Hukum dan Kriminal
Wanita Dilecehkan Dokter, Makanannya & Suami Diduga Dinodai Sperma, Aksi Pelaku Terekam di Video
Kini sungguh miris kondisi korban yang mengalami kekerasan seksual dari seorang dokter.
Penulis: Alga | Editor: Arie Noer Rachmawati
TRIBUNJATIM.COM - Malang nasib seorang perempuan di Semarang mengalami kekerasan seksual dari seorang dokter.
Diduga makanannya sering ditaburi sperma oleh si dokter, kondisi korban wanita tersebut kini menyedihkan.
Kasus tersebut berlangsung tahun lalu namun korban masih trauma hingga sekarang.
Berikut kronologi lengkapnya, seperti dikutip TribunJatim.com dari Tribun Jateng.
Baca juga: Hotman Paris Dituduh Pansos soal Kasus Ibu Curi Susu di Blitar, Sang Pengacara Sindir Pihak Sok Alim
Diberitakan dokter yang sedang menempuh Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di sebuah universitas ternama di Kota Semarang melakukan kekerasan seksual terhadap seorang perempuan.
Korban dokter bejat tersebut tak lain adalah istri temannya sendiri.
Kekerasan seksual yang dilakukan dokter tersebut berupa mencampurkan sperma ke dalam makanan milik korban.
"Kasus ini terjadi di rumah kontrakan yang dihuni oleh korban dan suaminya serta pelaku," papar pendamping korban dari LRC-KJHAM, Nia Lishayati, saat dihubungi Tribun Jateng, Jumat (10/9/2021).

Ia menjelaskan, dirinya menerima rujukan kasus kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh dokter pada 14 Januari 2021.
Awalnya, korban dan pelaku bisa satu kontrakan saat korban menemani suaminya yang tengah menempuh PPDS di sebuah universitas ternama di Semarang mulai 2018.
Antara suami korban dan pelaku adalah teman satu angkatan.
Korban hanya ibu rumah tangga biasa yang menemani suaminya menempuh pendidikan dokter spesialis.
Mereka sepakat untuk menyewa satu rumah untuk ditempati bersama dengan tujuan menghemat biaya sewa rumah yang mahal.
Mereka akhirnya tinggal satu rumah kontrakan.
Terdiri dari korban, suaminya, serta pelaku.
Dalam perjalanannya, setahun kemudian atau tahun 2019, korban dan suaminya sempat meminta pelaku untuk mengontrak rumah sendiri atau sebaliknya.
Namun pelaku keberatan dengan alasan keberatan biaya.
"Pelaku sebenarnya sudah beristri dan memiliki anak, namun mereka tak dibawa ke Semarang," beber Nia.
Baca juga: Hotman Paris Temukan Kesalahan Besar Ketua KPI, Nasib Kasus Pelecehan Diprediksi: Harusnya Elegan
Nia menyebut, kejadian tersebut diduga dilakukan oleh pelaku sejak Oktober 2020.
Korban curiga dengan tudung saji makanan milik korban yang selalu berubah posisi.
Tak hanya itu, makanan berubah bentuk, berupa bekas diaduk serta warna berbeda.
Lantaran penasaran, korban berinisiatif untuk merekam kejadian di sekitar ruangan tersebut menggunakan iPad yang disembunyikan.
Korban ingin tahu, kenapa makanannya sering berubah bentuk dan penutup makanan berubah posisi.
Awalnya ia menduga hal itu karena ulah kucing.
Selepas di-video, korban syok lantaran tampak jelas di dalam rekaman, ketika korban sedang mandi, pelaku mendekati ventilasi jendela kamar mandi korban.
Kemudian pelaku melakukan onani dan mencampurkan spermanya ke makanan korban.
"Padahal makanan itu dimakan korban dan suaminya. Dugaan aksi pelaku sudah lama."
"Bayangkan korban dan suaminya memakan makanan campuran sperma dalam waktu cukup lama," tuturnya.
Dampak dari tindakan tersebut, sebut Nia, korban mengalami trauma berat, gangguan makan, tidur, dan emosi.
Sejak Desember 2020 sampai hari ini, korban harus minum obat anti depresan yang diresepkan psikiatri.
Korban juga harus melakukan pemeriksaan dan mengkonsumsi obat anti depresan selama minimal beberapa bulan ke depan.
Selain ke psikiatri, korban juga melakukan pemulihan psikologis ke psikolog.
Koban juga berisiko mengalami masalah kesehatan akibat mengkonsumsi sperma yang tidak seharusnya dikonsumsi oleh manusia.
"Cairan sperma tersebut bisa mengandung bakteri atau pun virus yang suatu saat nanti bisa menjadi penyakit atau menjadi pencetus suatu penyakit," ujar Nia.
Ia melanjutkan, pelaku telah melakukan kekerasan terhadap perempuan, sebagaimana Rekomendasi Umum PBB Nomor 19 tentang Kekerasan Terhadap Perempuan.
Disebutkan, setiap perbuatan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual, atau psikologis.
Termasuk ancaman perbuatan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di depan umum maupun dalam kehidupan pribadi.
Pelaku juga melanggar pasal 281 KUH Pidana yang disebutkan, barang siapa sengaja merusak kesopanan di muka umum.
"Pelaku juga telah melanggar Sumpah Dokter," jelasnya.

Ia mengatakan, kasus tersebut sudah dilaporkan ke Polda Jawa Tengah.
Saat ini berkas kasus sudah di limpahkan ke Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah.
Namun, berkas dua kali dikembalikan oleh jaksa yang meminta pelaku diperiksakan kejiwaannya.
Padahal, pelaku yang seorang dokter tentu kejiwaannya sudah sehat.
Apalagi sedang menempuh pendidikan profesi.
"Pelaku juga pernah menjadi dokter di sebuah klinik."
"Bisa lulus cumlaude, sudah lolos menempuh sekolah dokter spesialis."
"Tentu tak perlu lagi ditanyakan kejiwaan oknum dokter itu," papar Nia.
Ia menambahkan, sejak kasus tersebut mencuat, korban dan suaminya meninggalkan rumah kontrakan tersebut.
Mereka lantas melaporkan kejadian itu ke pihak kepolisian.
Selama kasus berlangsung, korban dan suaminya telah didatangi orang berpakaian polisi yang mengaku sebagai keluarga dari pelaku.
Orang berpakaian polisi tersebut telah dua kali menemui korban dan suami.
"Korban dan suami diminta cabut laporan. Tapi kasus ini tetap lanjut terus," ungkapnya.
Sementara itu, korban telah mendapatkan perlindungan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Berupa layanan pemenuhan hak prosedural, bantuan medis, rehabilitasi psikologis, dan fasilitasi restitusi.
Berdasarkan hal tersebut, korban dan pendamping menuntut Polda Jawa Tengah harus segera mempercepat proses penanganan kasus dengan berkeadilan gender demi kebaikan korban.
Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah harus memastikan proses pemeriksaan yang adil gender dan menjalankan Peraturan Kejaksaan Tinggi Nomor 1 Tahun 2021 tentang Akses Keadilan Bagi Perempuan dan Anak dalam Penanganan Perkara Pidana.
Termasuk memastikan Jaksa yang menangani agar memasukkan tuntutan maksimal dan memasukkan restitusi ke dalam tuntutan.
"Kami harap Kejati mempercepat proses penanganan kasus agar segera P21 dan lekas disidangkan," katanya.
Baca berita viral lainnya