Top 5 Nasional
Dari Setya Novanto Akan Minta Perlindungan Presiden hingga Amien Rais Tak Pantas Tebar Fitnah
Berikut ini lima berita terpopuler Nasional di Tribunnews.com, pada Senin (13/11/2017):
Penulis: Edwin Fajerial | Editor: Edwin Fajerial
TRIBUNJATIM.COM - Berikut ini lima berita terpopuler Nasional di Tribunnews.com, pada Senin (13/11/2017):
1. Jika KPK Memanggil Paksa, Pengacara Sebut Novanto Akan Minta Perlindungan Presiden, Polri dan TNI
Pengacara Ketua DPR sekaligus Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto, Fredrich Yunadi, mengatakan bahwa pihaknya akan meminta perlindungan Presiden Joko Widodo jika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil paksa kliennya.
Menurut Fredrich, pemeriksaan kliennya selaku anggota DPR oleh penegak hukum harus seizin Presiden.
"Pasti. Kami akan minta perlindungan Presiden, TNI, Polri terhadap pihak yang melawan undang-undang," kata Fredrich di Kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Golkar, Minggu (12/11/2017).
Ia juga membantah kliennya mangkir dari panggilan KPK saat hendak diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudiharjo.
Fredrich mengatakan, pada panggilan pertama Novanto telah mengirim surat kepada KPK yang menyatakan tak bisa hadir karena mengikuti acara Dewan Perwakilan Daerah di Cirebon, Jawa Barat.
Sedangkan, pada panggilan kedua Novanto tak hadir karena merasa pemeriksaannya harus seizin Presiden. Fredrich menilai bahwa ini sesuai dengan amar putusan terhadap uji materi Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).
"Justru (dengan tidak hadir) Pak Novanto taat hukum," lanjut Fredrich.
Padahal, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 76/PUU-XII/2014 atas uji materi Pasal 224 Ayat 5 dan Pasal 245 Ayat 1 UU MD3, tidak membatalkan Pasal 245 Ayat 3 Poin c.
Dengan demikian, pemeriksaan anggota DPR yang disangka melakukan tindak pidana khusus, yakni korupsi, narkoba, dan terorisme, tidak memerlukan izin Presiden.
Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Febri Diansyah mengatakan, KPK telah mengirim surat panggilan pemeriksaan kepada Setya Novanto.
Novanto kembali dipanggil sebagai saksi atas tersangka Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudiharjo dalam kasus korupsi e-KTP.
"Ya, benar. Surat panggilan sudah kami sampaikan untuk jadwal pemeriksaan sebagai saksi untuk tersangka ASS (Anang Sugiana Sudiharjo)," kata Febri melalui pesan singkat, Minggu (12/11/2017).
Berita ini sudah tayang di Kompas.com dengan judul: Novanto Akan Minta Perlindungan Jokowi jika KPK Memanggil Paksa
2. Pelaku Pembakar Polres Dharmasraya Ternyata Anak Perwira Polri
Salah satu pelaku pembakar Markas Kepolisian Resor Dharmasraya, Sumatera Barat, merupakan anak perwira Polri. Hal itu dibenarkan oleh Wakapolri Komjen Syafruddin di Mapolda Metro Jaya, Semanggi, Jakarta Selatan, Senin (13/11/2017).
"Iya betul," ujarnya.
Syafruddin tak merinci secara detail profil pelaku. Ia menerangkan, pelaku sudah tidak lama meninggalkan rumah orang tuanya, namun pemeriksaan tetap dilakukan terhadap keluarga pelaku.
"Tapi yang bersangkutan sudah lama meninggalkan rumahnya dan sudah tidak ada hubungan dengan orangtuanya, termasuk orang tuanya juga dilakukan investigasi secara mendalam," ujar Syafruddin.
Sebelumnya,Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri, Brigadir Jenderal Rikwanto mengatakan, peristiwa kebarakan terjadi sekitar pukul 02.45 WIB, mengakibatkan seluruh bangunan utama Polres Dharmasraya hangus terbakar.
"Api diduga berasal dari ruangan belakang antara Ruang Siwas dengan Ruang Sitipol Polres Dharmasraya," ujar Rikwanto melalui keterangan tertulis, Minggu (12/11/2017).
Sekitar pukul 03.00 WIB, dua unit mobil pemadam kebakadan tiba di Mapolres Dharmasraya untuk memadamkan api yang masih berkobar di Gedung Polres Dharmasraya,
Saat pemadaman berlangsung, seorang petugas pemadam kebakaran melihat dua orang mencurigakan mengenakan pakaian hitam sambil memegang busur panah.
