Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Gempa dan Tsunami Sulawesi Tengah

4 Kisah Para Pengungsi Asal Jatim & Jateng yang Selamat dari Gempa Palu, Hanya Bisa Selamatkan Beras

Hanya beras yang diselamatkan oleh Joko saat terjadinya gempa. Simak kisah selengkapnya di sini

Penulis: Januar AS | Editor: Anugrah Fitra Nurani
TRIBUNJATIM.COM/PRADHITYA FAUZI
Joko Waluyo (34), korban selamat dari gempa dan tsunami di Palu asal Boyolali saat berada di Wisma Bhaskara Juanda, Sidoarjo, Rabu (3/10/2018). 

Mereka juga mendapatkan informasi dari keluarga yang berada di Mojokerto, bahwa ada pesawat Hercules datang ke Palu dengan tujuan selanjutnya ke Makassar.

"Kami pun berjalan ke bandara Mutiara Sis Al-Jufrie. Kami sampai di bandara pukul 10.30," urainya.

Pembicaraan sempat terhenti sejenak.

Mata Dian menatap ke arah sudut atas rumah dan berkaca-kaca. Kemudian, Dian menghela nafas panjang lantas melanjutkan cerita sambil terisak-isak.

Ia menceritakan, sesampainya di pintu gerbang bandara, mereka dilarang masuk. 

"Saya bilang ke penjaga, saya punya anak kecil anak saya kasihan, bapak punya anak kecil kan, bagaimana kalau semisal diposisi saya?," Paparnya.

Para penjaga sontak luluh, Dian dan Rizky diperbolehkan masuk dan mendata diri mereka. Sedang Afif tak diperbolehkan masuk.

"Waktu itu yang boleh masuk saya dengan anak saya saja. Suami saya tidak diperbolehkan," katanya.

Isak tangis Dian pecah ketika pikirannya mengingat kejadian yang membuatnya trauma dan terus terngiang, yakni ketika anaknya memegang tangan petugas sambil meronta dan menangis.

Rizky berkata kepada petugas, "Tolong Pak saya tidak mau ayah saya mati, saya tidak mau ayah saya kenak air laut. kalau kenak air laut saya tidak punya ayah" ucapnya.

"Mendengar hal itu petugas sempat diam selama 10 menit. lalu suami saya diperbolehkan masuk," imbuh Dian seraya menyeka air mata dengan ujung jilbabnya.

Mereka pun berhasil menaiki pesawat Hercules pertama yang mendarat di Palu bersama 200 orang menuju Makassar. Selanjutnya Afif, Dian, dan Rizky mendarat di Bandara Abdul Rahman Saleh, Malang pada Sabtu malam. (Danendra Kusuma)

2, Usai Gempa dan Tsunami Menerjang, Mahasiswa ITN Malang Asal Palu Diminta Keluarga Makin Giat Kuliah

Akrim Syamsudin, mahasiswa semester 3 program studi Geodesi ITN Malang dan Ariel Abdullah, mahasiswa semester 1 Teknil Sipil diminta keluarganya tetap konsentrasi kuliah di Malang. Bahkan harus semakin rajin belajar.

Ini setelah terjadinya bencana gempa dan tsunami menerjang kota kelahirannya Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng).

"Alhamdullilah sudah bisa menghubungi keluarga. Saya diminta konsentrasi kuliah dan dilarang pulang karena lebih aman di Malang," ujar Akrim kepada Suryamalang.com (TribunJatim Network), Rabu (3/10/2018).

Menurutnya, sejak empat tahun terakhir dia dan kakaknya serta sepupunya tinggal di Kecamatan Tatanga, Kota Palu.

Sedang orangtuanya berada di Kabupaten Morowali dan juga terkena gempa. Jarak antara Palu-Morowali dalam  perjalanan darat butuh waktu 11-12 jam.

"Tapi kakak tidak apa-apa. Memang ada kerusakan rumah. Jalanan juga rusak," kata Akrim yang mengaku tahu pertama kali kondisi gempa di Palu lewat grup WA alumni SMP.

Temannya yang berada di tempat tinggi berhasil merekam lewat kamera hape dan dibagikan. Masa paling berat adalah saat tidak tahu kabar keluarganya. Bahkan ia tahu kabar kakaknya dari teman kakaknya di Jogja.

"Hampir semua mengalami ini dimana tidak tahu kondisi langsung keluarga karena tak ada jaringan telepon selular," paparnya.

Saat ini, ia akan tetap di Malang karena akses ke Palu juga sulit. Ia mengibaratkan perasaannya, badan dan jiwanya di Malang, tetapi pikirannya di Palu.

"Selama ini saya tinggal di Malang senang. Hawanya sejuk. Bahkan bisa kedinginan. Kalau di Palu panas sekali," terangnya.

Ia sempat memikirkan biaya kuliahnya akibat bencana ini. "Saya sempat sumpek. Masak saya harus berhenti sampai disini? Padahal saya sedang semangat kuliah," imbuhnya.

Sedang Ariel juga diminta keluarganya fokus kuliah di Malang. "Saya baru dua bulan di Malang," jawab Ariel. Ia tahu ada bencana itu lewat berita online.

"Di Palu itu biasa dapat gempa. Sebulan dua kali. Tapi begitu tahu kekuatan gempa 7,7, saya ya panik," ujar Ariel, warga Kecamatan Mantikulore, Kota Palu.

Semalaman ia tidak tidur karena belum berhasil menghubungi keluarganya. Namun ternyata selamat. Keluarganya kini mengungsi ke Kabupaten Luwuk, kira-kira 11 jam dari Kota Palu.

Dari hasil percakapan dengan ayahnya, ia menyatakan akan fokus kuliah karena belum boleh kembali ke Sulawesi Tengah.

