Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Damkar Kabupaten Tulungagung Kekurangan Sarpras, APD Harus Saling Bergantian

Pemadam Kebakaran (Damkar) Kabupaten Tulungagung masih kekurangan peralatan Kondisi ini yang membuat kinerja Damkar berdasar standar pelayanan minimal

Penulis: David Yohanes | Editor: Januar
TribunJatim.com/ David Yohanes
Damkar Kabupaten Tulungagung masih kekurangan peralatan 

TRIBUNJATIM.COM, TULUNGAGUNG - Pemadam Kebakaran atau Damkar Kabupaten Tulungagung masih kekurangan peralatan. 

Kondisi ini yang membuat kinerja Damkar berdasar standar pelayanan minimal (SPM) masih mendapat nilai rendah.

SPM ini telah diatur di dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) nomor 114 tahun 2018, tentang Standar Teknis Pelayanan Dasar Pada Standar Pelayanan Minimal Sub Urusan Kebakaran Daerah Kabupaten/Kota.

Baca juga: Antisipasi Kebakaran Hutan, BPBD Kabupaten Kediri Bersama TNI dan Polri Menggelar Simulasi Karhutla

Menurut Kabid Damkar Satpol PP Tulungagung, Gatot Sunu, ada beberapa unsur dalam SPM yang ditetapkan Kemendagri.

Antara lain sarana dan prasarana (Sarpras), response time (waktu respon),SDM dan manajemen wilayah kebakaan (MWK).

“Untuk Sarpras, kami hanya mendapat poin 27,27 persen. Ini memang karena Sarpras kami masih kurang,” terang Gatot.

Saat ini Damkar Tulungagung hanya punya 3 mobil pemadam dan dua mobil penyuplai air.

Satu mobil tidak lagi difungsikan karena sudah tua, sehingga hanya dua mobil yang bisa bekerja maksimal.

Jumlah ini tidak sejalan dengan MWK Tulungagung, yang dibagi dalam empat wilayah.

“Kami membagi MWK berdasar wilayah bekas kawedanan. Jadi ada Ngunut, Ngantru, Campurdarat dan Kauman,” tutur Gatot.

Dengan pembagian 4 MWK, Gatot menilai, masih butuh tambahan empat mobil pemadam kabakaran untuk mencapai kondisi ideal.

Jika tercapai kondisi jumlah yang ideal, maka kendaraan dan personil akan dibagi di empat MWK itu.

Sementara saat ini semua mobil dan personil masih terpusat di kantor Damkar, di Jalan A Yani Timur Gang IV Tulungagung.

Terpusatnya armada dan personil juga mempengaruhi response time.

Berdasar SPM yang ditetapkan Kemendagri, response maksimal 15 menit harus sudah sampai di lokasi, sejak setelah menerima laporan dari warga.

Untuk wilayah perkotaan, respone time ini bisa dicapai karena relatif tidak ada penyulit.

“Yang jadi kendala ada wilayah kita yang jauh, seperti Kecamatan Rejotangan, Besuki, Tanggunggunung, Pucanglaban dan Kecamatan Bandung,” ungkap Gatot.

Selain itu ada wilayah yang sulit dicapai karena ada di wilayah pegunungan, seperti Kecamatan Pagerwojo dan Sendang.

Jika armada disebar di empat MWK, response time bisa dipersingkat.

Dengan segala kondisi penyulit, saat ini response time yang dicapai sebesar 87 persen lebih.

“Pencapaian response time kami sudah cukup bagus dengan segala kendala yang ada. Asal tidak di kecamatan terjauh dan di pegunungan, kami bisa mencapai 15 menit,” sambung Gatot.

Kondisi alat pelindung diri (APD) juga tak kalah memrihatinkan.

Dengan personil sejumlah 28 orang, APD yang dipunyai kurang dari 20 set.

Akibatnya para personil harus bergantian menggunakan APD saat bertugas.

Padahal idiealnya, setiap personil punya APD sendiri yang terdiri dari jaket, celana dan helm.

Selain itu APD yang ada hanya jenis tahan panas, bukan pakaian tahan api.

Padahal sebagai personil yang bertarung dengan api, petugas Damkar menggunakan APD tahan api.

“Sebagai tim penyelamat, seharusnya kami lebih dulu mengamankan diri. Tapi karena biaya APD tahan api sangat mahal, akhrinya kami pilih yang tahan panas saja,” tutup Gatot. (David Yohanes/day)

Sumber: Tribun Jatim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved