Manfaatkan Plat Bekas, Pria Blitar Pasarkan Gamelan Mainan Hingga Jepang dan Prancis
Rintis usaha sejak 1989, Pengrajin Saron dan Demung Mainan dari Plat Bekas asal Blitar sukses mempekerjakan banyak orang
Penulis: Imam Taufiq | Editor: Anugrah Fitra Nurani
Karena Tayub itu mainnya hanya malam hari, dirinya lebih banyak menganggur di siang hari.
"Pikiran saya saat itu ke usaha membuat Saron karena saya sendiri sebagai pemukul Saron. Saat itu harganya Saron mahal (Rp 1 juta per stel) sehingga tak semua orang bisa beli. Karena itu, anak-anak tak ada yang bisa memainkannya karena jarang orang yang punya Saron buat belajar," papar bapak empat anak itu.
Akhirnya, usaha membuat Saron dan Demung mainan anak-anak itu mulai digeluti.
Awalnya, ia memproduksinya, dari seng atau plat yang biasa dipakai sebagai talang di rumah. Sehari, saat itu ia bisa membuat sebanyak 10 buah Saron dan Demun.
"Kalau pagi, kami jual ke pasar. Pasarnya pun tak tentu, tergantung hari pasaran. Misalnya, kalau pasaran Pahing, itu saya jual ke Pasar Dusun Cungkup (berjarak 4 km dari rumahnya). Kalau pasaran Legi, kami jual ke Pasar Desa Nyawangan berjarak 5 km dari rumahnya," ungkapnya.
(Vanessa Angel Terancam 6 Tahun Penjara, Bibi Ceritakan Sang Kekasih Sempat Curhat Ingin Bunuh Diri)
(Berita Terpopuler: Al Ghazali-Dul Jaelani Menangis Saat Konser Dewa 19 hingga Ekspresi Putri Ahok)
Saji pun rela memikul 40 Saron dan demung mininya sambil berjalan kaki. Dia membandrol Harga Rp 250 rupiah per buah saat itu.
"Nah, kalau nggak habis, saya nggak langsung pulang, namun saya bawa keliling kampung. Lama kelamaan, saya dikenal sebagai pengraajin Ningnong sehingga banyak orang membeli, untuk dijual lagi. Ada yang dijual di pasar atau di rumah, juga ada yang dijual keliling seperti saya," paparnya.
Karena sudah punya banyak pelanggan itu, sekitar tahun 1999, Saji berhenti berkeliling untuk berjualan ke pasar. Ia hanya kosentrasi memproduksi saja di rumahnya.
Semakin banyak orang yang mengambil produksinya, ia mulai kesulitan bahan, mengingat bahan seng talang harganya tak sebanding dengan hasilnya.
Di saat kesulitan bahan itu, Saji dapat ide dari kawannya untuk menggunakan limbah plat bekas yang banyak dijual di Surabaya.
(Klasemen Liga Inggris Pekan 25: Man City Gusur Tottenham Hotspur, MU Lanjutkan Laga Tanpa Kalah)
Di tahun 1999, satu kuintal plat bekas dibandrol Rp 7,500. Kini harganya bisa mencapai Rp 700 ribu per kuintal.
"Plat bekas itu kan panjang, sehingga harus kami potong-potong lagi, sesuai dengan ukuran Saron atau Demung. Ukurannya bervariasi, ada yang 2 cm, ada 3 cm, ada yang 4 cm, dan 5 cm. Setelah terbentuk platnya, baru kami membuat kotaknya, yang juga dari kayu bekas. Yakni, bekas kotak palet juga. Jadi, kami beli kotaknya dan platnya, sehibgga tak ada yang terbuang," tutunya.
Setelah terpasang, tambah dia, plat yang sudah terbentuk sesuai ukuran Saron, dan Demung itu, dicat agar mirip kuningan.
Bagian kayunya dicat sesua daerah pemesanannya.
Bila pemesannya dari Bali, Saji akan cat kayunya dengan variasi hitam khas Bali.