Tragedi Arema vs Persebaya
KontraS Blak-Blakan Soal Tragedi Kanjuruhan dan Gas Air Mata: Kapolda Jatim Harus Dicopot
Sekjen Federasi KontraS Surabaya Andy Irfan menerangkan, kelalaian yang dimaksudnya dari pihak penyelenggara.
Penulis: Luhur Pambudi | Editor: Januar
Laporan Wartawan TribunJatim.com, Luhur Pambudi
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA-Ratusan orang suporter nyawanya melayang dalam Tragedi Kanjuruhan, Sabtu (1/10/2022) dianggap oleh Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) sebagai kelalaian penyelenggara dan tindakan berlebihan aparat.
Sekjen Federasi KontraS Surabaya Andy Irfan menerangkan, kelalaian yang dimaksudnya dari pihak penyelenggaraan terindikasi karena adanya dugaan jumlah penonton yang melebihi kapasitas dari daya tampung Stadion Kanjuruhan.
Menurutnya, ketika terdapat potensi kerusuhan dan kekacauan, standar operasional prosedur (SOP) penyelamatan, tidak tampak saat itu.
Hal itu ditengarai dari sejumlah pintu stadion, mulai dari pintu stadio 11-14 yang seharusnya dibuka, justru ditutup.
Sehingga menyebabkan, penonton di dalam stadion yang seharusnya dapat keluar secara cepat saat terjadi kerusuhan dari dalam stadion, ternyata malah terjebak.
"Kontras sangat prihatin dan mengutuk keras model SOP semacam ini yang itu dibilang SOP oleh Kapolri," ujarnya di sebuah tempat pertemuan, kawasan Lapangan Rampal, Blimbing, Kota Malang, Senin (3/10/2022).
Baca juga: Yel-yel Suporter Arema FC Disorot, Walau Harus Mati di Tengah Lapang, Firasat Tragedi Kanjuruhan?
Seharusnya, menurut Andy Irfan, Kapolri sebagaimana seharusnya seorang polisi, paham tentang instrumen HAM.
Ia memahami, bahwa gas air mata bukanlah senjata yang mematikan dalam setiap penanganan kerumunan massa yang menimbulkan kerusuhan.
Tetapi, senjata tersebut tidak seharusnya oleh petugas dipergunakan mengendalikan massa di dalam stadion.
"Gas air mata tidak hanya dilarang, bukan cuma FIFA, tapi juga instrumen yang dibuat oleh UN, menyangkut tentang pengendalian massa. Kami menduga kuat sumber jatuhnya korban jiwa adalah karena gas air mata itu," terangnya.
Andy Arif juga membantah, jika beberapa suporter yang mendadak masuk berlarian ke tengah lapangan seusai pertandingan berakhir, sekitar pukul 22.00 WIB itu, karena bermaksud melakukan penyerangan terhadap para pemain kedua kesebelasan.
Berdasarkan sejumlah keterangan dari kalangan suporter atau saksi kejadian yang telah dihimpun KontraS.
Ia mengungkapkan, para suporter yang berlarian masuk ke lapangan itu, bermaksud mendatangi para pemain Arema FC untuk memberikan semangat, termasuk berswafoto dengan para pemain idolanya, meskipun harus menelan kekalahan 2-3 usai berlaga melawan Persebaya Surabaya.
"Tapi justru direspon oleh aparat di lapangan dengan tindakan berlebihan. Yang itu memicu sejumlah penonton lain untuk turun ke lapangan. Seharusnya, di situ aparat yang berjaga di lapangan mampu untuk mencegah kerumunan yang lebih banyak dari arah tribun menuju ke bawah," ungkapnya.