7 Dugaan Kecurangan Jokowi-Ma'ruf Dibongkar Tim Prabowo-Sandi, Harta Jokowi hingga Buzzer Polisi
Tim Hukum Prabowo Sandi bongkar dugaan 7 kecurangan Jokowi-Ma'ruf dalam penyelenggaraan Pilpres 2019 kali ini, apa saja pelanggarannya?
Penulis: Elma Gloria Stevani | Editor: Januar
TRIBUNJATIM.COM - Bambang Widjojanto yang merupakan Ketua Tim Hukum pasangan calon 02 membongkar 7 kecurangan dan penyalahgunaan jabatan yang diduga dilakukan pasangan calon nomor 01 saat sidang sengketa Pilpres 2019 yang digelar pertama kalinya di Mahkamah Konstitusi Jumat (14/6/2019).
Ketua Tim Kuasa Hukum pasangan calon 02, Bambang Widjojanto beserta seluruh anggota timnya memaparkan gugatan sebagai pemohon di hadapan 9 hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dan para termohon, pihak terkait dan Bawaslu dalam sidang sengketa Pilpres 2019.
Bambang Widjojanto, Denny Indrayana dan tim mewakili Pasangan Calon atau Paslon 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno (Prabowo-Sandi) mengungkapkan sejumlah fakta kecurangan dan berharap mahkamah mendiskualifikasi pasangan Joko Widodo-KH Maruf Amin atau menggelar Pilpres ulang.
• Tak Digubris Tien Soeharto, Ucapan Peramal Ini Terbukti saat Soeharto Terpilih Jadi Presiden
Dalam sidang yang berlangsung selama 4 jam tersebut, kuasa hukum 02 membongkar setiap kecurangan, penyimpangan, kejanggalan, pelanggaran dan penyalahgunaan jabatan yang telah dilakukan Pasangan Calon 01 selama Pilpres 2019.
Berikut daftar dugaan pelanggaran, kejanggalan, atau kecurangan sistematis Pilpres 2019 yang dibongkar kuasa hukum Paslon 02 pada sidang sengketa Pilpres 2019 yang pertama kali digelar.
1. Bongkar Kejanggalan Harta Jokowi
Dalam sidang pendahuluan dan sidang perdana sengketa Pilpres 2019, Bambang Widjojanto mempermasalahkan sumber dana kampanye pasangan calon 01, yakni pasangan Joko Widodo-KH Maruf Amin (Jokowi-Amin).
“Ada juga informasi mengenai terkait sumbangan dana kampanye, kami memeriksa laporan LHKPN Ir Joko Widodo yang diumumkan KPU 12 April 2019,” kata Bambang Widjojanto.
Ditambah lagi, Bambang menjelaskan adanya laporan LHKPN milik Joko Widodo (Jokowi) yang didapatkannya jumlah kekayaan Jokowi mencapai sekitar Rp 50 miliar.
Sedangkan, harta Jokowi dalam bentuk kasnya hanya sekitar Rp 6 miliar.
Kemudian, Bambang melanjutkan, pada tanggal 25 April 2019, KPU mengumumkan jika sumbangan pribadi Jokowi mencapai Rp19,5 miliar.
Bambang Widjojanto mengungkap kejanggalan dana kampanye Jokowi dari dana kas pribadi Jokowi yang dimiliki hanya Rp 6 miliar, tetapi sumbangannya mencapai Rp 19,5 miliar.
“Dalam waktu 13 hari ketika diumumkan jumlah setara kas Capres Joko Widodo beradasarkan LHKPN ternyata tanggal 25 April sudah keluarkan uang Rp19 miliar,” ujar mantan komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu.

2. Sumbangan Dana Kampanye Jokowi-Amin
Tak hanya mempermasalahkan sumbangan pribadi, Bambang Widjojanto juga mempermasalahkan sumbangan kelompok dari Paslon Capres Cawapres 01.
Adapun 2 indikasi yang dijelaskan Bambang Widjojanto yaitu pelanggaran dalam pemberian dana sumbangan kelompok.
Dan ternyata, dana sumbangan kelompok itu kata Bambang berasal dari 2 kelompok Golf yakni Golfer TRG dan Golfer TBIG.
“Sumbangan kelompok Golfer tersebut diduga mengakomadasi penyumbang yang melebihi batas kampanye dan teknik penyamaran sumber asli dana kampanye yang diduga umum dalam pemilu,” jelas Bambang.
Sehingga, tuduhan Bambang ini berdasarkan hasil investigasi Indonesian Corruption Watch (ICW).
Saat diselidiki oleh Bambang Widjojanto, dana sumbangan Rp 33 Miliyar berasal dari satu sumber yang sama.
Pernyataan itu berdasarkan NPWP yang sama dari laporan dana kampanye dan NIK dari penyumbang berbeda.
Sehingga Bambang Widjojanto mengambil kesimpulan dugaan penyamaran dari kejanggalan identitas tersebut.
