Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Kisah Miris Sopir Truk Dipalak Preman, Speedometer dan Ban Serep Bisa Raib Bila Tolak Bayar Upeti

Begini kisah miris sopir truk dipalak preman harus rogoh kocek tambahan jika ingin perjalanan aman atau speedometer dan ban serep truk raib.

Penulis: Luhur Pambudi | Editor: Mujib Anwar
TribunJatim.com/Sugiharto
Sejumlah kendaraan besar dan truk saat melintas di jalanan Kota Surabaya. 

Laporan Wartawan TribunJatim.com, Luhur Pambudi

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Inilah kisah miris sopir truk dipalak preman. Para sopir truk harus merogoh kocek tambahan jika ingin perjalanannya mengantarkan barang dan muatan aman.

Jika tidak mau membayar upeti ke preman yang memalaknya, speedometer dan ban serep truk bisa raib digondol paksa oleh komplotan preman

Aksi pemalakan atau pungutan liar ( pungli ) oleh anggota kelompok preman, memang acap mengintai para sopir truk sebagai korbannya.

Tatkala berpapasan dengan seorang preman di tengah perjalanan, para sopir tak bisa berbuat banyak. Mau tak mau dia wajib merogoh koceknya dalam-dalam.

Bukan karena apa-apa. Keselamatan selama perjalanan, menjadi prioritasnya. Pasalnya, para preman itu terkadang tak segan mengganggu kelancaran perjalanan sopir

Mulai dari merusak kendaraan yang dikemudikan sopir. Merampas sedikit bagian dari muatan barang di atas truk. Bahkan menghilangkan nyawa si sopir, pun tak segan dilakukan para preman.

Padahal, uang saku milik sopir sebagai bekal perjalanan, nominalnya tak bisa dikatakan banyak. Melawan para preman tentu suatu hal yang beresiko. Para 'Pejuang Rupiah Sang Pemain Gas dan Kopling' itupun hanya bisa mengelus dada.

Seorang sopir truk trailer, Yono, warga Kapasan, Simokerto, Surabaya mengaku, pernah menjadi korban pemalakan atau premanisme saat mengirim muatan peti kemas di jalanan.

Tepatnya, saat melintas di kawasan Tangerang, Provinsi Banten. Menurut bapak tiga anak itu, hampir di setiap tikungan jalan, ada satu orang pemalak yang meminta jatah uang.

Pelakunya, seingat Yono, masih berusia remaja, bahkan ada yang tampak masih anak-anak. Ia yakin, para pelaku pemalak itu digerakkan oleh orang berusia dewasa yang memegang kekuasaan di sepanjang kawasan jalan yang dilintasinya.

"Pokoknya setiap tikungan jalan ada. Penggeraknya anak-anak. Tapi aktor-aktornya diam di rumah, ya pengawas," katanya saat ditemui TribunJatim.com di bahu Jalan Raya Kemasan, Krian, Sidoarjo, Rabu (16/6/2021).

Tak banyak uang yang dibayarkan Yono kepada setiap pemalak yang berjaga di sepanjang rute jalan yang dilalui kendaraannya. Nominalnya cuma dua ribu perak.

Tapi saking banyaknya jumlah pemalak yang ditemuinya. Yono tak sadar, hampir Rp150 Ribu uang receh miliknya ludes sepanjang jalan tersebut.

"Aku pernah mengalami, cuma Rp2 ribu, kalau 1 kampung ya habis. Itu sampai aku bingung kehabisan uang Rp2 Ribu," tuturnya.

Bak memakan buah simalakama. Yono mengaku, dilematis saat menghadapi ancaman pemalakan para preman selama perjalanan. 

Bila tak dikasih uang, keselamatan diri termasuk keamanan muatan barang di atas truknya, terancam. Tapi, jika dilayani terus-terusan, uang saku perjalanan miliknya bisa ludes, sebelum tiba di tempat tujuan.

"Kalau insiden pecah kaca. Itu dengan pungli. Si sopir enggak mau ngasih, ya itu dengan kekerasan," ungkapnya.

Setahu Yono, modus premanisme yang melancarkan aksi pemalakan di jalanan, adalah menawarkan jasa klaim pengamanan atau pengawalan perjalanan pada para sopir.

Biasanya, tarif yang diminta kisaran Rp50-100 ribu, bahkan bisa lebih. Kalau sopir enggan menuruti permintaan para preman itu, ungkap Yono, para sopir akan mengalami akibat.

Pertama, dijarah barang bawaan di dalam ruang kabin kemudi. Para preman akan menunggu para sopir lengah.

Entah berhenti di sebuah toko swalayan untuk beristirahat, atau mampir di rumah makan. Kemudian mereka akan mengambil barang berharga milik sopir di dalam mobil.

Kedua, speedometer, kendaraan akan dicuri. Dan ketiga, ban cadangan alias serep juga akan dicuri oleh para pemalak tersebut, sebagai konsekuensi dari tidak membayar pungutan yang diminta.

