Kisah Empat UMKM Kuliner Eksis Bertahan di Tengah Pembatasan Sosial, Ada yang di Surabaya
Inilah cerita para UMKM yang bisa terus bertahan di tengah kondisi lembatasan sosial
Restoran ayam bakar yang sudah dirintis sejak 1993 silam.
Edwin Sugiaurto (29), generasi kedua pengelola Ayam Bakar Primarasa, menceritakan bahwa tantangan terbesar banyak pengusaha kuliner akibat pandemi COVID-19 adalah berhadapan dengan sejumlah keputusan sulit.
“Pilihannya banyak, misalnya menutup layanan makan di tempat; atau tutup total tanpa layanan makan di tempat dan take away; atau tetap beroperasi. Kita hanya bisa mengambil satu. Kami pun memilih untuk beroperasi seperti biasa supaya karyawan tetap memperoleh gaji utuh setiap bulan, dengan meningkatkan standar kebersihan dan melakukan prosedur pengecekan kesehatan. Total kami punya sekitar 100 karyawan yang tersebar di tujuh cabang,” tutur Edwin.
Untuk ukuran restoran yang sudah cukup lama beroperasi, Ayam Bakar Primarasa kini mengalami situasi yang menurut Edwin unik.
Pendapatan bisnis utama sejak 27 tahun silam memang berasal dari pelanggan yang makan di tempat. Namun sekarang, sekitar 50 persen total transaksi datang dari pesanan online.
Sementara itu, UMKM kuliner mitra GrabFood di Makassar, MasterCheese, harus mengubah jam operasionalnya menjadi lebih singkat. Usaha yang dirintis oleh Yulianti (32) sejak 2018 ini masih buka untuk mempertahankan omzet. Untungnya walau jumlah pengunjung yang makan di tempat semakin sedikit, jumlah pemesanan online terus meningkat.
Hal ini juga didorong oleh dukungan GrabFood kepada mitra merchant untuk dapat mengikuti perkembangan tren kuliner terkini melalui data-data yang dimiliki GrabFood sehingga mereka dapat mengadaptasi tren-tren tersebut ke menu mereka untuk meningkatkan penjualan.
“Memang lewat pesanan online, terutama Grab itu tetap banyak. Dulu saja sebelum Corona, 50 persen pesanannya dari Grab, sekarang pesanan online dari Grab naik sampai 80 persen. Bersyukur karena ada teknologi yang membuat kami mampu bertahan di situasi sulit ini,” kisahnya.
Lain lagi dengan Erwin Susanto (38), yang mengelola UMKM kuliner Martabak Mekar di Medan. Dia bercerita bahwa kondisi pandemi COVID-19 memang mulai terasa di Tanah Deli, namun belum sampai di tahap membuat usahanya yang berlokasi di pusat kota menjadi sepi pembeli.
Terutama karena memang kebanyakan pembelinya memesan dari aplikasi GrabFood.
“Sebenarnya tidak banyak pengaruh. Saya masih buka seperti biasa, meski saya sudah ada rencana untuk tutup satu jam lebih cepat. Jumlah pesanan sendiri masih seperti biasa, belum terpengaruh pandemi. Apalagi pesanan memang lebih banyak dari online. Jauh sebelum pandemi ini merebak, Grab sudah membantu untuk menjangkau lebih banyak pembeli, jadi mereka tidak perlu datang ke sini untuk bisa menikmati menu-menu martabak kami berkat program-program promosi yang dijalankan,” jelas Erwin.
Standar Tinggi untuk yang Tetap Beroperasi
Muhlis, Edwin, Julia dan Erwin adalah 4 orang pelaku UMKM yang kini tengah berjuang untuk mempertahankan bisnisnya di tengah pandemi COVID-19 di Indonesia.
Tantangan yang dihadapi berbeda-beda tapi sama-sama dihadapkan pada situasi yang mengancam kelangsungan bisnis mereka.
Selain mengatur strategi bisnis untuk tetap dapat melayani pelanggan di tengah aturan pembatasan sosial, keempat pelaku usaha ini juga mengimplementasikan standar kebersihan tinggi, sesuai dengan anjuran pemerintah serta Standar Keamanan Terpadu untuk Layanan Pesan-antar Makanan yang diterapkan GrabFood. Mereka dapat memperoleh beragam materi edukasi yang relevan seperti langkah-langkah untuk menjaga kebersihan dan standar keamanan makanan dengan mudah, cukup mengaksesnya melalui aplikasi merchant GrabFood yang mereka gunakan sehari-hari.