Krisis Air Jadi Langganan Warga Utara Lumajang Saat Kemarau, Warga: Ngebor Sumur Gak Keluar Air
Suwardi, warga Gucialit mengaku sejak kecil sudah akrab dengan kondisi kekeringan yang terjadi di wilayahnya.
Penulis: Tony Hermawan | Editor: Dwi Prastika
Laporan Wartawan TribunJatim.com, Tony Hermawan
TRIBUNJATIM.COM, LUMAJANG - Saat musim kemarau tiba, bisa dipastikan krisis air bersih melanda 6 kecamatan wilayah utara Lumajang, Jawa Timur. Yaitu Ranuyoso, Gucialit, Kedungjajang, Padang, Klakah, dan Randuagung.
Suwardi, warga Gucialit mengaku sejak kecil sudah akrab dengan kondisi kekeringan yang terjadi di wilayahnya.
"Sak umure (semasa hidup) sudah sulit air," kata Suwardi, Kamis (3/9/2020).
Kata Suwardi, jika kemarau sudah melanda, dirinya harus menyempatkan mengambil air di mata air untuk kebutuhan sehari-hari.
"Ya seminggu 4 kali," ucapnya.
Perlu diketahui, 6 kecamatan tersebut merupakan wilayah dataran tinggi di Lumajang.
Sudah puluhan tahun warga tak bisa menikmati ketersediaan air yang cukup, untuk sekadar menjaga kebersihan badan.
• RS Rujukan Penuh, 4 Tahanan di Lumajang yang Terpapar Covid-19 Dirawat di Kejaksaan Negeri Setempat
"Ngebor sumur itu gak keluar air, wes angel (sudah susah)," ujarnya.
Bahrul Ulum, warga Penawungan, Kecamatan Ranuyoso mengatakan, sebenarnya Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lumajang juga telah membantu meringankan beban warganya.
Kendati demikian, bantuan tersebut belum bisa mencukupi kebutuhan air secara keseluruhan.
"Pengiriman dari BPBD memang ada, akan tetapi tidak bisa memenuhi semuanya karena air kan juga kebutuhan utama," ucapnya.
• Kemendikbud Siapkan Bantuan Internet Gratis, Bupati Lumajang Pastikan Gusam Jalan
• Siapkan Lahan Perhutani, Bupati Lumajang segera Relokasi Warga TPI Tempursari Terdampak Abrasi
Bahrul menambahkan, tak jarang dari mereka yang tidak mendapat bantuan dari BPBD lebih memilih untuk membeli di truk-truk penjual air yang mengambil dari sumber mata air.
"Bantuan kan di drop di kecamatan saja, desa yang jauh gak dapat ya terpaksa beli di tangki-tangki," pungkasnya.
Editor: Dwi Prastika