Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Terkini

Nasib Laut China Selatan saat Sekutu China Pegang Kepemimpinan ASEAN, Indonesia Bisa Pusing?

Kepemimpinan ASEAN sekarang berada di tangan Kamboja yang selama ini dikenal sebagai sekutu China. Lalu, bagaimana nasib Laut China Selatan?

Editor: Januar
Xinhuanet
Presiden China Xi Jinping (kanan) dan Perdana Menteri Kamboja Hun Sen (kiri). Sering disebut tangan kanan Xi Jinping, Hun Sen malah kini menjadi pemimpin ASEAN 

Perlu diingat, junta militer merebut kepemimpinan dari pemerintah terpilih Myanmar pada Februari 2021.

Untuk menghindari pengulangan bencana diplomasi pada 2012 lalu, ketika ASEAN sebagai kekuatan stabilitas regional dipertanyakan, Indonesia dan Filipina telah mendorong pada persatuan regional lebih besar untuk masalah keamanan maritim dan Myanmar.

Pada prinsipnya, ASEAN beroperasi pada konsensus berdasarkan proses pembuatan keputusan.

Namun ketua ASEAN yang dipilih dengan dasar rotasi di antara 10 anggota, dianggap berpengaruh besar dalam mempengaruhi arah ASEAN nantinya.

Contohnya, ketua ASEAN, yang sudah lama dianggap dipegang oleh kepala negara yang menjadi tuan rumah, memiliki kekuatan memilih masalah yang harus diprioritaskan oleh ASEAN, membuat mereka bebas membuang masalah yang tidak memenuhi kepentingan mereka sendiri.

Ketua juga memiliki kekuatan untuk mempermasalahkan pernyataan gabungan ketika 10 anggota gagal mencapai konsensus atas masalah yang sensitif dan memecah belah kekompakan ASEAN.

Tahun 2012 lalu, Hun Sen, pemimpin Kamboja, memanfaatkan prerogatifnya sebagai ketua ASEAN dengan secara sepihak menghapus masalah Laut China Selatan dari diskusi regional di tengah ketegangan angkatan laut berbulan-bulan lamanya antara Filipina dan China terkait Scarborough Shoal.

Pemimpin Kamboja sudah berulang kali memblokir ketegangan maritim dari diskusi regional.

Tidak heran, Kamboja, terkhususnya Hun Sen, sangat bergantung pada sumbangan China dan perlindungan strategis China.

Bahkan bertahun-tahun setelah tidak menduduki posisi sebagai ketua ASEAN, Hun Sen masih menentang diskusi ASEAN mengenai kemenangan arbitrasi Filipina atas China dalam sengketa laut mereka di Den Haag.

Hun Sen secara terbuka mengeluh: "Sangat tidak adil bagi Kamboja, menggunakan Kamboja untuk menghadapi China. Mereka menggunakan kami dan mengutuk kami… ini bukan tentang hukum, ini benar-benar tentang politik."

Kini, dengan Kamboja menjadi negara pertama di ASEAN yang menerima pembangunan pangkalan militer China di negaranya, kemungkinan besar Hun Sen sekali lagi akan mengecilkan persatuan ASEAN dalam masalah Laut China Selatan.

Menurut Kimkong Heng, peneliti senior yang berkunjung ke Cambodia Development Center, "Kamboja kemungkinan akan melanjutkan sikap jika negara yang bermasalah dengan China harus menyelesaikan masalah ini secara bilateral dan ASEAN menjauh terlibat dalam masalah panas ini."

Sementara itu, Hun Sen juga mendorong keterlibatan langsung dengan junta militer Myanmar, mengikuti pertemuannya dengan Menteri Luar Negeri yang ditunjuk militer Myanmar, Wunna Maung Lwin di Phnom Penh bulan lalu.

Pemimpin Kamboja juga diperkirakan menjadi pemimpin regional pertama yang mengunjungi Myanmar setelah kudeta militer tahun lalu di negara itu yang menggulingkan Aung San Suu Kyi.

Sumber: Intisari
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved