Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Aksi 22 Mei

FAKTA Eksekutor Aksi 22 Mei Dibayar Rp 150 Juta, Siapa 4 Pejabat Negara yang Jadi Target Pembunuhan?

Inilah beberapa fakta 6 tersangka pembunuh bayaran dan penyuplai senjata, mulai dari pegang peran yang berbeda hingga temuan rompi anti peluru

Penulis: Elma Gloria Stevani | Editor: Melia Luthfi Husnika
Tangkapan layar KOMPAS TV
Kadiv Humas Polri Irjen Muhammad Iqbal menunjukkan rompi antipeluru yang dimiliki kelompok kepemilikan senjata yang akan digunakan dalam aksi kerusuhan 21 dan 22 Mei dan rencana pembunuhan. Konferensi pers berlangsung di Kemenkopolhukam, Jakarta Pusat, Senin (27/5/2019). 

Kini, pihak kepolisian menyita empat senjata api illegal yang mana dua senpi diantaranya rakitan.

Empat senpi dan amunisi tersebut ditunjukan dalam jumpa pers yang dilakukan Kepala Divisi Humas Polri Irjen M Iqbal dan Wakapuspen TNI Brigjen TNI Tunggul Suropati di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (27/5/2019).

Sementara, salah satu senpi yang disita adalah rakitan laras panjang kaliber 22.

Dalam hal ini, Muhammad Iqbal menuturkan, senpi tersebut diduga akan digunakan eksekutor dari jarak jauh lantaran dilengkapi teleskop.

"Ini ada teleskopnya, diduga kuat memang ingin menghabisi dari jarak jauh. Walaupun rakitan ini efeknya luar biasa," kata Iqbal sambil mengangkat senpi tersebut dikutip dari Kompas.com.

Tiga senpi lainnya, adalah pistol jenis revolver taurus kaliber 38 dan dua box peluru kaliber 38 berjumlah 39 butir.

Kemudian, pistol jenis Major kaliber 52 dan sebuah magazine serta lima butir peluru. Serta senpi laras pendek rakitan kaliber 22.

"Bayangkan jika kami tidak bergerak cepat," kata Iqbal.

Terkait kepemilikan senpi tersebut, Kepolisian menetapkan enam orang sebagai tersangka, yakni HK, AZ, IR, TJ, AD, dan AF.

Menurut Polri, para tersangka awalnya menerima perintah untuk membunuh empat tokoh nasional dan satu pimpinan lembaga survei.

Namun, Kepolisian tidak mau mengungkap identitas kelima orang tersebut.

Selain itu, HK sebagai pemimpin kelompok juga berada di tengah kerumunan massa pendemo saat aksi 21 Mei. Saat itu, ia membawa senpi revolver.

Kepolisian masih mendalami kasus tersebut. Penyidik sudah mengantongi identitas orang yang memerintahkan HK.

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol M Iqbal di jumpa pers di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, pada Senin (27/5/2019).
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol M Iqbal di jumpa pers di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, pada Senin (27/5/2019). (Kompas TV)

Target Ketua Lembaga Survei

Polisi mengungkap adanya kelompok pihak ketiga yang ingin menciptakan martir dalam aksi menolak hasil pilpres pada 22 Mei 2019 di depan gedung Bawaslu RI, Jakarta.

Selain itu, kelompok ini juga diduga berniat melakukan upaya pembunuhan terhadap empat pejabat negara dan seorang pemimpin lembaga survei.

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Muhammad Iqbal menjelaskan, kronologi upaya pembunuhan ini bermula sejak 1 Oktober 2018.

Saat itu, HK mendapat perintah seseorang untuk membeli senjata.

"HK menerima perintah dari seseorang untuk membeli dua pucuk senpi laras pendek di Kalibata. Seseorang ini, pihak kami sudah mengetahui identitasnya. Sedang didalami," kata Iqbal dalam jumpa pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (27/5/2019).

Setelah itu, lanjut M Iqbal, pada 13 Oktober HK menjalankan pemerintah dan membeli senjata api.

Ada empat senjata yang didapat oleh HK dari AF dan AD.