"Personel Polres Dharmasraya langsung mengepung orang yang dicurigai tersebut," ujar Rikwanto.
Dua orang tersebut melakukan perlawanan dengan melepaskan busur panah ke arah petugas. Sehingga personel Polres Dharmasraya melakukan tindakan tegas dengan menembakkan peluru ke udara.
Namun, kedua orang tersebut tetap melakukan perlawanan sehingga petugas menembak keduanya.
"Sehingga mengakibatkan Kedua orang tersebut meninggal dunia," ujar Rikwanto.
Polisi mengamankan beberapa barang bukti dalam peristiwa tersebut. Yakni, selembar kertas dengan pesan jihad dari “Saudara Kalian Abu Azzan Al Khorbily 21 Safar 1439 H di Bumi Allah”, 1 Busur Panah, 8 Anak Panah, 2 Buah Sangkur, 1 Bilah Pisau Kecil, 1 Sarung Tangan Warna Hitam.
3. Fahri Hamzah Dicurhati Novanto, Jokowi-JK Minta Dirinya Jadi Tersangka
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, membocorkan cerita antara dirinya dengan Ketua DPR Setya Novanto.
Novanto mengaku kepada Fahri, bahwa ada informasi dari seseorang, terkait penetapan status tersangka kepadanya, merupakan permintaan dari Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
"Ada yang ngomong ke Pak Novanto, yang saya dengar ya ini permintaan presiden katanya. Ada yang bilang ini permintaan Wakil Presiden. Ada yang ngomong begitu ke Pak Nov," kata Fahri kepada wartawan di Gedung DPR, Jakarta, Senin (13/11/2017).
Namun Fahri mengatakan tidak mengetahui pasti siapa pihak yang menyampaikan informasi tersebut kepada Novanto.
Dirinya menegaskan, informasi itu merupakan pengakuan Ketua Umum Partai Golkar tersebut.
"Dan itu yang saya denger 'enggak bisa, Novanto harus masuk' gitu ngomongnya. Dia keliling ke mana-kemana. Malah ada yang ngomong ke Novanto ini permintaan presiden, permintaan Wakil Presiden, ada yang ngomong gitu ke Novanto," kata Fahri.
Bahkan, kata Fahri, ada pimpinan KPK yang menyebut kredibilitas lembaga akan dipertaruhkan kemampuannya jika tidak berhasil menjebloskan Novanto ke penjara.
"Kalau dia tidak dipenjara maka hancur lah KPK. Dia ngomong begitu. Itu konfirmasinya datang dari beberapa tempat kemudian juga Pak Novanto istilahnya mengiyakan," katanya.
Lebih lanjut Fahri menilai, proses hukum Novanto yang dilakukan KPK sudah seperti guyonan dan terjadi tarik menarik kepentingan.
Hal ini karena KPK selalu mangkir dari panggilan Pansus angket KPK, padahal telah ditemukan dugaan penyimpangan kinerja yang dilakukan lembaga antirasuah itu.
"Karena ini sudah jadi dagelan dan bukan hukum akhirnya kan tarik menarik saja. KPK enggak mau datang ke pansus, orang-orang jadi mikir juga. Kalau gitu enggak harus taat hukum lah kita. Akhirnya begitu, negara jadi negara dagelan," kata Fahri.
4. Dijerat KPK, Setya Novanto Akan Minta Perlindungan Presiden Jokowi Jika Dipanggil Paksa
Pengacara Ketua DPR sekaligus Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto, Fredrich Yunadi mengatakan, pihaknya akan meminta perlindungan Presiden Joko Widodo jika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil paksa kliennya.
Menurut Fredrich, pemeriksaan kliennya selaku anggota DPR oleh penegak hukum harus seizin Presiden.
"Pasti. Kami akan minta perlindungan Presiden, TNI, Polri terhadap pihak yang melawan undang-undang," kata Fredrich di Kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Golkar, Minggu (12/11/2017).
Ia juga membantah kliennya mangkir dari panggilan KPK saat hendak diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudiharjo.
Fredrich mengatakan, pada panggilan pertama Novanto telah mengirim surat kepada KPK yang menyatakan tak bisa hadir karena mengikuti acara Dewan Perwakilan Daerah di Cirebon, Jawa Barat.
