Tragedi Arema vs Persebaya
Tersangka Tragedi Kanjuruhan Keluarkan Sindiran Keras ke PSSI: Jangan Berlindung di Balik Regulasi
Tersangka tragedi Kanjuruhan, Abdul Haris yang menjabat sebagai Ketua Panpel Arema FC, menyindir keras PSSI yang tak mau bertanggung jawab.
Penulis: Dya Ayu | Editor: Taufiqur Rohman
Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Dya Ayu
TRIBUNJATIM.COM, MALANG - Tersangka tragedi Kanjuruhan, Abdul Haris yang menjabat sebagai Ketua Panpel Arema FC, laga Arema FC vs Persebaya Surabaya, Sabtu (1/10/2022), memberi sindiran keras untuk PSSI.
Sindiran Haris nyata disampaikan untuk otoritas sepak bola Indonesia atau dalam hal ini federasi .
Ia menilai seharusnya tragedi itu juga menjadi tanggung jawab PSSI, tidak hanya menjadi tanggung jawab Panpel dan Direktur PT LIB yang kini juga dijadikan tersangka.
“Kalau saya dijadikan tersangka, saya menerima. Saya ikhlas tanggung jawab ini saya pikul, atas nama kemanusiaan saya takut siksa Alloh daripada siksa dunia."
"Tidak apa-apa kalau memang ini takdir dan musibah yang saya hadapi,” kata Abdul Haris, Jumat (7/10/2022) lalu.
“Tapi jangan ketika sukses pertandingan seluruh Indonesia-lah ketuanya tapi ketika ada kegagalan dilimpahkan kepada ketua Panpel."
Baca juga: Alasan Indonesia Lolos Sanksi FIFA seusai Tragedi Kanjuruhan, soal Gas Air Mata Dikuak Polri: Ada 11
"Janganlah berbahagia diatas penderitaan kesedihan kami. Saya sangat respek pada otoritas dan operator pertandingan bola di Indonesia."
"Tapi saya mengetuk hati nurani semua, karena sepak bola itu jiwa sportivitas. Jangan berlindung dibalik regulasi, bapak-bapak lepas cuci tangan,” tambahnya.
Lebih lanjut Haris meminta pertanggung jawaban PSSI yang juga memberikan izin terlaksananya pertandingan Derbi Jatim, Arema FC Vs Persebaya, Sabtu (1/10/2022) lalu.
“Secara moral saya tanggung jawab, saya sportif, ini kesalahan saya karena sebagai Panpel tidak bisa menyelamatkan dan melindungi suporter."
"Saya di sanksi seumur hidup tidak masalah. Saya ikhlas karena resiko sosial yang harus saya tanggung."
"Tapi perlu diketahui, verifikasi dari PSSI tolong juga dipertanyakan hingga pertandingan itu bisa berjalan. Apa sih yang menjadi tugas kita masing-masing,” jelasnya.
Sebelumnya, Ketua Panpel Arema FC Abdul Haris juga menyatakan menyesalkan banyaknya korban meninggal dalam tragedi Kanjuruhan, usai laga Arema FC vs Persebaya Surabaya .
Dia meminta pihak kepolisian mengusut tuntas dan mengungkap kandungan apa yang ada dalam gas air mata, hingga membuat ratusan orang meninggal dunia.
Baca juga: Temuan TGIPF: Banyak Korban Tragedi Kanjuruhan Alami Pendarahan dalam Mata, Sesak dan Batuk
Menurut Abdul Haris, gas air mata yang ditembakan polisi saat kericuhan 2018 lalu ketika Arema FC melawan Persib, berbeda dengan gas air mata yang ditembakan usai pertandingan Arema FC Vs Persebaya lalu.
"Saat tanggal 1 Oktober kemarin, saya masuk ke dalam lapangan dengan mata perih dan sesak nafas. Saya masuk ke dalam disitu sudah banyak adik adik kita, saudara saudara kita bergeletakan. Mereka saya lihat ada yang lebam mukanya, mukanya membiru, tidak bisa nafas. Ada yang sekarat dan saya pegang kakinya dan lehernya, sudah meninggal," tegasnya, Jumat (7/10/2022).
Untuk itu pihaknya memohon agar soal gas air mata yang ditembakan pihak kepolisian benar-benar dibuka seterang-terangnya.
Bahkan ia juga meminta agar korban meninggal diotopsi untuk mengetahui apa penyebab kematian mereka.
"Tolong diperiksa itu gas air mata yang seperti apa. Karena gas air mata yang saya rasakan saat tanggal 1 itu tidak sama ketika kejadian gas air mata tahun 2018. 2018 Aremania bergeletakan masih bisa dikasih kipas dikasih air bisa tertolong. Ini sudah tidak bisa apa apa. Korbannya saya lihat mukanya biru biru semua," ujarnya.
"Saya juga minta ini diotopsi agar diketahui ini meninggal karena apa, apakah meninggal karena berhimpitan atau karena gas air mata. Tolong yang punya kewenangan, tolong ini diusut. Saya mohon, kenapa itu harus terjadi. Kalau menghalau agar Aremania tidak masuk ke lapangan kenapa ditembakkan ke pintu evakuasi, kenapa di sana?"
"Di sana itu yang lihat adalah keluarga, anak anak kecil, wanita, yang masih umur belia. Mereka bukan suporter murni tapi mereka keluarga,"
"Pintunya juga sama, SOP nya juga sama seperti 2018. Ini yang jadi beban saya, tolong Aremania, suporter seluruh Indonesia, marilah bersama sama untuk menegakan kebenaran ini sama sama," jelas Abdul Haris.
Dengan berlinang air mata, Abdul Haris juga meminta maaf pada semua pihak, terutama untuk para korban, baik yang meninggal dunia maupun kini sedang dalam perawatan.
Selain itu, dia juga meminta maaf pada seluruh suporter di Indonesia.
Bahkan baru diketahui keponakan Abdul Haris juga menjadi korban meninggal dalam tragedi Kanjuruhan usai Arema FC kalah 2-3 lawan Persebaya.
“Kami mohon maaf sebesar-besarnya, sedalam-dalamnya, kami berdukacita, kami sangat berkabung atas meninggalnya adik-adikku, saudara-saudaraku, keponakanku yang SMP juga meninggal, yang tanpa dosa mereka meregang nyawa," ucapnya.
Abdul Haris mengaku salah dan siap mempertanggungjawabkan kesalahannya sebagai Ketua Panpel Arema FC yang dinilai lalai dan bersalah, hingga ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian bersama dengan lima tersangka lainnya.
"Itu semua karena keterbatasan saya tidak bisa menangani menolong mereka, sehingga terjadi tragedi kemanusiaan. Sekali lagi saya mohon maaf pada keluarga korban dan kepada Aremania, seluruh penonton, suporter seluruh Indonesia, saya sebagai ketua panpel mohon maaf karena tidak bisa menyelamatkan dan melindungi mereka. Saya tidak mau kejadian itu, tapi tetap terjadi," jelasnya.
Seperti diketahui, polisi telah menetapkan enam tersangka atas tragedi Kanjuruhan.
Keenam tersangka itu ialah Direktur Utama PT LIB Ahmad Hadian Lukita. Dia menjadi tersangka lantaran menunjuk Stadion Kanjuruhan sebagai lokasi pertandingan.
Padahal belum memenuhi syarat layak fungsi berdasarkan hasil verifikasi tahun 2020. Ia dikenakan jeratan pasal 359, 360 KUHP.
Lalu Ketua Panpel Arema FC, Abdul Haris ditetapkan tersangka lantaran tidak membuat dokumen keselamatan.
Dia juga mengabaikan permintaan pihak keamanan. Dia pun menjual tiket lebih dari kapasitas stadion, yakni 42 ribu padahal kapasitas 38 ribu. Dia dikenakan pasal 359 360 pasal 103 jo pasal 52 no 11 tahun 2022.
Kemudian Suko Sutrisno selaku security steward, karena memerintahkan steward meninggalkan pintu gerbang. Akibatnya pintu tidak terbuka optimal saat massa ingin keluar.
Tersangka selanjutnya, Kabag Ops Polres Malang, Kompol Wahyu Setyo Pranoto. Dia jadi tersangka karena tahu ada aturan FIFA tentang larangan penggunaan gas air mata. Akan tetapi yang bersangkutan tidak mencegah atau melarang personel memakai gas air mata. Dia dikenakan Pasal 359 dan atau 360 KUHP.
Selanjutnya Komandan Kompi Brimob Polda Jawa Timur, AKP Hasdarman. Dia yang memerintahkan personel lainnya menembakkan gas air mata. Dia dikenakan pasal 359 dan atau 360 KUHP.
Berikutnya Kasat Samapta Polres Malang, AKP Bambang Sidik Achmadi. Dia memerintahkan personel menembakkan gas air mata. Dia dikenakan pasal 359 dan atau 360 KUHP.
Ikuti berita seputar Tragedi Arema vs Persebaya