Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Cak Sapari Ludruk Meninggal Dunia

Pesan Terakhir Cak Sapari Sebelum Meninggal, Masih Pikirkan Nasib Ludruk, Seniman Memang akan Pergi

Kepergian Cak Sapari untuk selama-selamanya, Kamis pagi (15/9/2022) meninggalkan sebuah pesan. Impiannya satu, kesenian ludruk harus terus lestari.

Penulis: Bobby Constantine Koloway | Editor: Januar
TribunJatim.com/ Bobby Constantine Koloway
Putri Cak Sapari, Yuli Widya memeluk foto ayahnya saat ditemui, beberapa waktu lalu 

Laporan wartawan Tribun Jatim Network, Bobby Constantine Koloway

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Kepergian Cak Sapari untuk selama-selamanya, Kamis pagi (15/9/2022) meninggalkan sebuah pesan. Impiannya satu, kesenian ludruk harus terus lestari.

Sebuah pesan yang disampaikan melalui putri sulungnya, Yuli Widya.

"Bapak cuma pesan. Lestarikan budaya. Ludruk harus tetap ada," kata Yuli kepada wartawan ketika ditemui seusai memakamkan ayahnya Kamis siang.

Yuli bersama adik-adiknya, menjadi petakziah yang pulang paling akhir dari makam yang berada di RW 1 Dukuh Kupang, Surabaya tersebut. Sulung dari lima bersaudara ini khusu' mendo'akan ayahnya.

Yuli bersama adiknya, Dani, menjadi putra-putri Cak Sapari paling dekat dengan ayahnya. Saking dekatnya, keduanya mendapatkan daulat untuk melanjutkan estafet kesenian dari legenda Ludruk di Jatim tersebut.

"Untuk seninya, saya diminta meneruskan. Sedangkan untuk musiknya, Dani yang sudah mulai mencoba-coba," katanya.

Baca juga: Cak Sapari Ludruk Wafat, Sosok Legenda Ludruk Jawa Timur yang Ingatkan Anak Muda Soal Kondisi Uzur

Dalam pesannya, Cak Sapari seakan ingin mengatakan, bahwa dia dan para senior seniman lainnya memang akan berpulang. Namun, bukan berarti budaya lantas ikut hilang.

Sebaliknya, kesenian harus terus ada. Budaya ludruk harus tetap mendapatkan panggung.

Sejak muda, Yuli telah dipersiapkan sebagai seniman. Oleh ayahnya, ia diajak satu panggung di sejumlah pagelaran yang mengundang grup Kartolo CS.

Tak hanya Cak Sapari, di grup tersebut juga ada seniman besar lainnya, seperti Cak Kartolo hingga Tini yang juga merupakan tokoh ludruk senior asal Surabaya. "Beberapa kali saya diajak manggung bareng abah," kata Yuli.

Karakter yang dibawakan dalam pementasan pun unik, Yuli ditunjuk sebagai istri Sapari. "Karakter istri ini cerewet dan suka ngomel. Itu yang paling saya ingat," katanya.

Materi cerita disusun sutradara. Pemeran menyiapkan materi dialog maupun lawakan secara mandiri. Semua diracik di belakang panggung dalam waktu yang tak relatif lama.

Setiap akan manggung, Yuli mengingat resep ayahnya untuk bisa percaya diri. "Kalau akeh wong, aja didelok. Aja isin (kalau banyak orang, jangan dilihat, jangan malu, ). Nggak usah sungkan. Mau sama teman, sama bapak pun, nggak usah sungkan," katanya.

Pendalaman peran di atas panggung menjadi penting untuk mengalirkan cerita maupun lawakan. "Katanya, mau jangkar (memanggil nama kecil) bapak pun nggak apa-apa. Karena itu dunia panggung," katanya.

Yuli pun sukses menyerap ilmu dari ayahnya dan para senior lainnya. Tak khayal, pendalaman peran tersebut banyak membuat penonton terkecoh. "Banyak yang bertanya, apa saya ini Mbok Enom (istri kedua) nya bapak. Saya jawab saja, iya," katanya berseloroh.

Memaksimalkan bakatnya, Yuli yang juga seorang guru TK ini lantas bergabung dengan Ludruk Guru (Lugu). Yuli bergabung dengan rekan sejawatnya, para guru hingga dosen.

Berdiri sejak 2015, kelompok kesenian ini manggung di berbagai lokasi. "Terakhir manggung di BG Junction. Itu sebelum pandemi," katanya.

Bagi Yuli, kesempatan manggung penting. Bukan sekadar eksistensi, ini sekaligus mengenalkan kepada masyarakat tentang kesenian yang memadukan tari remo, kidungan dan lawakan ini.

Menurutnya, menjadi Seniman tradisional di era modern memiliki tantangan. Selain bakat, seniman harus bisa menjaga konsistensi.

"Ini bukan untuk mencari penghasilan. Namun, juga bagaimana memiliki semangat menjaga tradisi budaya. Kalau tidak, tidak mudah juga untuk berkembang," katanya.

Baginya, menjadi seniman juga memiliki arti penting di kehidupan nyata. Cak Sapari telah memberinya tauladan penting baik di panggung maupun di kenyataan.

Sosok yang selalu mencairkan suasana. "Biasanya bapak selalu membuat canda ketika di rumah. Bahkan, ketika beliau sakit, beliau masih suka bercanda," katanya.

Cak Sapari telah sembuh dari penyakit diabetes yang dideritanya selama beberapa waktu terkahir. Kini, ia telah mangkat menuju panggung keabadian.

"Kami menyampaikan permohonan maaf apabila bapak selama di panggung atau pun dimana saja berbuat salah. Kami juga memohon do'anya," katanya.

Untuk diketahui, seniman ludruk legendaris asal Surabaya, Cak Sapari, meninggal dunia, Kamis (15/9/2022) pagi sekitar pukul 04.30 WIB. Mangkat di usia ke 80 tahun, Cak Sapari meninggalkan 5 orang anak dan 15 orang cucu.


Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

Sumber: Tribun Jatim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved