Istri Gus Dur Sinta Nuriyah Dapat Gelar Doktor HC dari UIN Sunan Kalijaga, 30 Tahun Sahur Keliling
UIN Kalijaga Yogyakarta menganugerahkan gelar Doktor Honoris Causa (HC) bidang sosiologi pada mantan Ibu Negara Sinta Nuriyah.
Penulis: Fatimatuz Zahroh | Editor: Adi Sasono
TRIBUNJATIM.COM, YOGYAKARTA - UIN Kalijaga Yogyakarta menganugerahkan gelar Doktor Honoris Causa (HC) pada mantan Ibu Negara Sinta Nuriyah.
Istri mendiang Presiden ke-4 KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur itu dianggap berjasa besar menyemai kebhinekaan dan solidaritas kemanusiaan.
Penganugerahan gelar Doktor HC bidang sosiologi itu dilakukan melalui rapat senat terbuka UIN Kalijaga, Rabu (18/12/2019).
Sebagai istri seorang presiden dan demokrat, Sinta Nuriyah juga dikenal sebagai aktivis hak perempuan, advokasi perempuan korban kekerasan seksual.
Perempuan kelahiran Jombang, 8 Maret 1948 ini, juga dikenal lewat kiprahnya memperjuangkan pluralisme dan penganjur gagasan perdamaian dan persatuan.
Dalam acara itu, Sinta didampingi putri putrinya, termasuk Yenny Wahid.
Sejumlah tokoh hadir dalam acara penganugerahan itu, antara lain Menkopolhukam Machfud MD, mantan Menteri Agama Lukman Hakim Syaifuddin, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa.
Dalam acara itu, Sinta menyampaikan pidato ilmiah Inklusi Dalam Solidaritas Kemanusiaan, Pengalaman Spiritualitas Perempuan dalam Kebhinekaan.
Dalam pidato itu, Sinta menekankan pentingnya persatuan, kesetaraan gender, dan kebutuhan inklusifitas dalam segala lini kehidupan masyarakat.
Ia menyampaikan apa yang ia lakukan selama 19 tahun belakangan dalam menyemai persatuan, pluralisme dan nilai-nilai kebhinekaan.
Kegiatan yang rutin ia lakukan tersebut itu adalah sahur keliling selama bulan suci Ramadan bersama lintas elemen umat beragama.
"Pluralisme adalah kata singkat yang menjelaskan bahwa religiusitas senantiasa mewarnai kehidupan keberagaman Indonesia.
Maka terbersit pemikiran saya, bagaimana saat bulan Ramadan dilakukan gerakan keagamaan yang bebas dari sekat ekonomi, politik menuju persaudaraan sejati," kata alumnus santri Ponpes Bahrul Ulum Tambak Beras Jombang ini.
Maka gerakan Sahur Keliling itu digagas di tahun 1998 dengan mengundang masyarakat lintas agama.
Dan ia bersyukur bahwa banyak yang menyambut antusias.
Terutama dari agama Konghuchu, dan perwakilan agama yang lain hingga program Sahur Keliling ini berhasil dilaksanakan mulai tahun 2000 atau hampir 30 tahun lalu.
Sasaran kegiatan ini adalah kaum dhuafa, kaum marjinal, tukang becak, pengamen, pemulung dan sebagainya.
Pelaksanaannya juga tidak ditempat yang mentereng dan terang benderang, melainkan di tempat mereka berada, seperti di kolong jembatan, di dekat terminal atau stasiun, di tengah pasar, di lokasi bencana dan sebagainya.
Serta juga dilakukan di halaman masjid, halaman kelenteng dan juga gereja.
Tujuannya adalah untuk mengajak mereka melaksanakan perintah Allah, menunaikan ibadah puasa di bulan suci Ramadan dengan sebaik-baiknya.
Turut digaungkan, puasa bukan hanya rutinitas keagamaan tahunan, tetapi didalamnya banyak terkandung pesan moral serta ajaran nilai nilai luhur yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Seperti jujur, sabar, sederhana, kasih sayang, keprihatinan,harapan, keuletan hidup dan lain-lain.
Karena itu, puasa seharusnya mampu mengubah perilaku, gaya hidup serta pola pikir pelakunya ke arah yang lebih baik dan lebih positif dan penuh harapan, karena implikasi dari penyucian jiwa itu, arahnya pada tindakan sosial seperti kasih sayang, tidak arogan, toleran, solider dan berempati kepada yang menderita.
"Hingga sekarang, program sahur keliling berhasil dilakukan di seantero Indonesia. Melalui program ini kami bisa merasakan indahnya keberagaman dan indahnya kebersamaan," ucap Sinta yang juga sempat menjadi jurnalis tersebut.
Di sisi lain, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengatakan mantan ibu negara Sinta Nuriyah Wahid adalah sosok yang tak henti mencari ilmu. Bahkan tak sampai di sana, sosok Sinta adalah sosok yang tak lelah mengamalkan dan mengajarkan ilmu yang dimiliki.
"Puan Amal Hayati, lembaga yang beliau komandani masuk ke relung pesantren salaf dengan pesan mengimplementasikan Islam rahmatan lil a'lamin," kata Khofifah.
Universalitas nilai kemanusiaan diperjuangkan Sinta tanpa henti. Termasuk gerakan sahur dan buka puasa yang digagas dan rutin dilakukan sampai sekarang.
"Beliau rutin buka puasa dan sahur bersama setiap bulan Ramadhan keliling nusantara dengan menggandeng semua elemen termasuk buka puasa dan sahur di gereja. Beliau mengajarkan bahwa persaudaraan tidak mengenal batas suku, agama, adat dan sebagainya," pungkasnya.