Kilas Balik
Pengakuan Ajudan Soal Firasat Jenderal Korban PKI, Ruang ber-AC Jadi Panas & Marah Soal Mesin Ketik
Ternyata inilah firasat yang muncul menjelang kematian sang jenderal akibat jadi korban PKI di malam nahas itu
Penulis: Januar AS | Editor: Melia Luthfi Husnika
Pengakuan Ajudan Soal Firasat Jenderal Korban PKI, Ruang ber-AC Jadi Panas & Marah Soal Mesin Ketik
TRIBUNJATIM.COM - Ajudan seorang jenderal korban G30S/PKI ternyata pernah memiliki firasat terkait peristiwa malam nahas itu.
Peristiwa G30S/PKI memang menjadi sejarah kelam bagi bangsa Indonesia.
Peristiwa yang terjadi pada 30 September 1965 itu, telah memakan korban 7 jenderal TNI AD.
Satu di antaranya adalah Mayjend Sutojo.
Terkait peristiwa itu, Letda Sutarno yang merupakan ajudan Mayjend Sutojo, pernah menceritakannya.
• Pengakuan Sebenarnya Dokter yang Otopsi Jasad Para Korban G30S/PKI, Tak Seperti yang Diberitakan
Cerita itu kemudian ditulis oleh Nani Nurrachman Sutojo dalam bukunya, "Saya, Ayah, Dan Tragedi 1965".
Nani Nurrachman Sutojo merupakan anak dari Mayjend Sutojo.
Menurut Nani, sebelum terjadinya peristiwa nahas itu, Sutarno mengaku Mayjend Sutojo sebenarnya sudah merasakan firasat.
Saat itu, Mayjend Sutarjo terlihat mondar-mandir di ruang kerjanya.
Saat ditanya, Mayjend Sutojo mengaku mengeluhkan udara di ruang kerjanya yang panas.
"Sementara di ruang ajudannya justru sangat sejuk," tulis Nani yang menirukan ucapan Nani Nurrochman.
Tentu saja hal itu membuat sang ajudan Mayjend Sutojo merasa bingung.
Sebab, bagaimana mungkin ruang kerja sang atasan yang sudah ber-AC, justru malah merasa panas?
"Beberapa hari setelah kejadian, Pak Sutarno baru memahami, ayah diberi firasat akan pergi untuk selamanya," ujar Nani.
• Kalimat Soeharto ke Soekarno sebelum Jatuh ini Terbukti saat G30S/PKI Terjadi, Awalnya Tak Digubris
Nani mengungkapkan, beberapa hari sebelumnya dia dan sang ayah memang sempat bertengkar.
Penyebabnya, pada suatu saat Mayjend Sutojo menemukan mesin tiknya dalam kondisi tidak tertutup.
Padahal, biasanya apabila tidak sedang digunakan, mesin tik tersebut dalam keadaan tertutup kain.
Mayjend Sutojo kemudian memarahi Nani karena menganggap sang anak yang telah membersihkannya, dan ceroboh tidak menutup lagi.
Nani Nurrachman Sutojo yang merasa tidak melakukannya, tidak terima atas tuduhan sang ayah tersebut.
Akibatnya, mereka pun jarang berbicara.
Hingga pada tanggal 30 September 1965 sore, Mayjend Sutojo pulang ke rumah.
Kepulangan Mayjend Sutojo ke rumah hanya untuk mandi, dan istirahat sejenak saja.
Sebab, saat itu akan ada rapat raksasa di Istora Senayan, dan Presiden Soekarno akan berpidato.
Tak banyak kata yang diucapkan Mayjend Sutojo saat di rumahnya, termasuk kepada Nani.
Ketika itu Mayjend Sutojo hanya melambaikan tangan sambil memutar badan ke belakang sedikit.
"Sudah ya Nan, Papap (panggilan Nani untuk Sutojo) pergi dulu," ucapnya.