Dindik Surabaya Masih Pelajari Kebijakan Baru Mendikbud Nadiem Makarim, Sistem Baru UN hingga USBN
Dinas Pendidikan (Dindik) Kota Surabaya akan mempelajari sejumlah kebijakan baru yang dikeluarkan Nadiem Makarim
Penulis: Sulvi Sofiana | Editor: Arie Noer Rachmawati
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Dinas Pendidikan (Dindik) Kota Surabaya akan mempelajari sejumlah kebijakan baru yang dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim terkait evaluasi pembelajaran siswa.
Yaitu dihapuskannya Ujian Nasional pada 2021 dan penyelenggaraan Ujian Sekolah Berstandart Nasional (USBN) yang dikembalikan pada sekolah mulai 2020.
Kepala Dindik Kota Surabaya, Supomo mengatakan, jika pihaknya masih mempelajari aturan yang ada dalam Permendikbud.
• 4 Tokoh Indonesia yang Dinilai Berpengaruh oleh Dunia Internasional, Ada Jokowi dan Nadiem Makarim
Seperti halnya sebaran jumlah siswa dan evaluasi yang akan digunakan kedepan.
Pasalnya, kebijakan yang dikeluarkan Kemdikbud akan memeberikan wewenang pada sekolah sepenuhnya untuk pelaksanaan USBN.
"Jadi terserah sekolah meluluskan (siswa) atau tidak. Tapi untuk menstandarkan antar sekolah akan kami pelajari. Akan kami buat ujian tingkat kota atau bagaimana. Yang pasti akan kami diskusikan lagi dengan stakeholder di dunia pendidikan, termasuk di dalamnya juga soal PPDB (penerimaan peserta didik baru)," paparnya.
• 5 Publik Figur yang Namanya Paling Dicari di Google Tahun 2019: Nadiem Makarim hingga BLACKPINK
Hal itu dilakukan untuk mencari formulasi ideal bagi peningkatan kualitas pendidikan di Surabaya.
Termasuk di dalamnya soal formulasi PPDB.
"Insyaallah nggak mepet untuk pembahasan PPDB, kalaupun kami terburu-buru menentukan petunjuk teknisnya tapi aturan dari pusat belum lengkap kami belum bisa jalan," ungkap mantan Kepala Dinas Sosial Kota Surabaya ini.
• Nadiem Makarim Klarifikasi Ujian Nasional Tidak Dihapus tapi Diganti Sistem Penilaian Baru
Terpisah, Ketua Dewan Pendidikan Kota Surabaya, Martadi menyebut jika USBN dikembalikan ke sekolah, justru yang perlu ditelaah adalah soal hasil capaian USBN siswa di setiap sekolah yang digunakan sebagai bahan seleksi dalam penerimaan siswa baru.
Sebab, jika setiap sekolah memiliki standar yang berbeda, otomatis nilai USBN tidak menjadi pertimbangan utama. Bahkan tidak terakomodasi.
"Misalkan sekolah A bikin standart sendiri nilai siwanya rata rata 9 dan sekolah B satandart nilainya rata-rata 7. Apakah akan jadi pertimbangan seleksi. Tentu jika begitu nilai tidak menjadi pertimbangan seleksi. Maka sekolah harus merumuskan indikator penerimaan siswa baru di bawah Dinas Pendidikan Kota," jelasnya.
• Mendikbud Nadiem Makarim Hapus UN, Khofifah Bakal Kumpulkan MKKS dan Pengelola Lembaga Pendidikan
Lebih lanjut, jika sekolah tidak siap, bisa melakukan standarisasi melalui MKKS di Surabaya.
"Akan tetapi sekolah tidak boleh dipaksa bergabung untuk standarisasi di MKKS atau tidak. Karena spirit yang kebijakan yang dikeluarkan Mendikbud adalah otonomi sekolah," jelas dia.