Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

DPD RI

Raker dengan Wagub Kaltara, LaNyalla Sampaikan Persoalan Fundamental di Konstitusi Hasil Amandemen

Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, mengajak semua pihak untuk menyelesaikan permasalahan di daerah dari hulu, atau akar masalah.

Penulis: Yoni Iskandar | Editor: Yoni Iskandar
dokumen Humas DPD RI
Ketua DPD RI saat memberikan sambutan di Kantor Pemprov Kaltara, Tanjung Selor, Kabupaten Bulungan, Rabu (26/5/2021). 

Penulis : Yoni Iskandar | Editor : Yoni Iskandar

TRIBUNJATIM.COM, JAKARTA - Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, mengajak semua pihak untuk menyelesaikan permasalahan di daerah dari hulu, atau akar masalah.

Menurut LaNyalla, selama ini banyak pihak berdebat dan berdiskusi untuk masalah yang ada di hilir.

LaNyalla menyampaikan hal tersebut saat Rapat Kerja dengan Wakil Gubernur Kalimantan Utara Yansen Tipa Padan di KantorProvinsi Kalimantan Utara, Tanjung Selor, Kabupaten Bulungan, Rabu (26/5/2021).

Menurut LaNyalla, yang harus diselesaikan oleh banyak permasalahan adalah seputar peraturan atau undang-undangnya. Hal ini juga berlaku untuk masalah daerah, termasuk sumber daya alam.

"Yang menjadi akar masalah adalah karena penguasaan oleh swasta dan asing yang memang sah dan dibolehkan oleh Undang-Undang. Ini bukan salah pemerintah. Karena, pemerintah hanya menjalankan Undang-Undang. Memang kita sering menemukan penyimpangan oleh pemangku kebijakan. Tetapi itu soal lain. Itu soal perilaku Koruptif," terangnya.

LaNyalla menilai ada persoalan fundamental di Konstitusi hasil Amandemen sejak tahun 1999 hingga 2002.

Baca juga: Kunjungi Radar Banjarmasin, LaNyalla Sampaikan Peran DPD RI dalam Membangun Daerah

"Karena pada praktiknya, konstitusi hasil amandemen tersebut memberi keleluasaan kepada Swasta Nasional maupun Asing untuk mengelola Sumber Daya Alam di daerah," tuturnya.

Diterangkannya, hal ini yang terjadi dalam Pasal 33.

LaNyalla mengatakan, kalimat di Pasal 33 Ayat (2) menyebutkan bahwa Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.

"Namun, amandemen membuat kalimat 'Dikuasai Negara' diartikan berbeda dengan adanya tambahan Ayat (4) dan Ayat (5). Kalimat 'Dikuasai Negara' tidak lagi mengacu kepada ayat (1) dan (3), tetapi dimaknai oleh Mahkamah Konstitusi sebagai frasa negara cukup mengatur dan mengawasi," ungkapnya.

Padahal, lanjut LaNyalla, semangat Ayat (1) dan Ayat (3) adalah sepenuhnya untuk kemakmuran rakyat.

"Para pendiri bangsa ini telah berpikir jauh ke depan saat menyusun Undang-Undang Dasar di Tahun 1945 ketika itu. Yaitu semangat Koperasi, semangat tolong menolong dan semangat Ekonomi Kekeluargaan," katanya.

Senator asal Jawa Timur ini menjelaskan, Undang-Undang Dasar hasil amandemen telah membuat situasi ini terjadi.

"Sehingga sehebat apapun kualitas Gubernur atau Walikota dan Bupati, tetap tidak boleh mengambil kebijakan yang melanggar Undang-Undang. Sekalipun melalui Peraturan Daerah. Karena Peraturan Daerah juga bisa dibatalkan ketika menabrak Undang-Undang," ujarnya.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved