Berita Entertainment
Mengenal Sindrom Stockholm Diduga Diidap Lesti Kejora, Gejala Harus Diwaspadai, Lihat Bahaya Efeknya
Mengenal sindrom Stockholm yang diduga diidap oleh Lesti Kejora sebagai bentuk gejala dari keputusannya kembali kepada Rizky Billar.
Penulis: Ignatia | Editor: Mujib Anwar
Mereka bahkan mungkin mulai merasa seolah-olah mereka memiliki tujuan dan tujuan yang sama. Korban mungkin mulai mengembangkan perasaan negatif terhadap polisi atau pihak berwenang.
Mereka mungkin membenci siapa pun yang mungkin mencoba membantu mereka melarikan diri dari situasi berbahaya yang mereka hadapi.
Paradoks ini tidak terjadi pada setiap sandera atau korban, dan tidak jelas mengapa hal itu terjadi.
Banyak psikolog dan profesional medis menganggap Sindrom Stockholm sebagai mekanisme koping, atau cara untuk membantu korban menangani trauma dari situasi yang menakutkan.
Baca juga: Tega KDRT Lesti Kejora dan Dimaafkan, Rizky Billar Berkoar soal Rumah Tangga Kokoh: Tak Terpengaruh
Jika terus dibiarkan sindrom ini tentu akan sagnat berbahaya.
Hal itu berkaitan dengan kemungkinan hilangnya nyawa penderita karena justru menyenangi kegiatan yang diberikan oleh pelaku.
Apa saja gejala sindrom Stockholm yang semestinya bisa anda antisipasi?
- Muncuk perasaan positif terhadap orang yang menahan mereka atau menyiksa mereka.
- Muncul perasaan negatif terhadap polisi, figur otoritas, atau siapa pun yang mungkin mencoba membantu mereka melarikan diri dari penculiknya.
- Mereka bahkan mungkin menolak untuk bekerja sama melawan penculiknya.
- Korban mulai memahami kemanusiaan penculiknya dan percaya bahwa mereka memiliki tujuan dan nilai yang sama. Perasaan ini biasanya terjadi karena situasi emosional dan penuh muatan yang terjadi selama situasi penyanderaan atau siklus pelecehan.

Seiring waktu, persepsi itu mulai membentuk kembali dan mengubah cara mereka memandang orang yang menyandera atau melecehkan mereka.
Sindrom Stockholm adalah strategi koping.
Individu yang dilecehkan atau diculik dapat mengembangkannya.
Ketakutan atau teror mungkin paling umum dalam situasi ini, tetapi beberapa individu mulai mengembangkan perasaan positif terhadap penculik atau pelakunya.
Mereka mungkin tidak ingin bekerja sama atau menghubungi polisi.

Mereka bahkan mungkin ragu-ragu untuk menghidupkan pelaku atau penculik mereka.
Sindrom Stockholm bukanlah diagnosis kesehatan mental resmi.
Sebaliknya, itu dianggap sebagai mekanisme koping. Individu yang dilecehkan atau diperdagangkan atau yang menjadi korban inses atau teror dapat mengembangkannya.
Perawatan yang tepat dapat sangat membantu pemulihan.
Jika tidak mendapatkan perawatan, mungkin saja nyawa sosok yang menderita sindrom ini tak akan bisa selamat.
Berita seputar Lesti Kejora lainnya