Tak Banyak yang Tahu, 7 Fakta Kehidupan Adik Pramoedya Ananta Toer, Doktor yang Kini Jadi Pemulung
Kehidupan Soesilo Toer, adik sastarawan Pramoedya Ananta Toer, tak banyak diketahui. Pria yang memasuki usia 81 tahun tersebut kini menjadi pemulung.
Penulis: Ani Susanti | Editor: Dwi Prastika
TRIBUNJATIM.COM - Kehidupan Soesilo Toer, adik almarhum sastarawan Pramoedya Ananta Toer, tak banyak diketahui.
Pria yang memasuki usia 81 tahun tersebut kini menjadi pemulung.
Ia sehari-hari memulung di wilayah perkotaan, Kabupaten Blora, Jawa Tengah.
Soes, sapaan akrabnya tinggal di Jalan Sumbawa 40, Kelurahan Jetis, Kabupaten Blora, Jawa Tengah.
Baca: Kabar Terkini Putri Nikita Mirzani usai Masalah yang Libatkan Komnas Anak, Sementara Tak di Rumah?
Namun siapa sangka, meski kini hanya menjadi pemulung, Soes, juga memiliki kisah hidup yang tak biasa.
Dirangkum dari Kompas.com, berikut ulasannya:
1. Bergelar Doktor
Soes ternyata adalah penyandang gelar master jebolan University Patrice Lumumba dan doktor bidang politik dan ekonomi dari Institut Perekonomian Rakyat Plekhanov Uni Soviet.
Keduanya berada di Rusia.
Dokumentasi akademis miliknya itu masih tersimpan rapi.
Baca: Akan Difilmkan, Novel Bumi Manusia Laris Manis di Gramedia Surabaya dan Sekitarnya
Nyaris tanpa cacat, baik itu ijazah doktor ekonomi politik yang diabsahkan oleh The Council of Moscow Institute of National Economy maupun sertifikat lain yang diperoleh selama menempuh studi di Rusia sejak tahun 1962-1973.
Semua catatan penting yang membuktikan ia pernah berhasil di Rusia itu terbungkus plastik di dalam koper dan terkunci rapat di lemari pakaian.
2. Fasih Berbahasa Asing
Soes fasih berbahasa Inggris, Rusia, Jerman, dan Belanda.
Entah itu secara lisan maupun tulisan.
Baca: Iqbaal Ramadhan di Film Bumi Manusia - Perankan Minke, Mimpi Hanung Bramantyo, hingga Respon Netizen
Bahkan, dia menyebut dirinya diglosia, kemampuan menguasai variasi bahasa dalam masyarakat.
"Mas ingin wawancara pakai bahasa apa? Gini-gini saya menguasai beberapa bahasa lho," kata Soes tersenyum mengawali pembicaraan saat ditemui Kompas.com.
3. Pendidikan
Soes menempuh pendidikan dasar di Blora dan pendidikan menengah di Jakarta.
Di Jakarta, awalnya dia ikut kakak sulungnya, Pramoedya Ananta Toer.
Sebab saat itu, bapaknya, Mastoer, guru di Blora itu, sudah tiada.
Baca: Viral Jemaah Umrah Disebut-sebut Ditelantarkan, Ini Kronologi Versi Agen Travel, Sebut Kabur
Sebelum hijrah ke Rusia, Soes sempat menjadi mahasiswa Fakultas Ekonomi di Universitas Indonesia (UI).
Soes juga mahasiswa BI jurusan ekonomi yang beralih menjadi IKIP di Jakarta Selatan.
Dia lolos tanpa tes di bangku kuliah itu karena tertolong dengan predikat nilainya yang memuaskan hasil menempa pendidikan menengah atas di Jakarta.
Nilai semua mata pelajaran di atas rata-rata.
Nilai ekonominya 10.
Namun, perjalanan di kedua kampus itu terhenti di tengah jalan karena biaya kuliah terlalu tinggi baginya.
Baca: Sudah Tentukan Menu Buka Puasa? 7 Takjil ini Bisa Jadi Pilihan Kamu, Manis dan Nyegerin Banget!
Soes pun akhirnya menyelesaikan pendidikan diplomanya di Akademi Keuangan Bogor yang berada di bawah Badan Pengawas Keuangan (BPK).
4. Bekerja di Perusahaan Penerbitan
Saat menjadi mahasiswa, untuk menunjang hidup, Soes bekerja di sebuah perusahaan penerbitan.
Gaji Soes tidak besar, status pekerjaannya pun tidak tetap.
Sejatinya, pekerjaan itu hanya sampingan.
Tiang utamanya adalah dana keluarga.
Baca: 8 Visa Termahal 2018, Ada yang Sampai Rp 4 Jutaan, Sebelum Jalan-jalan ke Luar Negeri Wajib Tahu Nih
Uang keluarga diputarnya di sejumlah pedagang kecil yang membutuhkan modal dadakan.
Dari pinjaman itu, bunga yang didapatkan digunakan untuk menyokong biaya sekolah dan hidup sehari-hari.
"Hidup waktu itu demikian susah dan keras. Uang saku dari Mas Pram sangat minim. Sampai kini, kalau teringat terkadang miris sendiri. Kasihan terhadap kemiskinan bangsa sendiri. Mengapa aku harus begitu kejam mencari sesuap nasi. Aku tahu itu tidak halal, tapi kalau sok-sokan berperikemanusiaan, hadiahnya lapar dan bencana bagiku," ungkap anak ketujuh dari sembilan bersaudara pasangan Mastoer dan Siti Saidah itu.
5. Kisahnya Saat Mengikuti Wajib Militer
Lulus kuliah, Soes diterima bekerja sebagai clerk atau pegawai asuransi di sebuah kantor dagang, bekas milik Belanda yang dinasionalisasi atas tuntutan buruh.
Posisinya strategis.
Tentunya dengan gaji besar.
Baca: Sambil Menangis, Dewi Perssik Bongkar Perubahan Sikap Angga Wijaya usai Berdamai, Berbeda Banget
Kehidupan perekonomian Soes mulai meningkat signifikan.
Makan enak, tak lagi melarat.
"Namun, sungguh aku tidak suka. Kerjanya membosankan, setiap hari hanya dipenuhi angka-angka. Kantornya berisik oleh suara mesin hitung, mesin bagi, mesin tulis, mesin bagi, dan mesin kali," ujar Soes.
Pada saat Soes berada di atas angin, Indonesia mendadak dilanda kegoncangan ekonomi dan politik.
Pemerintah membentuk Batalyon Serbaguna Trikora.

Karier suksesnya selama lebih dari setahun itu perlahan berubah karena situasi negara waktu itu.
Soes mengikuti pelatihan wajib militer yang menguras fisik saat itu.
"Aku tak tahu apa penyebabnya. Pemerintah bertekad membebaskan Irian Barat. Saat itu militer memegang kuasa termasuk di kantorku, hingga akhirnya aku ikut latihan menjadi sukarelawan ke Irian Barat. Jabatanku kabag distribusi dan pangkatku letnan waktu itu, tapi kenyataannya aku jenderal bintang tujuh alias pusing dengan nasib ke depannya," tutur Soes terkekeh.
Baca: 5 Fakta Baru Pendeta Henderson Bunuh Anak Angkat, Pelaku Sebut Korban Hamil hingga Pengakuan Ibunya
Setelah Perundingan Den Haag, Irian Barat masuk ke dalam pangkuan Ibu Pertiwi.
Indonesia berhasil membebaskan Irian Barat.
Soes lalu mendulang kesempatan terbang ke luar negeri setelah lolos penjaringan beasiswa otoritas Rusia.
Dari sekitar 9.000 pendaftar, hanya 30 orang yang lolos, termasuk Soes.
Dia melanjutkan pendidikannya di Fakultas Politik dan Ekonomi University Patrice Lulumba.
Baca: Ada di Video Music JBJ Call Your Name, Ternyata ini Arti Bunga Forget Me Not, Penuh Makna
"Aku tidak jadi berangkat ke Irian Barat, namun aku bebas dari pakaian hijau yang enam bulan membungkusku. Aku berangkat ke Rusia sekitar tahun 1962. Di situlah kisah hidup baruku dimulai," tutur Soes.
6. Kehidupan di Rusia
Singkat cerita, menempuh pendidikan di sana tidaklah mudah.
Soes diharuskan mengabdi selama dua tahun di Rusia karena tidak lulus dengan predikat cumlaude.
Dia kemudian melanjutkan program pascasarjana di Institut Perekonomian Rakyat Plekhanov.
Baca: Niat Minum Diam-diam, Raffi Ahmad Ketahuan Nagita Slavina, Reaksinya Kocak, Perhatikan Wajahnya!
Gelar PhD yang lazimnya ditempuh 2 tahun disabetnya hanya dalam tempo 1,5 tahun.
Selama 11 tahun di Rusia, Soes bekerja apa saja, mulai dari penulis, penerjemah, peneliti dan pekerja kasar.
Karena latar belakang pendidikannya, Soes berpendapatan tinggi.
7. Dulu bergelimang harta
Soes hidup bergelimang harta di Rusia.
Sepekan sekali, dia bersantap di restoran berkelas di Rusia.
Baca: Tak Semua Bisa Rasakan, Ustaz Abdul Somad Sebut Ciri Orang yang Dapat Lailatul Qadar, Siapa Saja?
Berpindah-pindah lokasi tergantung seleranya.
Soes mengaku sering mentraktir teman-temannya dan menggelar pesta kecil-kecilan.
"Saya penggila buku-buku sastra Rusia. Bahkan suatu ketika dosen belum pernah baca, saya sudah khatam. Selama saya bekerja di Rusia, duit saya banyak. Seminggu sekali makan di restoran berkelas. Saat itu, biaya hidup 1 rubel sehari di Rusia. Padahal sebulan saya kantongi 400 rubel," kenangnya sambil tersenyum.
Kini, Soes setiap malam sehabis Maghrib hingga dini hari memulung di wilayah perkotaan Kabupaten Blora, Jawa Tengah.
Baca: Turis Indonesia Tak Diperbolehkan Masuk Israel, 6 Kuliner Khas ini Jadi Tak Bisa Dicicipi Langsung
Soes memulung dengan mengendarai motor butut berkeranjang.
Di usia senjanya, dia masih bersemangat berkutat mencari rezeki memunguti barang-barang bekas bernilai jual di kampung kelahirannya itu.