“Ada sumbangan Rp33 Miliyar yang terdiri dari kelompok tertentu, begitu dilacak memiliki NPWP kelompok identitas sama, bukankah ini penyamaran?” tegas Bambang.
Bilamana hal tersebut benar adanya kata Bambang, maka Paslon 01 melanggar kententuan UU Pemilu yang hanya membatasi sumbangan kelompok sebesar Rp 25 miliar.
“Ada NIK berbeda dari NPWP sama, patut diduga ada ketidakjelasan dana kampanye dari ketiga sumbangan dana tersebut,” tandasnya.
3. Penyalahgunaan APBN
Adapula indikasi money politik dalam Pilpres 2019 yang dirancang secara sistematis oleh pihak 01.
Dengan menyebut gaji ke-13 dan kenaikan gaji PNS yang diusulkan petahana, Bambang Widjojanto mengatakan itu adalah wujud nyata dari kecurangan Pilpres 2019 yang dilakukan petahana.
“Jika gaji bukanlah kebijakan jangka panjang pemerintahan tapi jangka pendek pragmatis dari Capres Joko Widodo sebagai petahana untuk pengaruhi penerima manfaat dari penerima gaji tersebut yaitu para pemilih Pilpres dan keluarganya,” kata Bambang dalam sidang.
4. Penyalahgunaan birokrasi dan BUMN
Kemudian, poin kedua menyatakan kecurangan Terstruktur, Sistematis dan Masif (TSM) yang ditujukan pada Paslon 02 ialah adanya penyalahgunaan birokrasi dan BUMN.
Dalam sidang perdana Jumat (14/6/2019) lalu Bambang Widjojanto mengaku ada beberapa kabinet Presiden sekaligus petahana Jokowi aktif dalam mengkampanyekan Capres 01. Semisal saat Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo yang meminta ASN untuk masif menginfokan program-program petahana.
5. Ketidaknetralan Aparat
Denny Indrayana selaku Tim Kuasa Hukum Jokowi-Ma’ruf tak ketinggalan menyampaikan pendapatnya dan menyebut, Polri membentuk tim buzzer di media sosial yang mendukung pasangan calon (paslon) nomor urut 01 dalam sidang di Mahkamah Konstitusi.
Denny menyebut hal tersebut terlihat dari bocoran informasi yang diungkap oleh akun twitter @Opposite6890.
Dikatakan oleh Denny bahwa akun tersebut mengunggah beberapa video dengan narasi 'Polisi membentuk tim buzzer 100 orang per Polres di seluruh Indonesia yang terorganisir dari Polres hingga Mabes'.
Untuk akun induk buzzer Polisi bernama 'Alumni Shambar', Denny mengatakan beralamat di Mabes Polri.
Selain itu, akun Instagram @AlumniShambar juga hanya memfollow akun Instagram milik Presiden Jokowi.

6. Pembatasan Media dan Pers
Tim hukum Prabowo-Sandi, Teuku Nasrullah dalam persidangan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (14/6/2019) menyebut media kritis dibungkam, sementara media yang pemiliknya berafiliasi kepada kekuasaan, dijadikan media propaganda untuk kepentingan kekuasaan.
Nasrullah mengatakan, pada kenyataannya, dalam Pilpres 2019 akses kepada media tidak seimbang antara paslon 01 dengan paslon 02.
"Sudah menjadi rahasia umum bahwa terdapat paling tidak 3 bos media besar yang menjadi bagian dari tim pemenangan paslon 01, yaitu Surya Paloh yang membawahi Media Group, Hary Tanoe pemilik group MNC dan Erick Thohir pemilik Mahaka Group," kata Nasrullah.
7. Diskriminasi dan penyalahgunaan hukum
BPN merasa ada diskriminasi dalam perlakuan para penegak hukum terhadap kedua paslon. Penegak hukum disebut bersikap tebang pilih dengan tegas kepada pihak Prabowo - Sandi dan tumpul ke Jokowi - Maruf Amin.
"Perbedaan perlakuan penegakan hukum yang demikian di samping merusak prinsip dasar hukum yang berkeadilan tetapi juga melanggar HAM, tindakan sewenang-wenang," isi gugatan itu.
Ada beberapa bukti yang diajukan BPN dalam poin tuduhan ini. Misalnya ketika Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berpose dua jari dalam acara Partai Gerindra.
Tindakan Anies dinilai melanggar UU Pemilu dan menguntungkan salah satu paslon.
Namun sebelumnya terjadi kasus dua menteri Jokowi, Luhut Binsar Panjaitan dan Sri Mulyani, berpose satu jari. Bawaslu memutuskan kejadian itu bukan termasuk pelanggaran pemilu.
BPN menulis contoh diskriminasi lain terjadi dalam bentuk kriminalisasi kepada pendukung paslon 02 dari mulai ulama hingga artis.
Artikel ini telah tayang di tribunkaltim.co dengan judul Ini 7 Daftar Kecurangan Pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin yang Dibongkar Tim Hukum Prabowo-Sandi