Cerita Mahasiswi Semarang Bersalaman dengan Paus Fransiskus, Minta Didoakan untuk Diri dan Bangsanya
Ada cerita dibalik foto viral wanita berhijab dari Semarang bersalaman dengan Paus Fransiskus
Penulis: Elma Gloria Stevani | Editor: Melia Luthfi Husnika
TRIBUNJATIM.COM - Dewi Praswida kini mampu meraih mimpinya untuk bertemu dengan seorang tokoh yang berpengaruh di dunia.
Dewi yang lahir di Kota Semarang, Jawa Tengah ini tak pernah menyangka dirinya boleh bertemu dengan Pemimpin Gereja Katolik Roma Paus Fransiskus, salah satu tokoh berpengaruh di dunia, terutama bagi umat Katolik.
Ya, perempuan berhijab itu mendapat kesempatan untuk bertemu dengan sang tokoh dan pertemuan itu menghasilkan kesan yang luar biasa baginya.
• VIRAL Emak-emak dan Mbak-mbak Adu Nyolot di Stasiun MRT saat Nonton Tompi dan Glenn Fredly
"Kesannya luar biasa. Saya hanya orang kampung dan bukan siapa-siapa, tapi bertemu dan berjabat tangan dengan pemimpin umat Katolik Roma seluruh dunia. Jangankan ketemu Paus, mimpi ke Vatikan saja tidak," ujar mahasiswa Pascasarjana Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang, itu, Selasa (2/7/2019).
Inilah kali kedua bagi perepuan bernama lengkap Dewi Kartika Maharani Praswida untuk bertemu kembali dengan Paus.
Sebelumnya, Dewi sempat bertemu Paus pada bulan Maret 2018 saat acara pre sinode meeting orang muda seluruh dunia di Vatikan, Roma.
Tentu pada pertemuan pertamanya, ia mengaku bangga dapat melihat Paus secara langsung.
Namun, saat itu ia tidak memiliki dokumentasi foto ataupun video yang seharusnya mengabadikan momen langka pertemuan dirinya dengan Paus.
Hingga untuk pertemuan kedua kalinya, ia tidak lagi menyia-nyiakan kesempatan untuk lebih dekat dengan Paus.
• Osvaldo Haay Punya Tiga Cedera Jelang Lawan Persib Bandung, Mengaku Menahan Sakit Sebelumnya
Dewi mendapatkan sebuah kesempatan lagi untuk kembali ke Vatikan atas rekomendasi Keuskupan Agung Semarang, ia mempersiapkan segala hal, terutama bahasa.
"Pertemuan kedua (dengan Paus) hari Rabu, tanggal 26 Juni 2019, di St Peter Square, Vatikan, Roma, Italia. Pertemuan itu terjadi saat studi saya berakhir," ujar gadis yang tumbuh dan besar di Kabupaten Wonogiri ini.
Beasiswa dari Vatikan
Dalam pertemuannya kali ini, Dewi mengaku sangat bahagia karena Dewi lah satu satunya yang berekesempatan untuk bersalaman dengan Paus sekaligus memperkenalkan diri.
Ternyata kesempatan ke Vatikan untuk kedua kali berasal dari beasiswa Pemerintah Vatikan melalui Dewan Kepausan.
Di sana, ia belajar dialog lintas agama di Roma dan Vatikan selama enam bulan.
"Saya saja yang salaman kala itu. Saya perkenalkan diri saya kepada Paus dan saya minta beliau doakan untuk saya dan untuk perdamaian dunia. Ini bukan kali pertama saya berjabat tangan dengan beliau, ini yang kedua,” katanya.
Tak tanggung-tanggung Dewi memperkenalkan dirinya sebagai Muslim yang berasal dari Indonesia..
• Fakta Guru Honorer Pencuri 17 Komputer di Surabaya, Sudah Mengajar 15 Tahun hingga Dipanggil Dindik
"Beliau (Paus) katakan iya dan akan mendoakan. Dalam perkenalan, saya katakan bahwa saya Muslim dari Indonesia," ujarnya.
"Kesan bertemu kedua, saya lebih berbahagia lagi karena untuk kedua kali juga saya bisa sedikit menyampaikan sesuatu. Saya merasa mendapat berkah luar biasa ketika didoakan," ujarnya.
Dialog Lintas Agama

Dilansir dari VOA, Dewi menjelaskan, bahwa pertemuannya dengan Paus Fransiskus membuat dirinya semakin bahwa Indonesia adalah negara yang mencintai kedamaian.
Menurut Dewi, dialog lintas agama bukan sekadar berkumpul dan mengobrol, melainkan hidup bersama saling menghargai tanpa mempermasalahkan latar belakang agama dan perbedaan iman bukan sekat untuk saling bersaudara.
"Indonesia itu, meski saya masih muda, saya yakin aslinya adalah akur dan rukun," ujarnya.
Dilansir dari VOA, Dewi tidak menyangka jika pertemuannya dengan Paus Fransiskus akan mendunia.
Dewi Praswida menyebut, sudah pernah bertemu Paus Fransiskus tahun lalu dalam sebuah pertemuan orang muda sedunia di Vatikan.
Namun, pertemuannya kali ini begitu berkesan, lantaran mampu membuka matanya tentang pentingnya dialog lintas agama saat ini.
Dewi yang baru saja menyelesaikan program beasiswa dari Nostra Aetate Foundation mendapat semacam tiket untuk bisa datang ke pertemuan dengan Paus beberapa jam sebelum acara itu.
“Saya presentasi terakhir di Dewan Kepausan Untuk Dialog Lintas Agama hari Selasa (25/6), ini bagian tugas akhir masa studi saya.
Hingga setelah makan siang, tiket untuk bertemu Paus belum juga dikirim ke kantor Dewan Kepausan.
Karena selepas makan siang dan kantor tutup jam 5 maka harapan bertemu Paus sangat sedikit. Jadi setelah makan siang, saya putuskan pulang naik bis, eh ternyata di tengah perjalanan Romo Markus WA saya bahwa tiketnya datang. Saya bersyukur sekali,” ujar Dewi.
Untuk bisa berkomunikasi dengan Paus, sejak malam Dewi sudah mempersiapkan dirinya dengan berlatih menghafal apa yang akan disampaikannya kepada Paus dalam bahasa Italia.
“Sebenarnya hafalan dalam bahasa Italia yang sudah saya siapkan itu isinya adalah mengucapkan terima kasih karena mendapatkan beasiswa dari pemerintah Vatikan.
Dalam pesannya kepada Paus, Dewi seharusnya mengucapkan agar Paus tetap semangat membangun dialog lintas agama.
Sayangnya, saat bertemu Paus yang keluar dari mulutnya justru justru bahasa Inggris : “Saya Dewi, Muslim dari Indonesia, tolong doakan saya dan perdamaian di Indonesia.”
"Tetapi entah mengapa begitu bertemu, saya terkesima dan semua itu tidak keluar. hehehehe..
Dan Paus menjawab pelan-pelan dalam bahasa Inggris “ya tentu saya doakan,” papar Dewi selanjutnya.
Foto Dewi, yang dengan dua tangan menggenggam erat tangan Paus dalam pertemuan hari Rabu (26/6) lalu, mendunia.
Ia dinilai benar-benar mewakili dialog lintas agama yang ditekuninya sejak bergabung bersama jaringan Gusdurian dan kelompok persaudaraan lintas agama beberapa tahun terakhir ini.
‘’Saya mengikuti jaringan Gusdurian dan persaudaraan lintas agama karena saya melihat Indonesia yang tadinya beragam, akhir-akhir ini sedikit berubah.
Ada pihak yang selalu merasa dirinya paling benar.
Nah saya jadi tertarik ingin membangun jembatan," ujarnya.
"Mungkin niat saya terlalu ketinggian yaa, tapi saya ingin sekali mengurangi kecurigaan-kecurigaan yang akhirnya membuat orang mudah menghakimi dan berujung pada kebencian,” dia menambahkan.