"Kalau insiden pecah kaca. Itu dengan pungli. Si sopir enggak mau ngasih, ya itu dengan kekerasan," jelasnya.

Jangan dikira menjadi sopir truk besar; trailer, memiliki gaji besar. Bila dikalkulasi, total uang ongkos perjalanan antar dan kirim muatan yang diterima sopir.

Kemudian dikurangi dengan biaya bahan bakar dan kebutuhan hidup selama diperjalanan, yang terkadang membutuhkan waktu berhari-hari. Uang sisanya yang menjadi omset sopir untuk dibawa pulang, hasilnya tak seberapa.

Bahkan, ungkap Yono, jumlah itu belum dipotong untuk pengeluaran insiden tak terduga. Seperti kerusakan kendaraan; ban bocor, dan karena dipalak oleh preman selama perjalanan.

"Bagaimana sopir mendapatkan hasil, pandai-pandai sopir tadi meminutes keuangan (sampai ke pembayaran pungli) nah gitu lho," katanya.

Yono menerangkan, sekali mengirim barang dari Sidoarjo ke Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya dirinya hanya memperoleh ongkos Rp400 ribu.

Kemudian akan dipotong untuk bahan bakar solar Rp150 ribu, ongkos kuli Rp30 ribu, uang makan tiga kali beserta rokoknya Rp100 ribu.

"Kalau enggak, kena ngeban (ban bocor). Seperti saya kemarin Rp105 ribu. Ya hasilnya seperti kantong saya ini. Ini hasilnya sopir, ini Rp50 ribu, dikira banyak hasilnya, ya begini ini hasilnya. Kalau apes (kena pungli) ya wasalam, tinggal telpon pengurusnya," ujarnya seraya menunjukkan kuitansi hasil pembayaran tambal ban.

Oleh karena itu, Yono berharap, pihak berwajib makin serius dalam mengusut setiap aksi premanisme yang belakangan menjadi modus tindakan kriminalitas yang mengancam ketertiban dan keamanan masyarakat.

Meskipun ia mengakui, dibandingkan kawasan Jabar, kawasan Jatim hingga Jateng, terpantau aman, atau tidak terlalu marak aksi premanisme; pemalakan yang menargetkan sopir sebagai korbannya.

"Saya rasa yang tegas (bertindak) aja," tegasnya.

Sementara itu, Kepala Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polresta Sidoarjo Kompol Muhammad Wahyudin Latif mengungkapkan, beberapa waktu lalu, pihaknya pernah berhasil mengungkap tindakan kejahatan pengerusakan; pecah kaca.

Berdasarkan hasil penyidikan yang dihimpun, para pelaku tidak memiliki motif memperoleh keuntungan dari aksi pelemparan kaca tersebut. Namun lebih kepada disebabkan oleh motif iseng semata.

Mantan Kasat Reskrim Polres Tuban itu mengaku, pihaknya telah mengantongi sejumlah kawasan yang terbilang rawan dan acap terjadi insiden serupa.

Sehingga, kini Polresta Sidoarjo terus berupaya melakukan tindakan preventif dengan cara menggiatkan mekanisme pengamanan dan ketertiban masyarakat; melalui patroli secara berkala dalam intensitas tinggi.

"Mengantisipasi hal itu, ya kami akan gencar lakukan patroli, dari unit, untuk digalakkan dan ditingkatkan," ujar mantan Wakil Kepala Satreskrim Polrestabes Surabaya saat dihubungi TribunJatim.com, Selasa (16/6/2021).

Pemberantasan gangguan ketertiban dan keamanan masyarakat berupa pemberantasan aksi kejahatan bermodus premanisme, terus dilakukan oleh Polresta Sidoarjo.

Hingga Selasa (15/6/2021), Satreskrim Polresta Sidoarjo sedikitnya telah mengamankan 52 orang preman dari sejumlah kawasan objek vital masyarakat.

Mulai dari kawasan Terminal Purabaya, pasar, ruas jalan utama, dan persimpangan jalan. Namun, menurut Wahyudin, sebagian besar preman yang berhasil ditangkap berasal dari kawasan Terminal Purabaya.

Sebagian besar dari mereka, dikenai tindak pidana ringan (Tipidring). Yakni Pasal 49 Jo Pasal 17 Perda Jatim No 2 tahun 2020 tentang perubahan atas perda Jatim No 1 tahun 2019 tentang penyelenggaraan ketentraman, ketertiban dan perlindungan masyarakat.

Ancaman hukuman pidana kurungan penjara maksimal 3 bulan atau denda Rp50 Juta.

"Mereka meminta atau malakin duit aja. Kayak Pak Ogah (polisi cepek). Meminta parkir tanpa disertai legalitas yang jelas. Kemudian malak di PKL pinggir jalan," pungkas Kompol Muhammad Wahyudin Latif.

Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved