Berita Jatim
Pernikahan Beda Agama Dikabulkan PN Surabaya, MUI Jatim Bereaksi Keras: Hukumnya Haram dan Tidak Sah
Majelis Ulama Indonesia Jawa Timur (MUI Jatim) memberikan reaksi terkait hebohnya pernikahan beda agama yang dikabulkan oleh Pengadilan Negeri Surabay
Penulis: Yusron Naufal Putra | Editor: Ndaru Wijayanto
Laporan Wartawan TribunJatim.com, Yusron Naufal Putra
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Majelis Ulama Indonesia Jawa Timur (MUI Jatim) memberikan reaksi terkait hebohnya pernikahan beda agama yang dikabulkan oleh Pengadilan Negeri Surabaya (PN Surabaya)
Selama beberapa hari belakangan, fenomena ini memang menjadi perbincangan publik. Komisi Fatwa MUI Jatim telah menggelar sidang dan memunculkan sejumlah sikap.
Dalam keterangan tertulis, Kamis (23/6/2022) malam, Sekretaris Komisi Fatwa MUI Jatim KH Sholihin mengatakan PN Surabaya tidak mengesahkan pernikahan beda agama namun hanya memberikan izin berdasar regulasi.
Selain itu, KH Sholihin mengungkapkan bahwa stigma yang berkembang saat ini jika pernikahan secara agama tidak dilegalkan, maka akan mengakibatkan kumpul kebo.
“Ini adalah masalah prasangka, bisa iya bisa tidak. Tapi sementara orang yang melakukan pernikahan beda agama pasti melanggar ajaran agama. Maka sesuatu yang masih prasangka tidak bisa mengalahkan hal yang sudah pasti,” ungkapnya.
Baca juga: Ditolak Dispendukcapil, Permohonan Pasangan Nikah Beda Agama di Surabaya Dikabulkan Pengadilan
Baca juga: Ini Kronologi PN Surabaya Kabulkan Permohonan Nikah Beda Agama
Dari hasil pembahasan, setidaknya terdapat tiga sikap dari MUI Jatim.
Pertama, Mengacu pada Fatwa MUI 4/MUNAS VII/MUI/8/2005 tentang perkawinan beda agama, UU No 1 tahun 1974 dan kompilasi hukum Islam maka Komisi Fatwa MUI Jawa Timur menolak perkawinan beda agama karena hukumnya haram dan tidak sah.
Kedua, pernikahan tidak hanya sebatas hubungan antar personal dan muamalah. Namun, ada unsur ubudiyah atau manifestasi ketaatan seorang hamba kepada tuhannya.
"Sedangkan Islam melarang pernikahan beda agama. Dengan demikian jika pernikahan beda agama dilegalkan maka secara otomatis mendorong seseorang menyalahi ajaran agamanya dan ini bertentangan dengan UU 1945 pasal 29 ayat 2," tambahnya.
Sementara ketiga, larangan pernikahan beda agama dalam Islam sebenarnya bukan untuk mendiskriminasikan agama lain. Namun sebagai bentuk menjaga kemaslahatan dan proteksi atau perlindungan terhadap salah satu tujuan syariat yaitu hifz ad-din.
"Artinya legalisasi pernikahan beda agama adalah bentuk mafsadah atau hal negatif yang harus dihindari sebagaimana kaidah fiqh yaitu dar’ul mafasid muqoddamun ‘ala jalbil masholih," tuntasnya.