TOP 5 Nasional
Dari Rochmadi Tak Menduga Satu Sel dengan Ketua DPR hingga Mahfud MD: Ada 2 Kemungkinan DPR Takut
Berikut lima berita terpopuler Nasional di Tribunnews.com pada Kamis (23/11/2017):
Penulis: Edwin Fajerial | Editor: Edwin Fajerial
TRIBUNJATIM.COM - Berikut lima berita terpopuler Nasional di Tribunnews.com pada Kamis (23/11/2017):
1. Rochmadi Tak Menduga Satu Sel dengan Ketua DPR
Rochmadi Saptogiri tengah tertidur di kasur busanya di sel berukuran sekitar 2,5x5 meter persegi di Rutan Klas I Cabang KPK, Jakarta, Senin dini hari, 20 November 2017.
Ia terbangun dan tak menduga kedatangan penghuni baru di selnya, yakni Ketua DPR RI sekaligus Ketua Umum Partai Golkar, Setya Novanto.
"Enggak (menduga). Masa' menduga-duga, enggak, enggak tahu (sebelumnya)," ujar Rochmadi saat ditemui di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (22/11).
Rochmadi Saptogiri merupakan auditor utam Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menjadi tersangka kasus dugaan penerimaan suap Rp 240 juta dan gratifikasi Rp 3,5 miliar dan pencucian uang terkait pemberian opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas laporan keuangan Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) Tahun 2016.
Rochmadi yang mengenakan batik lengan panjang warna krem berada di Pengadilan Tipikor Jakarta untuk mengikuti sidang perkaranya.
Sementara, Setya Novanto merupakan tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan KTP elektronik Kemendagri Tahun 2011-2012 dengan kerugian negara Rp 2,3 triliun.
Novanto yang telah berstatus tahanan dijemput dari tempat prmbantaran, Rumah Sakit Cipto Mangunksumo (RSCM) Jakarta ke gedung KPK dan langsung ditahan di rutan baru KPK pada Senin dini hari, 20 November 2017.
Rochmadi menceritakan, sebelumnya dirinya sempat melihat pemberitaan di televisi di dalam rutan bahwa Novanto akan ditempatkan di Rutan KPK. Namun, ia tak menduga Novanto bakal satu sel dengan dirinya.
"Ya saya tahu, kan ada di running text di tv," ujarnya.
Rochmadi menambahkan, selain dirinya dan Novanto, Sujendi Tarsono alias Ayen, juga berada di dalam sel yang sama.
Ayen merupakan pengusaha asal Medan yang menjadi tersangka atas kasus suap Bupati Batubara, OK Arya Zulkarnaen.
2. Trending di YouTube! Saat Mahfud MD Bikin Dua Pengacara Setya Novanto Terdiam, Simak Videonya
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD berhasil membungkam dua pengacara Setya Novanto soal kronologi kecelakaan mobil dan sejumlah hal yang terkait kasus Setnov.
Dilansir dari akun YouTube @Indonesia Lawyers Club tvOne, Selasa (21/11/2017), Mahfud MD menyoroti beberapa hal yang disampaikan oleh pengacara Setya Novanto, Otto Hasibuandan Fredrich Yunadi, yang dianggap tidak sesuai dan kontroversial.
Dramatisasi Sebuah Pembelaan
Mahfud MD memberikan pernyataan bahwa cara Otto menjelaskan kasus Setya Novanto sama seperti saat ia menjelaskan kasus Jesica Kumala Wongso, yakni dengan mendatangi klien dan menanyakan kondisi klien.
Mahfud MD mencontohkan saat Otto menanyakan kepada Setya Novanto, ia mau bersikap kooperatif atau tidak, hal ini disebut dramatisasi sebuah pembelaan oleh pengacara.
Menurut Mahfud MD, hal tersebut boleh dilakukan, namun hakim tidak bodoh, sehingga pasti akan bisa menilai mana yang benar dan tidak.
Praperadilan 2 Kali
Mahfud MD mengatakan praperadilan 2 kali yang dilakukan oleh Setya Novanto adalah boleh, dan tidak dilarang dalam aturan-aturan.
Asas Praduga tak Bersalah
Sebelumnya, pengacara meminta diberlakukan asas praduga tak bersalah kepada Setya Novanto, sehingga tidak sembarangan menuduh Setnov terlibat korupsi dan sebagainya.
Hal tersebut dibantah oleh Mahfud MD, yang mengatakan bahwa asas praduga tak bersalah itu bukan berarti tidak boleh menduga orang bersalah, sesorang boleh melakukan hal tersebut dengan melihat situasi dan kondisi.
Asas praduga tak bersalah menurut Mahfud MD adalah tidak boleh memperlakukan orang yang diduga bersalah seperti orang yang divonis atau sudah dinyatakan bersalah.
Dalam kasus Setya Novanto, contohnya adalah dengan tidak menyita aset, melelang asetnya, dan tetap dibayarkan gajinya, karena belum diputus bersalah oleh pengadilan.