Jumlah mahasiswa Sulteng banyak di Malang. Terbanyak kuliah di UB dan UMM. Sisanya menyebar ke sejumlah PTS seperti ITN dan Unmer.

Organisasi daerah mahasiswa Sulteng sudah mengirimkan logistik dan bantuan lewat kapal laut.

3. Kisah Korban Gempa Palu Asal Jatim yang Selamat, Pilih Ngungsi ke Hutan & Mau Terbang Diguncang Lagi

Dari 175 korban gempa dan tsunami di Palu dan Donggala yang tiba di Bandara Juanda, Rabu (3/10/2018) malam, 20 di antaranya masih menginap di Mess Bhaskara di Jalan Raya Juanda.

Rencananya Kamis (4/10/2018), mereka baru diantar ke Terminal Bungurasih untuk kembali pulang ke kampung halaman.

Mereka tidak bisa langsung pulang, karena tidak punya uang.

"Sudah bisa sampai di Jawa kami sangat bersyukur. Besok sudah bisa bertemu keluarga," kata Tasmani, ibu korban gempa asal Pucuk, Lamongan saat di Mes Bhaskara.

Di Palu, ibu ini ikut suaminya. Bersama anaknya, mereka tinggal di sebuah rumah kos.

"Pas gempa terjadi, saya di rumah sama anak saya ini. Suami pas jualan siomay," kisahnya sambil merangkul sang anak.

Pihaknya bersyukur, meski rumah kos dan semua barang miliknya hancur, dia dan keluarga selamat.

Sampai akhirnya bisa pulang ke Jawa dengan menumpang Pesawat Hercules.

Demikian halnya di ceritakan seorang ibu asal Tuban. Dia juga mengalami nasib sama, dan mengaku sangat bersyukur bisa selamat dari gempa dahsyat itu.

Selain dari Tuban dan Lamongan, ada juga beberapa keluarga asal Boyolali yang malam ini menginap di Mes Bhaskara.

Mardi, salah satunya. Bersama istri dan anaknya, pria yang sehari-hari berjualan pakaian di Palu itu terlihat lahap menyantap nasi bungkus yang diberikan pihak TNI kepada mereka.

"Di sana masih sering gempa. Tadi siang pas Hercules yang kami tumpangi mau berangkat juga sempat ada gempa lagi," ucapnya.

Karena tinggal di lokasi yang jauh dengan pantai, keluarga ini hanya mengalami gempa, tidak terkena tsunami.

"Tapi sejak gempa besar itu, kami mengungsi di hutan. Siang hari turun untuk masak dan cari makanan, kemudian balik ke hutan lagi agar aman," urai pria yang sudah sejak 2001 tinggal di Palu tersebut.

Sampai Rabu (3/10/2018) siang, dia mencoba ke Bandara untuk mencari informasi. Begitu tahu ada Hercules hendak terbang ke Jawa Timur, dirinya langsung daftar.

Bersama keluarganya, Mardi akhirnya sampai di Juanda. Tapi karena tak punya uang sepeserpun, mereka pun hanya berharap bantuan untuk bisa melanjutkan perjalanan sampai rumah.

Di Palu Mardi dan keluarganya tinggal di rumah kontrakan. Dan saat gempa besar terjadi, semuanya pun habis. "Tinggal beberapa pakaian saja," sebut istri Mardi.

4. Kisah Pria Boyolali Selamat dari Gempa di Palu: Rumah Hancur, Anak Sempat Hilang & Selamatkan Beras

Tak jauh beda yang disampaikan Joko Waluyo, juga asal Boyolali.

Begitu sampai di Juanda, dia langsung menghubungi keluarga di kampung.

Mengabarkan kondisinya selamat dan diperkirakan bakal pulang ke Boyolali, Kamis (4/10/2018).

"Harta bisa dicari, yang penting keluarga selamat kami sudah sangat bersyukur. Apalagi kami sekarang sudah bisa pulang sampai ke Jawa," sebut pria yang sejak 2012 jualan roti di Palu tersebut.

Joko menuturkan, seluruh peralatan dan rumahnya sudah hancur lebur.

Ia mengaku hanya menyelamatkan beras.

"Beras itu saya taruh di depan rumah. Nah, bagian rumah saya yang depan itu beruntungnya cuma bengkok aja," ungkap Joko.

Selain beras, Joko juga berhasil menyelamatkan sepeda motornya.

"Saya kalau mau beli bahan makanan ke mana-mana naik motor. Tapi ya gitu, bensinnya tinggal dikit," katanya.

Beberapa hari pasca bencana, Joko dan keluarga akhirnya memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya di Boyolali, Jawa Tengah.

Pada Rabu (3/10/2018) pagi, Joko dan keluarga melihat ada pesawat Herkules C-130/A-1337 tiba.

Ia dan keluarganyapun langsung mengantre untuk meminta kepada pihak otoritas agar turut serta diangkut ke Pulau Jawa.

"Saya antre mulai 14.00 WITA. Habis Isya' tadi baru berangkat, sampai di Bandara Juanda 20.30 WIB. Tapi sampai di sini (Sidoarjo), saya juga ngga tau juga kalau mau ke Terminal Bungurasih bagaimana. Akhirnya sama TNI dibawa kesini (Wisma Baskara) untuk semalam ini. Infonya besok pagi diarahkan TNI lagi karena kita kan nggak ada keluarga yang jemput," ungkapnya.

"Ya sementara pulang kampung dulu, karena di sana (Boyolali) kan rumah ibu dan bibi saya. Sambil menenangkan pikiran, jaga traumanya anak. Nanti kalau sudah kondisif, saya ingin ke Palu lagi," tutupnya.

Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved