Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Aksi 22 Mei

Wiranto Sebut Dalang Aksi 22 Mei Preman Bayaran, Fadli Zon Bantah Pengunjuk Rasa Pendukung Prabowo

Ternyata dalang aksi 22 Mei di Petamburan dan Bawaslu dilakukan oleh preman bayaran dan bertato, Fadli Zon angkat suara terkait 22 Mei

Penulis: Elma Gloria Stevani | Editor: Januar
(ANTARA FOTO/SIGID KURNIAWAN)
Bentrok antara polisi dan massa aksi di Jalan KS Tubun, Jakarta, Rabu (22/5/2019). Bentok terjadi setelah massa dipukul mundur dari kericuhan di Tanah Abang, Jakarta Pusat, Selasa (21/5/2019) malam. 

TRIBUNJATIM.COM - Sejumlah massa yang melancarkan aksinya yang menimbulkan kericuhan pada tengah malam dini hari tadi, Rabu (22/5/2019) berbeda dengan para demonstran yang beraksi di depan Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Pernyataan itu diungkapkan langsung oleh Wiranto yang merupakan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan.

Wiranto menjelaskan aksi demo yang menimbulkan kericuhan tersebut dilakukan oleh sekelompok preman yang bertato.

"Yang menyerang itu preman-preman yang dibayar, bertato," ujar Wiranto dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Rabu.

Aksi 22 Mei, Anies Baswedan Klaim Ada 6 Orang Tewas & 200 Luka, Polisi Ungkap Fakta Lainnya

Diketahui preman-preman bertato tersebut menyerang aparat keamanan termasuk asrama-asrama kepolisian yang dihuni oleh keluarga anggota.

Bahkan Kapolri Jenderal Tito Karnavian menjelaskan kronologi aksi yang terjadi kemarin.

Undang-undang memang membolehkan untuk melakukan kegiatan penyampaian pendapat dengan batas waktu pukul 18.00 WIB di ruang terbuka. Namun polisi memberika diskresi dengan mempersilahkan demonstran untuk berbuka puasa bersama dan shalat maghrib berjamaah.

Demonstran juga melakukan negosiasi dengan pihak kepolisian agar diizinkan melaksanakan shalat isya dan salat Tarawih di depan Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Alhasil, polisi memberikan izin sekali lagi untuk melakukannya dengan catatan massa membubarkan diri setelah itu.

Kelabui Polisi, Para Kiai & Cucu Pendiri NU Nyamar di Juanda Agar Lolos Jakarta: Gak Pakai Atribut

"Pukul 21.30 WIB sudah clear sebetulnya. Tetapi anggota tetap stand by di tempat yang sama. Kira-kira pukul 22.30 WIB atau 23.00 WIB, datang sekelompok pemuda sekitar 300-400 orang mendatangi Bawaslu dari arah Tanah Abang dan langsung melempari anggota," unar Tito.

Lantas, massa tersebut melempari polisi dengan benda berbahaya seperti batu besar, conblock, petasan dan bom molotov.

Namun, respon pertama kali yang dilakukan oleh polisi addalah defensive bertahan.

Polisi dengan kekeuh menegaskan kepada massa yang berada di sana agar membubarkan diri. Kemudian massa memecah konsentrasi agar menyebar ke Tanah Abang dan Kebon Kacang.

Isi Telepon Habibie Saat Jadi Presiden Ingin Temui Soeharto, Terkuak Sebab Soeharto Menolak

Akhirnya, polisi dengan sigap menggunakan gas air mata untuk membuat massa bubar saat itu juga.

"Situasi ini berlanjut sampai pukul 03.00 WIB atau 04.00 WIB. Di tempat lain, rupanya ada kelompok lain yaitu di Petamburan. Petamburan ini ada kelompok anak muda yang menyerang asrama polisi di pinggir jalan sana," kata Tito.

Tito Karnavian menyebut adapun anak muda membakar 25 kendaraan yang ada di depan asrama tersebut.