Sedangkan, pada panggilan kedua Novanto tak hadir karena merasa pemeriksaannya harus seizin Presiden. Fredrich menilai bahwa ini sesuai dengan amar putusan terhadap uji materi Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).
"Justru (dengan tidak hadir) Pak Novanto taat hukum," lanjut Fredrich.
Padahal, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 76/PUU-XII/2014 atas uji materi Pasal 224 Ayat 5 dan Pasal 245 Ayat 1 UU MD3, tidak membatalkan Pasal 245 Ayat 3 Poin c. Dengan demikian, pemeriksaan anggota DPR yang disangka melakukan tindak pidana khusus, yakni korupsi, narkoba, dan terorisme, tidak memerlukan izin Presiden.
Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Febri Diansyah mengatakan, KPK telah mengirim surat panggilan pemeriksaan kepada Setya Novanto.
Novanto kembali dipanggil sebagai saksi atas tersangka Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudiharjo dalam kasus korupsi e-KTP.
"Ya, benar. Surat panggilan sudah kami sampaikan untuk jadwal pemeriksaan sebagai saksi untuk tersangka ASS (Anang Sugiana Sudiharjo)," kata Febri melalui pesan singkat, Minggu (12/11).
5. Amien Rais Tak Pantas Tebar Fitnah Bangsa Ini Sudah Mulai Dijual
Tidak benar tudingan Amien Rais bahwa Bangsa Indonesia saat ini sudah mulai dijual.
Menurut Ketua Komisi A DPRD DIY, Eko Suwanto, kekhawatiran bahwa bangsa ini mulai dijual yang disampaikan oleh Amien Rais saat bertemu Prabowo Subianto sangat tendensius.
Menurut Ketua Komisi A DPRD DIY, Eko Suwanto, dalam keterangan tertulisnya kepada Tribunnews.com, Senin (13/11/2017).
"Apa yang dikatakan Amin Rais tidak benar, publik pasti punya nalar logika yang sehat mencerna pernyataan ini," ujar Wakil Ketua DPD PDI Perjuangan DIY ini kepada Tribunnews.com.
Amien Rais bersama Prabowo Subianto berada di Yogyakarta untuk memperingati Hari Pahlawan.
Dalam kesempatan ini, Amien menyatakan bahwa Bangsa Indonesia saat ini sudah mulai dijual.
Lebih lanjut Eko Suwanto menegaskan, saat ini pemerintah tengah menjalankan beragam program pembangunan yang strategis untuk membawa kesejahteraan rakyat Indonesia.
Apalagi kata dia, saat ini pemerintah tengah gencar membuka akses memperlancar distribusi kue ekonomi nasional ke daerah.
"Melontarkan tuduhan yang ngawur seperti yang disampaikan kepada media perlu direspon dengan sikap kritis. Amien Rais tidak pantas menebar fitnah yang ditujukan pada Pemerintah. Seharusnya sebagai Partai yang menjadi bagian dari Pemerintah melakukan kritik konstruktif, yang membantu Pemerintah. Bukan malah menebar fitnah dan kebencian" kata Eko Suwanto.
Seperti diketahui saat ini Partai Amanat Nasional masih menjadi bagian dari koalisi pemerintah.
Sangat disayangkan jika ada pernyataan politik yang justru menuduh bahwa bangsa ini tengah dijual.
Eko Suwanto menambahkan pernyataan itu jadi bukti adanya paradoks bagi sosok yang mengaku jadi bagian reformasi, saat PAN menjadi bagian pemerintah tapi bersuara inkonsistens terhadap posisi politiknya.
"Kita semua harus jujur, dengan pilihan politik yang telah dilakukan. Beri dukungan atau tidak kepada pemerintah Joko Widodo, atau melompat ke oposisi pemerintah, yang konsisten dong," kata Wakil Sekretaris Pengurus Daerah Keluarga Alumni Univ. Gadjah Mada (KAGAMA) DIY ini.
Diberitakan saat berada di Yogyakarta guna memperingati Hari Pahlawan, Amien menyatakan bahwa Bangsa Indonesia saat ini sudah mulai dijual.
"Terus terang saya agak menyindir tadi (saat ceramah). Karena bangsa ini sudah mulai dijual. Kekayaan mulai dijual, pelan-pelan tapi pasti," ujar Amien Rais, di kompleks SD Budi Mulia Dua, Sleman, Senin (13/11/2017).
"Sehingga, Anda tahu? 85 persen hasil tambang dan mineral digotong ke luar negeri," ujarnya.