Petani Garam di Lamongan Menjerit, Harga Garam di Lamongan Hancur
kondisi memprihatinkan kini tengah dirasakan petani garam di Kabupaten Lamongan Jawa Timur.
Penulis: Hanif Manshuri | Editor: Yoni Iskandar
TRIBUNJATIM.COM, LAMONGAN - Musim kemarau biasanya jadi harapan para petani garam untuk meraup untung dengan produksi garamnya.
Namun kondisi memprihatinkan kini tengah dirasakan petani garam di Kabupaten Lamongan Jawa Timur.
Mereka mengeluhkan rendahnya harga garam jauh dari ideal biaya produksi. Artinya harga garam di Lamongan terjun bebas.
Salah satu petani garam di Lamongan, Arifin mengatakan, harga jual garam dari para petani berlaku saat ini hanya berada pada kisaran Rp 200 perkilogram hingga Rp 300 per kilogram.
Harga yang tidak memihak petani ini menurut sudah mulai dirasakan petani garam selama kurang lebih satu tahun terakhir.
"Sudah hampir setahun harga garam tidak naik-naik. Harga Rp 300, bahkan Rp 200 juga ada," kata Arifin kepada TribunJatim.com, Kamis (3/9/2020).
• Pilunya Istri Cantik Pergoki Suami & Mertua Berhubungan, Gelagat Sebulan Terakhir Aneh: Makin Dekat
• Eri Cahyadi Mundur dari Bappeko Pasca Rekom Turun, Pemkot Surabaya Bakal Tunjuk Pelaksana Tugas
• Driver Online Bamboe Runcing Bersatu Gelar Aksi Bermalam di Depan OJK, Tuntut Kejelasan Cicilan
Lebih parahnya, kata Arifin pembelinya juga sangat minim. Tidak ada transaksi pembelian dalam jumlah besar.
Arifin menilai, bahwa harga Rp 200 sampai Rp 300 tidak sebanding dengan pekerjaan dan termasuk biaya produksi garam. Produksi garam tidak dikerjakan sendiri oleh petani, tapi melibatkan pekerja lain.
Menurut Arifin, jika laku Rp 500 rupiah maka akan sedikit impas dengan biaya pengelolaab. Namun baru ideal jika laku Rp 750 hingga Rp 800.
Arifin memperkirakan anjloknya harga garam produksi rakyat dalam negeri ini dimungkinkan akibat adanya kebijakan impor garam oleh pemerintah, keputusannya diambil saat tidak tepat.
"Gara-gara dulu itu, ada stok garam masih 1 juta ton, tapi impor 3 juta ton lagi, kemudian penyerapnya tidak ada, " katanya kepada TribunJatim.com.
Mestinya pemerintah menggali data lebih cermat sebelum kebijakan impor garam diputuskan.
"Kalau garam memang masih banyak, jangan impor banyak-banyak," kata Arifin.
Para petani garam di Lamongan tidak berdaya menghadapi situasi tersebut. Hanya bisa menerina kenyataan dan tetap menekuni pekerjaan sebagai petani garam, karena tidak punya pekerjaan lain yang bisa diandalkan.
Kini para petani garam di Lamongan berharap agar pemerintah segera menetapkan harga terendah garam.
Pemerintah itu semestinya membuat regulasi harga eceran terendah dan harga eceran tertinggi.
Kalau tidak diatur pemerintah secara ketat, maka selamanya problem yang dihadapi petani garam tetap ada.
"Akhirnya kartel-kartel yang diuntungkan, " gerutu Arifin. (Hanif Manshuri/Tribunjatim.com)