Sebanyak Rp.6 juta ditemukan polisi dari para provokator yang melakukan aksi kericuhan di depan gedung Bawaslu dan Asrama Brimob Petamburan.

FAKTA BARU Aksi 22 Mei Terbongkar dari Pengakuan Provokator, Dibayar hingga Temuan Uang Rp 6 Juta

Ternyata provokator tersebut mayoritas merupakan anak-anak muda dan mengaku dibayar untuk melakukan aksi demo.

"Yang diamankan ini kita lihat, termasuk yang di depan Bawaslu, ditemukan di mereka amplop berisikan uang totalnya hampir Rp 6 juta," ungkap Kapolri Jenderal Tito Karnavian dalam konferensi pers di Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (22/5/2019).

Untuk diketahui, Kapolri menyebut bahwa uang tersebut dibagi ke beberapa amplop.

“Mereka mengaku ada yang bayar,” ujar Tito.

Kadiv Humas Polri Irjen M. Iqbal mengaku bahwa kericuhan tersebut diduga terjadi setelah pembubaran aksi demonstrasi di depan gedung Bawaslu dipicu oleh massa bayaran.

Ditemukan pula sejumlah amplop berisikan uang dan pihak kepolisian sudah mengamankan amplop beserta uang tersebut.

"Ada juga massa yang masih simpan amplop, uangnya masih ada, dan kami sedang mendalami itu," ujar dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu.

Iqbal menyatakan dengan tegas bahwa para demonstran sejak siang melakukan aksi di depan gedung Bawaslu dan bubar sejak pukul 21.00 WIB seusai menggelar salat Tarawih.

Polisi bahkan menemukan 200 orang yang berkerumun di kawasan asrama Brimob Jalan KS Tubun, Petamburan, Jakarta Barat (Rabu (22/5/2019).

Pun Polisi menduga bahwa massa tersebut bukanlah demonstran di depan gedung Bawaslu.

Namun massa tersebut sudah dipersiapkan sedari awal untuk membuat kerusuhan tadi malam hingga pagi tadi.

"Bahwa peristiwa dini hari tadi adalah bukan massa spontan," ucap Iqbal.

Aksi 22 Mei tersebut akhirnya menciptakan anggapan masyarakat bahwa massa pengunjuk rasa yang menolak hasil Pilpres 2019 merupakan pendukung pasangan calon nomor urut 02, Prabowo-Sandiaga.

Namun Fadli Zon membantah pernyataan tersebut dan mengatakan bahwa pengunjuk rasa merupakan masyarakat umum yang berhak untuk melakukan demonstrasi.

"Saya kira itu masyarakat umum yang mempunyai hak untuk lakukan demonstrasi," ujar Fadli di kediaman pribadi Prabowo, Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan, Rabu (22/5/2019).

Fadli menjelaskan bahwa pengunjuk tidak bisa dicap sebagai pendukung salah satu kubu Pilpres 2019.

Ia bahkan menganggap bahwa demonstran yang melakukan aksi merupakan masyarakat yang peduli terhadap ketidakadilan dan kecurangan selama penyelenggaraan Pilpres 2019.

"Tidak ada label-label itu lagi. Ini masyarakat yang concern, yang peduli dengan ketidakadilan. Jadi itu bagian dari masyarakat yang merasa terpanggil ya," kata Fadli. Selain itu, Fadli membantah adanya mobilisasi dan upaya memfasilitasi massa terkait unjuk rasa tersebut.

Fadli menilai para demonstran merupakan masyarakat yang ingin memprotes hasil pilpres.

"Ini kan tidak dimobilisasi, mereka datang dari mana-mana. Tidak ada pengerahan dalam arti mereka dibiayai, difasilitasi dan sebagainya," kata Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu.

"Mereka merasa terpanggil karena ini menyangkut masa depan bangsa. Mereka memprotes kecurangan-kecurangan yang ada dan itu dijamin oleh konstitusi kita," ujar dia. 

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Wiranto: Yang Menyerang Itu Preman-preman yang Dibayar, Bertato"

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved