Suku Togutil yang Masih Primitif, Sebagian Bisa Ngaji, Tiap Jumat Keluar Hutan untuk Salat Jumat
Di hutan Halmahera, tinggal suku terasing yang dikenal dengan sebutan Suku Togutil. Sempat serangan lima warga desa.
"Masih ada ternyata orang yang tinggal di hutan dan bahasanya mirip tarzan," tulis akun Kamaruddin Hidayat.
Suara mereka terus bergema seakan meminta pertolongan kepada warga.
Warga yang melihat aksi tersebut berinisiatif memberikan sebagian bahan pangan. Termasuk peralatan untuk memasak dan pakaian.
Meski demikian, ada di antara mereka sesekali keluar hutan menuju permukiman penduduk dan kamp-kamp perusahaan untuk mencari makanan.
Tampang yang brewok ditambah rambut gimbal nan panjang membuat warga berpandangan bahwa mereka orang jahat.
“Padahal mereka sebenarnya baik. Sifat mereka itu, kalau melihat warga, lari. Begitu pun sebaliknya, kalau warga melihat suku Togutil, lari juga,” kata Rahman Saha, salah satu pembina Togutil, Kamis (8/2/2018).
“Kalau melihat warga di hutan, mereka akan ikuti dari belakang dengan harapan ada jejak sisa makanan. Ada juga yang mendatangi kamp-kamp perusahaan.
Mereka di sana akan berkomunikasi baik-baik dengan menggunakan bahasa Tobelo untuk minta makanan maupun pakaian,” kata Rahman.
Begitulah cara hidup mereka selama berpuluh-puluh tahun di dalam hutan.
Kehidupan di antara mereka mulai berubah total ketika para pencari kayu gaharu di kawasan hutan Halmahera Timur, sekitar Oktober 2016 mendapati satu di antara mereka (Togutil) dalam kondisi memprihatinkan.
Wanita itu dalam kondisi kelaparan, sangat lemah. Tidak berpakaian, setengah badannya hanya ditutupi daun.
“Melihat kondisinya demikian, akhirnya ditawarkan untuk dibawa ke perkampungan dan ia pun menyetujuinya. Dia berkata, kalau dia merasa lebih baik akan kembali lagi ke hutan yang ditempuh dengan jarak tiga hari, untuk memanggil keluarganya lagi,” ujar Rahman.
Dari situ, kata Rahman, semua keluarganya yang terdiri dari dua kepala keluarga dengan jumlah 10 orang akhirnya ikut bersama pencari kayu gaharu tadi masuk ke permukiman warga hingga dibawa ke Kota Ternate.
Di dalam kota, mereka sempat berpindah-pindah. Mereka menjadi tontotan warga. Puluhan warga setiap harinya mendatangi mereka, melihat langsung tampang Togutil yang selama ini hanya didengar melalui cerita orang-orang.
“Dari sini kita mulai ajarkan mulai dari kebersihan diri, menyapu, cuci piring, pakaian, mengenal huruf dan membaca,” kata Rahman.