Lebih lanjut, Mahfud MD mengatakan polisi, KPK, dan penegak hukum lainnya memulai kasus dari praduka tak bersalah, karena itu muncul istilah terduga, tersangka.
Hal tersebut bisa menjadi awal sebuah petunjuk untuk melanjutkan perkara.
Ini nih viedonya:
3. Ketika Ganjar Pranowo Ditanya Seorang Pelajar soal e-KTP
Seperti biasanya, setiap pekan, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menyempatkan diri bertandang ke sekolah-sekolah di Jawa Tengah. Tujuannya, mengajar.
Ganjar memang menjalani program Gubernur Jateng Mengajar. Giliran hari ini, ia mendapat kesempatan mengajar di SMK Muhammadiyah Pamotan, Kabupaten Rembang. Dari sekolah itulah, pertanyaan soal dugaan keterlibatan Ganjar dari korupsi jumbo KTP elektronik (e-KTP) mengemuka.
Adalah Putri (16) siswa kelas X jurusan akutansi sekolah tersebut. Di hadapan Ganjar, Putri berani menanyakan terkait kasus korupsi e-KTP yang santer diberitakan.
"Pak Ganjar, dari berita-berita, njenengan disebut terlibat dalam kasus korupsi E-KTP. Itu apa bener Pak? Tolong dijelaskan," kata Putri.
Mendapat pertanyaan itu, Ganjar justru mengaku senang. Kemudian, ia meminta salah satu ajudannya untuk mengambil selembar kertas yang tidak lain adalah Berita Acara Pemeriksaan Miryam S Haryani.
"Ini saya ada BAP dari orang yang sekarang jadi terpidana. Dia yang memberikan uang kepada sejumlah anggota DPR. Coba kamu baca yang keras ya," kata Ganjar.
Putri kemudian membaca isi kertas tersebut. Dalam kertas itu, dituliskan aliran dana ke sejumlah anggota DPR RI.
"Kepada Komisi II DPR dari fraksi PDI Perjuangan Ganjar Pranowo, tapi ditolak dan dikembalikan ke pemimpin," kata Putri membacakan BAP tersebut.
Dalam kesempatan itu, Putri menyebut dua kali nama Ganjar Pranowo. Namun, selalu diikuti kalimat bahwa Ganjar Pranowo menolak.
"Baca sendiri kan, siapa yang menolak uang itu?" tanya Ganjar.
"Pak Ganjar, njenengan yang menolak Pak," jawab putri.
Ganjar kemudian menegaskan bahwa sudah jelas bahwa dirinya tidak terlibat dalam kasus korupsi e-KTP. BAP Miryam tersebut lanjut dia sudah menjadi bukti bahwa dirinya tidak menerima uang terkait proyek itu.
Lebih lanjut, Ganjar juga menanggapi santai saat ditanya tentang kesaksian dari Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin pada sidang lanjutan dugaan korupsi pengadaan KTP Elektronik (e-KTP).
“Dinengke wae (didiamkan saja),” ucapnya.
Saat ditanya apakah tidak takut menjadi target Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selanjutnya dalam kasus ini, dengan tegas Ganjar menjawab bahwa dirinya tidak takut karena memang tidak menerima uang itu.
“Kenapa harus takut kalau tidak salah? Kenapa harus khawatir dengan omongan inkonsisten? Coba cek deh satu per satu, dari 2013 sampai jadi saksi-saksi kemarin apa ada satu saja yang konsisten?” terang Ganjar lagi.
4. Mahfud MD: Perilaku Setya Novanto Melanggar Etika Luar Biasa, Pura-pura Sakit
Pakar Hukum Tata Negara Mahfud MD mendorong agar Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) segera memberhentikan Setya Novanto dari jabatannya baik sebagai Ketua atau pun anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
Mahfud meminta MKD tidak terpengaruh dengan adanya surat yang ditulis Novanto dari tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Sebagai surat itu sah ya. Tapi permintaan untuk tidak diganti itu bisa ditolak. DPR ini milik rakyat yang kemudian diwakili oleh organisasi politik. Bisa menolak," kata Mahfud kepada Kompas.com, Kamis (23/11/2017).
Mahfud mengatakan, Novanto memang baru berstatus tersangka.
Namun, MKD bisa menggunakan alasan bahwa Novanto tidak bisa lagi memimpin DPR karena sudah berada di tahanan KPK.
Selain itu, MKD juga bisa memutuskan bahwa Novanto melanggar etika karena pura-pura sakit untuk menghindari proses hukum.
"Perilaku Setya Novanto melanggar etika luar biasa. Pura-pura sakit. Kalau kita nyatakan Novanto pura-pura sakit itu kita tidak salah, tidak melanggar hukum, karena nyatanya pemeriksaan dokter dia tidak sakit. Berarti dia pura-pura sakit," ucap Mahfud.
Mahfud menambahkan, aturan dalam TAP MPR Nomor 6 dan Nomor 8 Tahun 2001 memungkinkan sanksi pelanggaran etika lebih dulu dijatuhkan tanpa harus menunggu sanksi pidana.
Hal ini sudah pernah terjadi saat pemberhentian Akil Mochtar dari Ketua Mahkamah Konstitusi.
"Tidak usah menunggu putusan hukum. Sanksi etik bisa mendahului hukum. Kecuali DPR takut," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini.
Mahfud mengatakan, ada dua kemungkinan yang membuat DPR takut mengambil sikap terhadap Novanto.
Pertama, takut karena teror secara fisik dan kedua takut karena akibat dari kolusi.
"Bisa saja terjadi kolusi, kongkalikong dengan Novanto dan seluruh ekor-ekornya. DPR jadi tidak berani ambil sikap," kata dia.
Dari dalam tahanan KPK, Novanto sebelumnya menulis surat untuk pimpinan DPR dan DPP Partai Golkar.
Pada intinya, dalam surat itu, Novanto meminta agar ia tak diberhentikan baik sebagai ketua DPR atau pun sebagai ketua umum Golkar.
Ia meminta diberi kesempatan membuktikan dirinya tak bersalah.
Rapat pleno DPP Partai Golkar pun mengabulkan permintaan Novanto. Statusnya sebagai Ketua Umum Golkar dan Ketua DPR baru akan diputuskan setelah putusan praperadilan yang diajukan Novanto diketok.
Ketua MKD Sufmi Dasco Ahmad mengaku belum menerima surat dari Setya Novanto. Namun, ia menegaskan bahwa MKD adalah lembaga independen dan tak bisa diintervensi oleh pimpinan DPR sekalipun.
Namun, MKD hingga kini belum memulai sidang terhadap Novanto karena beralasan menunggu rapat konsultasi dengan pimpinan fraksi.
5. Mahfud MD: Ada Dua Kemungkinan Membuat DPR Takut kepada Setya Novanto
Pakar Hukum Tata Negara Mahfud MD mendorong agar Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) segera memberhentikan Setya Novanto dari jabatannya baik sebagai Ketua atau pun anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
Mahfud meminta MKD tidak terpengaruh dengan adanya surat yang ditulis Novanto dari tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Sebagai surat itu sah ya. Tapi permintaan untuk tidak diganti itu bisa ditolak. DPR ini milik rakyat yang kemudian diwakili oleh organisasi politik. Bisa menolak," kata Mahfud kepada Kompas.com, Kamis (23/11/2017).
Mahfud mengatakan, Novanto memang baru berstatus tersangka.
Namun, MKD bisa menggunakan alasan bahwa Novanto tidak bisa lagi memimpin DPR karena sudah berada di tahanan KPK.
Selain itu, MKD juga bisa memutuskan bahwa Novanto melanggar etika karena pura-pura sakit untuk menghindari proses hukum.
"Perilaku Setya Novanto melanggar etika luar biasa. Pura-pura sakit. Kalau kita nyatakan Novanto pura-pura sakit itu kita tidak salah, tidak melanggar hukum, karena nyatanya pemeriksaan dokter dia tidak sakit. Berarti dia pura-pura sakit," ucap Mahfud.
Mahfud menambahkan, aturan dalam TAP MPR Nomor 6 dan Nomor 8 Tahun 2001 memungkinkan sanksi pelanggaran etika lebih dulu dijatuhkan tanpa harus menunggu sanksi pidana.
Hal ini sudah pernah terjadi saat pemberhentian Akil Mochtar dari Ketua Mahkamah Konstitusi.
"Tidak usah menunggu putusan hukum. Sanksi etik bisa mendahului hukum. Kecuali DPR takut," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini.
Mahfud mengatakan, ada dua kemungkinan yang membuat DPR takut mengambil sikap terhadap Novanto.
Pertama, takut karena teror secara fisik dan kedua takut karena akibat dari kolusi.
"Bisa saja terjadi kolusi, kongkalikong dengan Novanto dan seluruh ekor-ekornya. DPR jadi tidak berani ambil sikap," kata dia.
Dari dalam tahanan KPK, Novanto sebelumnya menulis surat untuk pimpinan DPR dan DPP Partai Golkar.
Pada intinya, dalam surat itu, Novanto meminta agar ia tak diberhentikan baik sebagai ketua DPR atau pun sebagai ketua umum Golkar.
Ia meminta diberi kesempatan membuktikan dirinya tak bersalah.
Rapat pleno DPP Partai Golkar pun mengabulkan permintaan Novanto.
Statusnya sebagai Ketua Umum Golkar dan Ketua DPR baru akan diputuskan setelah putusan praperadilan yang diajukan Novanto diketok.
Ketua MKD Sufmi Dasco Ahmad mengaku belum menerima surat dari Setya Novanto. Namun, ia menegaskan bahwa MKD adalah lembaga independen dan tak bisa diintervensi oleh pimpinan DPR sekalipun.
Namun, MKD hingga kini belum memulai sidang terhadap Novanto karena beralasan menunggu rapat konsultasi dengan pimpinan fraksi.