Sebagian senjata itu lalu diserahkan HK kepada dua rekannya, AZ, TJ, dan IR.

Pada 14 Maret, HK mendapat transfer Rp 150 juta. Sebanyak Rp 25 juta ia bagikan kepada TJ.

"TJ diminta membunuh dua tokoh nasional. Saya tak sebutkan di depan publik. Kami TNI Polri sudah paham siapa tokoh nasional tersebut," kata Iqbal seperti dikutip Kompas.com.

Lalu pada 12 April, HK kembali mendapat perintah lagi untuk membunuh dua tokoh nasional lainnya.

"Jadi, ada empat target kelompok ini menghabisi nyawa tokoh nasional," ujarnya.

Saat ditanya apakah tokoh nasional yang dimaksud adalah pejabat negara, Iqbal membenarkan.

"Pejabat negara. Tapi bukan presiden. Tapi bukan kapasitas saya menyampaikan ini. Nanti kalau sudah mengerucut baru dikasih tahu," kata dia.

Selain empat pejabat negara, belakangan HK juga mendapat perintah untuk membunuh seorang pemimpin lembaga survei.

"Terdapat perintah lain melalui tersangka AZ untuk bunuh satu pemimpin lembaga swasta. Lembaga survei. Dan tersangka tersebut sudah beberapa kali menyurvei rumah tokoh tersebut," ujar Iqbal.

Saat ini, HK beserta dua rekannya AZ, TJ dan IR yang mencoba melakukan upaya pembunuhan sudah ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka.

Begitu juga AF dan AD selaku penyuplai senjata.

Namun, otak yang meminta melakukan pembunuhan ini, polisi mengaku masih melakukan pendalaman.

Kronologi yang disampaikan pihak kepolisian dilansir dari Kompas.com:

1 Oktober 2018

Tersangka HK mendapat instruksi dari seseorang yang menerima dua senjata api laras pendek.

Untuk, identitas seseorang ini kini sudah diketahui dan tengah didalami pihak kepolisian.

13 Oktober 2018 

Kemudian, tersangka HK membeli satu pucuk revolver Rp 50 juta dari tersangka AF alias Fifi.

5 Maret 2019

Adapun, tersangka HK kembali membeli senpi dari tersangka AD. Diketahui, satu pucuk senpi ke tersangka AZ.  Dua senjata lainnya diserahkan ke tersangka TJ.

14 Maret 2019

Selanjutnya, tersangka HK menerima uang Rp 150 juta dan tersangka TJ mendapat bagian Rp 25 juta.

Mengenai identitas orang yang memberi uang ini telah diusut dan didalami polisi.

Sementara, tersangka TJ diminta membunuh dua orang pejabat negara.

Namun, nama-nama pejabat yang menjadi target pembunuhan masih dirahasiakan pihak kepolisian.

12 April 2019

Tersangka HK mendapat perintah kembali untuk membunuh dua pejabat negara lainnya.

Kelompok ini menargetkan 4 pejabat untuk dibunuh. Sekitar April 2019, selain membuat perencanaan untuk membunuh empat pejabat negara, ada pula perintah lain melalui tersangka AZ untuk membunuh pimpinan satu lembaga survei.

Untuk diketahui, tersangka AZ sempat beberapa kali melakukan survei ke rumahnya.

Dengan demikian, tersangka AZ memerintahkan tersangka IF melakukan eksekusi dengan imbalan Rp 5 juta.

21 Mei 2019

Bersama timnya, tersangka HK membawa senjata turun bercampur dengan massa aksi di depan Gedung Bawaslu.

Kala itu, mereka melancarkan upayanya melakukan pembunuhan terhadap sejumlah peserta aksi yang akan dijadikan martir untuk membakar amarah massa.

Bagaimanapun juga, polisi akan terus mengusut apakah delapan orang yang tewas merupakan korban dari aksi kelompok ini.

Artikel ini telah tayang di Tribunjakarta.com dengan judul Pembunuh Bayaran di Aksi 22 Mei Dapat Transfer Rp150 Juta, Ini Sederet Faktanya

Sumber: Tribun Jakarta
Halaman 4 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved