Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Para Kades di Tulungagung Ancam Menolak Memungut PBB, Bapenda Berharap Ada Dialog Lagi

Para Kepala Desa di Tulungagung mengancam menolak memungut Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), karena terjadi kenaikan yang santa tinggi.

Penulis: David Yohanes | Editor: Ndaru Wijayanto
TribunJatim/DavidYohanes
Para Kepala Desa di Tulungagung saat dengar pendapat dengan Komisi C DPRD Tulungagung 

Reporter : David Yohanes I Editor : Ndaru WIjayanto

TRIBUNJATIM.COM, TULUNGAGUNG - Para Kepala Desa di Tulungagung mengancam menolak memungut Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), karena terjadi kenaikan yang sangat tinggi.

Asosiasi Kepala Desa (AKD) Tulungagung menyebut, kenaikan PBB di wilayah pinggiran mencapai 8-13 kali lipat.

Kenaikan ini buntut dari penetapan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) baru, sesuai zonasi tanah di Tulungagung.

Menanggapi penolakan para Kades, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Tulungagung, Endah Inawati mengaku akan melakukan dialog lagi.

Sebab menurutnya, Pemerintah Desa adalah mitra Bapenda.

"Kami belum terpikir untuk melakukan itu sendiri (memungut PBB). Sebab Pemdes adalah mitra kami," terang Endah, setelah dengar pendapat dengan Komisi C DPRD Tulungagung dan AKD, Kamis (4/3/2021).

Endah mengaku akan melaporkan penolakan para Kades ini ke bupati.

Selebihnya, pihaknya juga akan melakukan evaluasi internal lebih dulu.

Apalagi saat ini Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) PBB sudah selesai dicetak.

"Seharusnya awal Maret sudah dibagikan ke desa-desa,"sambung Endah.

Menurut Endah, Bapenda sudah dua kali berdialog dengan AKD.

Pada dialog pertama di Desa Pucunglor, Kecamatan Ngantru, disepakati kenaikan PBB "tipis-tipis".

Bapenda kemudian mengasumsikan kenaikan sebesar 25 persen.

Dialog ke-2 dilakukan di pendopo kabupaten, melibatkan Bupati Tulungagung dan AKD.

Dalam dialog itu tetap disepakati kenaikan tipis.

Namun kemudian AKD juga  mempermasalahkan kenaikan NJOP.

"Kenaikan NJOP itu dilakukan karena kita sudah enam tahun tidak menilai zona nilai tanah. Sementara zona nilai tanah itu harus segera dilaksanakan," papar Endah.

Penetapan zonasi tanah ini menggandeng Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta.

Hasil kajian UGM kemudian dijadikan patokan untuk menetapkan NJOP baru.

Diakui Endah, proses kajian zonasi nilai tanah saat itu tidak melibatkan Kepala Desa.

"Tapi kami melibatkan Camat dan  Kasi Pemerintahan. Camat melihat pemetaan wilayah masing-masing," pungkas Endah.

Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved