debora Simanjorang.
Demikian disampaikan Ketua Komisi IX Dede Yusuf kepada Tribunnews.com, Minggu (10/9/2017).
Merujuk dalam Undang-undang (UU) Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, telah disebutkan bahwa dalam keadaan emergensi atau kritis, RS tidak boleh menolak pasien.
Bahkan sampai menimbulkan kematian.
Persoalan administrasi menurut politikus Demokrat tersebut, bisa dilakukan belakangan, termasuk uang muka untuk biaya perawatan.
"Jika lalai maka dikenakan sanksi dan pidana," kata Dede Yusufkepada Tribunnews.com.
Kata dia, pertolongan pertama harus diberikan Rumah sakit.

Jika harus merujuk ke Rumah Sakit lain, pihak rumah sakit yang bersangkutan harus mencarikan.
"Tidak membiarkan keluarga yang kelabakan mencari," ucapnya.
Karenanya menurut Dede Yusuf, pemerintah harus melakukan penyelidikan mendalam dan memberikan sanksi berat jika rumah sakit tidak melayani sesuai UU Kesehatan.
Pasangan Henny Silalahi dan suaminya, Rudianto Simanjorang dirundung duka.
Mereka hanya bisa mengenang bayi mereka, Tiara Debora, yang meninggal, Minggu (3/9/2017).
Nyawa bayi berusia empat bulan itu tak tertolong, karena berbelitnya urusan administrasi di rumah sakit lantaran rumah sakit itu belum ada kerja sama dengan BPJS Kesehatan.
Kepada Warta Kota (Tribunnews.com Network), Sabtu (9/9/2017), Henny dan Rudianto mengungkapkan rasa penyesalan mereka memercayakan nyawa Debora kepada pihak RS Mitra KeluargaKalideres.
Pasangan suami istri ini tinggal di rumah kontrakan berukuran kecil di Jalan Husen Sastranegara, Gang H. Jaung RT 02/RW 01 Kampung Baru, Kecamatan Benda, Tangerang.
Rumah ini hanya mempunyai tiga ruangan saja.
Tampak terparkir sepeda motor butut milik Rudianto di depan rumah.
Henny yang mengenakan daster berwarna cokelat muda masih tampak murung di ruang tamu saat ditemui.
Ia memegangi pakaian Debora dan menceritakan kepiluannya yang mendalam.
"Anak saya ini memang lahir prematur, ada masalah sama jantungnya. Sudah berobat dan perlahan-lahan keadaanya membaik," ujar Henny saat ditemui Warta Kota di kediamannya, Sabtu (9/9/2017).
Debora yang berusia 4 bulan ini, tiba-tiba mengalami sakit, Minggu (3/9/2017) dini hari.
Orangtuanya pun mendadak panik dan mencoba membawanya ke RS Mitra Keluarga, Kalideres, Jakarta Barat.
"Kami sudah panik dan langsung bawa ke rumah sakit. Debora batuk pilek dan sesak napas," ucapnya.
Pihak RS Mitra Keluarga pun langsung melakukan pelayanan.
Bayi berusia 4 bulan itu segera mendapatkan penanganan di IGD.
Namun kondisi Debora semakin melemah.
5. Akankah Setya Novanto Ditahan Usai Diperiksa Perdana Besok? Ini Kata KPK
Ketua DPR Setya Novanto (SN) dijadwalkan menjalani pemeriksaan perdana sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP, Senin (11/9/2017) besok.
Setelah diperiksa, akankah penyidik langsung menahan Setya Novanto? Dikonfirmasi hal tersebut, Juru Bicara KPK Febri Diansyah enggan menjawab. Menurut Febri, yang terpenting Setya Novanto kooperatif memenuhi panggilannya sebagai tersangka.

"Kami bicara pemeriksaan dulu, kami harap yang bersangkutan (SN) memenuhi pemeriksaan ini," ucap Febri di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (8/9/2017).
Setelah dijadwalkan diperiksa sebagai tersangka pada Senin (11/9/2017) mendatang, esok harinya pada Selasa (12/9/2017), digelar sidang praperadilan perdana Setya Novanto atas penetapan tersangkanya oleh KPK, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).
Terkait dua agenda tersebut, Febri Diansyah berharap Setya Novanto kooperatif dan memenuhi panggilan perdananya sebagai tersangka.
"Kami berharap pihak terkait (Setya Novanto) yang dipanggil Senin minggu depan datang. Baiknya hadir ke KPK," harapnya.
Febri melanjutkan, pemanggilan terhadap Setya Novanto bisa dijadikan tempat untuk klarifikasi dan menyampaikan apa yang ingin dijelaskan. Sehingga, ada baiknya Setya Novanto hadir.
"Kalau ada yang ingin dijelaskan, ada yang ingin dibantah, ada yang ingin diklarifikasi, maka di sinilah ruangnya. Tentu publik juga akan melihat hal ini agar bisa menjadi contoh kita semua," tutur Febri.
Setya Novanto merupakan tersangka keempat dalam proyek yang ditaksir merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun tersebut.
Dalam surat dakwaan Andi Narogong, Setya Novanto disebut telah menerima keuntungan dalam proyek e-KTP. Setya Novanto dan Andi Narogong disebut mendapat jatah sebesar Rp 574,2 miliar.