Selepas menyelesaikan pendidikan strata satu di Universitas Negeri Semarang, Dewi melanjutkan pendidikan strata dua di Unika Soegijapranata di kota yang sama.
Meskipun fokus studinya pada isu lingkungan dan perkotaan, Dewi tertarik mempelajari lebih jauh tentang dialog lintas agama.
Berbekal rekomendasi dari Keuskupan Agung Semarang dan Konferensi Waligereja Indonesia WKI, ia mengajukan permohonan beasiswa ke Nostra Aetate Foundation di Vatikan.
Kondisi di Indonesia Beberapa Tahun Terakhir, Picu Ketertarikan Studi Lintas Agama
Selama kurang lebih enam bulan, sejak Februari lalu, Dewi belajar tentang berbagai hal terkait studi lintas agama.
“Beasiswa itu fokus untuk dialog lintas agama, tetapi kita diberi keleluasaan untuk mengambil mata kuliah tersendiri.
Saya memilih mata kuliah seperti Sejarah Agama-agama Besar Dunia, Theology in Contrast – yang mempelajari perbedaan pandangan melihat satu peristiwa dari agama berbeda, misalnya soal turunnya wahyu yang dikaji dari sudut pandang Islam dan Kristen.
Ini menarik bagi saya dan banyak hal baru yang saya pelajari.
Karena difasilitasi oleh pemberi beasiswa dan di sana itu pusat Katholik dunia, maka saya juga tertarik ambil mata kuliah yang berkaitan dengan keKhatolikan.
Saya ingin sekali mengetahui persis pandangan mereka sehingga dapat menepis kecurigaan yang sering ada dari masing-masing kalangan.”
Diwawancarai VOA Minggu malam (30/6), sehari setelah tiba di tanah air, Dewi mengisahkan bagaimana ia kerap belajar satu kelas dengan sejumlah pastur dan suster Katholik, yang akhirnya justru menjadi teman baiknya.
“Nah ada satu kelas di Theology in Contrast di mana semuanya pastur dan hanya ada tiga perempuan, di mana dua orang diantaranya adalah suster dan satunya yaa saya!
Bahkan pernah pada suatu hari kedua teman suster saya tidak hadir dan saya sendirian di kelas, diantara teman-teman pastur yang semuanya berjubah hitam.
Tetapi mereka semua sangat baik pada saya.
Jadi saya menilai mereka sebagai teman kuliah, yang hanya saja mengenakan seragam berbeda. Itu saja.”
Tak Sedikit yang Mengkritisi Studi & Pertemuan dengan Paus
Dewi menyadari bahwa tidak semua orang dapat memahami pilihan studi yang ditekuninya. Apalagi setelah kemudian foto pertemuannya dengan Paus Fransiskus mendunia.
Ia menyampaikan hal itu dengan lirih pada VOA.
“Memang ada orang-orang yang curiga, lalu menuduh dan menilai saya sudah dikristenisasi. Ada juga yang mengkritisi karena saya salaman dengan yang bukan muhrim.
Saya sebenarnya ingin meluruskan mereka, menjawab hal itu dengan apa yang saya tahu dan pelajari.
Tapi saya tidak ingin bertengkar dengan teman karena bisa jadi perselisihan panjang, mereka lebih ngeyel. Saya tidak ingin begitu, jadi saya biarkan saja.”
Dalam konteks itu, bagaimana kita bisa menjadi jembatan dan membangun dialog ketika tahu persis pandangan kita bakal memicu perdebatan panjang?
“Saya tunjukkan saja bahwa pertemanan saya dengan orang Kristen atau agama apapun, tidak akan menggoyahkan keimanan saya pada Islam.
Menurut saya dengan menunjukkan hal itu jauh lebih efektif dibanding saya berusaha menjelaskan panjang lebar dan akhirnya berujung jadi perselisihan.
Dengan demikian kita bisa menunjukkan bahwa perbedaan iman bukan sekat untuk bersaudara,” pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Cerita di Balik Foto Viral Wanita Berhijab dari Semarang Bersalaman dengan Paus Fransiskus"