Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Wardiman Djojonegoro: Tanpa Toleransi, Negara Tidak Maju
Toleransi sangat diperlukan karena masyarakat Indonesia sangat beragam. Jika tidak, maka akan terjadi pertengkaran.
Penulis: M Taufik | Editor: Dwi Prastika
Laporan Wartawan TribunJatim.com, M Taufik
TRIBUNJATIM.COM, SIDOARJO - Toleransi sangat diperlukan karena masyarakat Indonesia sangat beragam. Kalau tidak toleran dengan yang lain, maka akan terjadi saling gontok-gontokan. Akibatnya Indonesia tidak akan pernah aman dan tidak bisa maju.
Hal ini disampaikan oleh Prof Dr Ing Wardiman Djojonegoro, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dalam pembukaan acara training pembuatan kegiatan penguatan toleransi untuk guru atau pembimbing ekstrakurikuler.
Acara yang diselenggarakan secara online oleh Komunitas Seni Budaya BrangWetan ini berlangsung selama dua hari, Rabu (28/10/2020) dan Kamis (29/10/2020). Diikuti oleh 5 SMP dan 5 SMA di 5 kecamatan di Sidoarjo.
Sekolah-sekolah itu merupakan mitra penerima manfaat mengirimkan para guru dan/atau pembina ektrakurikuler dalam bidang Pramuka, seni budaya, Kelompok Ilmiah Remaja (KIR), science, pustakawan, seni lukis, dan karawitan.
Mengapa sampai ada intoleransi? Bagaimana caranya untuk mengurangi rasa tidak saling percaya satu sama lain, rasa unggul, atau rasa mudah tersinggung? Bagaimana cara meningkatkan rasa toleransi?
Wardiman berpendapat, yakni dengan cara mengurangi rasa unggul diri sendiri, kelompok atau daerah, dan tidak menganggap rendah kelompok yang lain.
Susahnya, tambah Wardiman, di zaman modern ini banyak faktor yang mendorong intoleransi. Ada tiga faktor yang menyebabkan terjadinya intoleransi.
Baca juga: Gresik Sudah Zona Kuning, Bupati Berencana Gelar Lagi Sekolah Tatap Muka untuk SMA Sederajat
Pertama, ketidaksamaan antardaerah atau antarkota.
"Ada daerah yang maju, daerah yang aman, daerah yang masih ketinggalan atau masih kumuh. Hal itu lantas dijadikan pemicu atau alasan untuk bentrokan," urainya.
Kemudian ada orang-orang yang menjadikan perbedaan menjadi sarana untuk merendahkan atau menyerang orang atau kelompok lain.
Kedua, pengaruh internet.
"Kita menjadi sangat mudah mengeluarkan pendapat, entah betul atau tidak, tetapi mudah pula membuat orang lain tersinggung. Kemudahan internet juga menyebabnya mudahnya kabar bohong (hoax) menyebar sehingga menjadikan berita panas," lanjut dia.
Baca juga: Kalemdiklat Polri Kunjungi Sekolah Polisi Negara Polda Jatim, Tinjau Pendidikan Pengembangan
Ketiga, pemilihan kepala daerah (Pilkada) juga menjadi pemicu timbulnya intoleransi. Karena dalam kontestasi Pilkada ini, orang cenderung mencari-cari perbedaan dan kemudian dilegalkan. Orang dengan mudahnya menghantam kelompok lawan untuk mendapatkan kemenangan. Hal inilah yang membuat situasi tidak kondusif untuk dapat bertoleransi.
Narasumber lain yang memberikan materi dihadirkan dari LPPM Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya, yaitu Dr A Rubaidi; Amin Hasan, dan Hernik Faisia.