Liponsos Keputih Surabaya Overload, harusnya Cuman 600, Tapi Dihuni 1.073 orang
Liponsos Keputih Surabaya saat ini dipenuhi oleh 1.073 orang penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS).
Penulis: Nuraini Faiq | Editor: Yoni Iskandar
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Liponsos Keputih Surabaya saat ini dipenuhi oleh 1.073 orang penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS).
Penyandang masalah sosial itu memenuhi setiap barak yang berada di komplek Liponsos milik Pemkot Surabaya ini.
"Jumlah ini sudah berkurang dari sebelumnya mencapai 1.600 orang. Idealnya Liponsos ini cukup dihuni 600 orang. Berapa pun itu, kami tetap menampung mereka," kata Kepala Dinsos Surabaya Supomo," kata Kepala Dinas Sosial Surabaya Supomo, Rabu (31/7/2019).
Pihaknya tidak berani menolak jika ada PMKS dikirim ke Liponsos. Apalagi selama ini Surabaya dikenal dengan kota steril dari anak jalanan, gelandangan, pangamen, hingga orang gila. Bahkan PSK juga ditertibkan dan dikirim ke Liponsos.
Supomo mengakui bahwa jumlah seribu lebih penghuni Liponsos Keputih itu terhiting memenuhi kapasitas atau Overload. Idealnya dengan luasan lahan 1,5 hekte dan lima barak dengan masing-masing empat bangunan itu idealnya cukup dihuni 600 penghuni.
Sebagai gambaran, saat ini sebanyak 1.073 penyandang masalah sosial itu tersebar di lima barak. Paling banyak adalah Barak A yang diperuntukkan bagi orang dengan gangguan jiwa (OGDJ). Ada sebanyak 824 dipaksa menempati barak khusus itu.
• Sudah Punya Lima Istri, Pria di Lumajang Tega Nodai Anak Kandungnya Selama 5 tahun
• Pemilik Warung di Malang Rugi Sekitar RP 10 Juta, Warungnya yang Tutup Dipakai Bikin Order Fiktif
• Dekati Idul Adha, Pasar Hewan Masih Lesu, Pedagang Sapi di Jombang Mengeluh
Mereka tidur di selasar tanpa kamar dan tempat tidur. Di Barak A ini adalah khusus para orang depresi atau gila. Biasanya hasil operasi Satpol PP. Ada pula yang kiriman dari keluarga. Sebab OGDJ bisa membahayakan keluarga kalau tidak ditampung.
"Ya tidurnya di karpet gitu. Tapi semua kita perhatikan kondisi kesehatan baik fisik maupun mental mereka. Rutin dicek dokter setiap hari," kata Kepala UPT Liponsos Keputih Sugianto kepada Tribunjatim.com.
UPT Liponsos Keputih adalah tempat penampungan sekaligus rehabilitasi bagi penyandang masalah sosial. Selain kiriman dari daerah lain, penghuni Liponsos ini adalah hasil razia Satpol PP atas penertiban masalah sosial di Surabaya.
Liponsos ini melayani dan menampung berbagai orang yang tengah menyandang masalah sosial. Selain ODGS, ada juga lansia, gepeng, anjal, hingga PSK. Rata-rata mereka adalah hasil penertiban dan razia Satpol PP.
Saat ini mereka ditampung, dirawat, dan dicukupi makanannya hingga berhak atas pelatihan khusus. Namun dari seribuan lebih penghuni itu ternyata Liponsos hanya memiliki 5 tenaga reguler yang berstatus PNS.
Karena makin hari makin banyak penghuni Liponsos, Dinsos pun merekrut tenaga kontrak. Mereka bekerja mulai jadi tukang kebersihan, penjaga Liponsos, perawat, hingga keamanan.
Kadinsos Supomo menjelaskan bahwa saat ini pihaknya harus mengerahkan sebanyak 126 petugas. Lima di antaranya adalah petugas tetap dengan status PNS. Sebanyak 121 lainnya adalah tenaga kontrak.
Selain mereka ada dua dokter umum yang rutin mengecek kondisi fisik penghuni. Selain itu ada kunjungan dokter kejiwaan juga yang dikirim dari RSJ Menur.
Sejauh ini memang diakui perlu kerja ekstra mengingat jumlah penghuni Liponsos yang membeludak. "Namun sejauh ini kami masih siap menjaga dan merawat mereka. Namun yang rentan adalah masalah keamanan dengan jumlah penghuni begitu banyak," kata Sugianto.
Pulangkan 294 Penghuni
Dengan penanganan serius di Liponsos Keputih, Dinsos Kota Surabaya rutin memulangkan penghuni Liponsos ke daerah asalnya. Selama tahun 2019 hingga Bulan Juni, sebanyak 294 PMKS sudah berhak pulang.
Kepala Dinas Sosisal Surabaya Supomo mengatakan setiap bulannya pasti ada PMKS yang dipulangkan karena memang sudah dinyatakan sembuh.
Pada Bulan Januari 2019, ada 20 PMKS yang dipulangkan, Februari ada 51 PMKS, Maret ada 61 PMKS, April ada 38 PMKS, Mei ada 42 PMKS, Juni ada 82 PMKS.
Menurut Supomo, para PMKS yang dinyatakan sembuh dan diperbolehkan pulang itu akan diantar oleh relawan Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK). Para relawan ini akan mengantarkan PMKS itu hingga sampai ke “tangan” keluarganya masing-masing, sehingga tidak dibiarkan terlantar sendirian.
Karenanya, banyak cerita tak terduga yang dirasakan dan dialami oleh para TKSK ini. Bahkan, ada cerita ketika mengantarkan pulang ke rumahnya, ternyata pihak keluarga sedang menggelar pengajian 1.000 harinya si PMKS ini, mereka pun kaget.
“Dikira yang bersangkutan sudah meninggal. Banyak cerita-cerita mengharukan yang dialami oleh teman-teman TKSK ini,” kata Wiji, relawan kepada Tribunjatim.com.
Ternyata pemulangan itu diikuti PMKS baru yang berdatangan. Meskipun selalu rutin dipulangkan, tapi sampai saat ini penghuni Liponsos masih sangat banyak.
Sebagian besar dari mereka bukan asli Surabaya. Ada dari luar kota Jatim, Jateng bahkan luar pulau, seperti ada yang dari Aceh, Nusa Tenggara Timur (NTT), Papua, Sumatera dan Bengkulu.
“Kita kerjasama dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil; (Dispendukcapil) untuk membantu menemukan identitas pasien. Kita gunakan finger print untuk mencari data para PMKS yang sudah masuk ke Liponsos,” kata Supomo.
Dari data finger print itu, beberapa diantara PMKS itu diketahui alamatnya, sehingga apabila sudah sinyatakan sembuh oleh tim dokter, bisa lebih gampang untuk memulangkannya. (Faiq/Tribunjatim.com)