Berita Jatim
Pengakuuan Korban Eksploitasi di SPI, Dipekerjakan tapi Tak Digaji hingga Lihat Teman Ditempeleng
Inilah pengakuan korban kasus eksploitasi ekonomi anak di bawah umur, yang menyeret Julianto Eka (JE) pendiri Sekolah SPI, di Batu, Jatim
Penulis: Luhur Pambudi | Editor: Januar
Laporan Wartawan TribunJatim.com, Luhur Pambudi
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA-WS menjadi satu di antara korban kasus eksploitasi ekonomi anak di bawah umur, yang menyeret Julianto Eka (JE) pendiri Sekolah SPI Kota Batu, Jatim.
Selama 3,6 tahun bersekolah SMA di Yayasan SPI, perempuan asal Jombang itu, mengaku menjadi korban eksploitasi ekonomi oleh JE dan pihak pengurus yayasan sekolah tersebut.
Di sana ia dipekerjakan dalam divisi pertanian di dalam sebuah program pembinaan sekolah bernama 'Kampung Kids'.
WS mengakui, mulai dipekerjakan saat menginjak kelas dua SMA, atau saat usianya menginjak 17 tahun.
Dalam divisi tersebut, ia diminta bertanggung jawab atas proses perawatan tanaman yang dikelola dalam kampung kids tersebut.
Setiap hari, Wiwik merawat tanaman palawija, mulai pukul 15.00-17.00 WIB. Bukan cuma dirinya, hampir seluruh teman angkatan yang bersekolah di yayasan tersebut, menjalani hal serupa.
Namun, ada yang dieksploitasi untuk menjalankan unit usaha yang dikelola yayasan tersebut. Mulai dari divisi perdagangan, merchandise, peternakan, ada produksi, dan pemasaran.
Jangan tanya soal gaji. Perempuan berkerudung itu menegaskan, dirinya beserta semua teman-temannya kala itu, sama sekali tidak pernah memperoleh upah ataupun gaji dari hasil jerih payah memeras keringat merawat kampung kids tersebut.
"Saya sebagai berada di divisi pertanian. Saya di divisi pertanian, saya diminta untuk membuka lahan seperti mencangkul, menanam, nanti ada perawatannya, bahkan harus sampai mendapatkan hasil yang memuaskan," ujarnya saat ditemui awak media di Mapolda Jatim, Selasa (2/8/2022).
Di singgung mengenai perlakuan kasar atau tindakan kekerasan yang diterima selama tinggal di sana.
WS mengaku dirinya tidak pernah mengalami perlakuan kasar tersebut. Namun, ia kerap melihat beberapa temannya memperoleh perlakuan kasar; ditempeleng, dari beberapa orang pembina di yayasan tersebut.
"Ada yang ketahuan merokok. Terus mencuri kabel. Ketahuan pacaran. Keteledoran pekerjaan, seperti mungkin belum selesai pekerjaannya tapi ditinggal," tuturnya.
Mengapa beberapa orang korban bahkan termasuk dirinya, baru berani melaporkan perlakuan tindakan eksploitasi ekonomi yang sebenarnya telah terjadi sejak 13 tahun silam, yakni 2009, pada saat dirinya sudah dewasa, pada tahun 2022.
WS menegaskan, dirinya dan hampir semua temannya merasa takut dengan ancaman dan intimidasi yang beberapa kali disampaikan oleh si terlapor yakni JE.
Apalagi saat itu, dirinya juga masih berusia di bawah umur, kemudian berstatus sebagai pelajar, dan hidup bergantung di dalam asrama yang dikelola oleh JE.
"Kita tidak berani karena kita masih sekolah. Enggak berani. Kalau ancaman itu, kalau kita didoktrin semisal; kalau kamu keluar dari sini mau jadi apa. Iya (JE langsung yang bilang)," ungkapnya.
Mengenai kedatangannya ke Gedung Ditreskrimum Mapolda Jatim, pada Selasa (2/8/2022) siang.
WS menjelaskan, dirinya sedang memenuhi panggilan pihak kepolisian untuk menjalani agenda pemeriksaan atas kasus dugaan eksploitasi ekonomi yang menjerat JE.
"Ini agenda (pemeriksaan) pertama," pungkasnya.
Sekadar diketahui, JE terdakwa kasus asusila terhadap anak asuhnya di Sekolah SPI, Kota Batu, ternyata juga dilaporkan ke kepolisian, atas dugaan kasus eksploitasi ekonomi pada anak dibawah umur.
Korbannya yang melaporkan kasus tersebut pertama kali, berjumlah enam orang, berinisial RB dan kawan-kawan.
Mereka adalah para alumni sekolah yang dikelola atau sekaligus dipimpin oleh JE yakni Sekolah SPI di Kota Batu, Malang.
Para korban bersekolah di yayasan atau sekolah tersebut sejak tahun 2009. Selama bersekolah, para korban merasa dieksploitasi oleh JE untuk dipekerjakan untuk ikut merenovasi bangunan aset milik sekolahnya.
Bahkan, keenam korban juga diajak berjualan keripik jajanan yang dikelola oleh JE.
Selain karena usai para korban yang masih di bawah umur yakni kisaran 15 tahun, saat itu. Para korban juga tidak memperoleh besaran gaji atau keuntungan dari jerih payah menguras keringat, sesuai kesepakatan akad kerja di awal.
Oleh karena itu, JE dapat dikenai Pasal 76 (i) Jo Pasal 88 UU RI No 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak. Ancaman hukumannya, pidana penjara paling lama 10 tahun.
Kasus tersebut, dilaporkan pertama kali oleh para korban ke SPKT Polda Bali. Korban melaporkan peristiwa eksploitasi ekonomi yang dialaminya pada tahun 2009, saat masih berusia 15 tahun.
Korban yang masih berusia dibawah umur itu, dipaksa ikut berjualan keripik pisang, bahkan dilibatkan dalam sebuah proses pembangunan atau kuli, sebuah bangunan aset milik JE.
Kemudian setelah dilakukan penyelidikan lebih lanjut di Mapolda Bali. Berdasarkan beberapa aspek pertimbangan, kasus tersebut akhirnya dilimpahkan ke Subdit IV Renakta Ditreskrimum Polda Jatim, pada Selasa (26/4/2022) kemarin.
"JE itu mempekerjakan anak-anak ini, diberbagai sektor ekonomi. Ada yang disuruh membangun kegiatan bangunan di sana. Dan disuruh melakukan kegiatan ekonomi di sana," ujar Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Dirmanto, di Mapolda Jatim, Senin (11/7/2022).
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com