Berita Jatim
Sikap Sopan Jadi Alasan Mas Bechi Terdakwa Kasus Perkosaan Dihukum Lebih Ringan dari Tuntutan
Putra kiai, Moch Subechi Azal Tsani (MSAT) alias Mas Bechi (42) terdakwa atas kasus dugaan pemerkosaan santriwati divonis 7 tahun penjara
Penulis: Luhur Pambudi | Editor: Januar
\Laporan Wartawan TribunJatim.com, Luhur Pambudi
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA-Putra kiai, Moch Subechi Azal Tsani (MSAT) alias Mas Bechi (42) terdakwa atas kasus dugaan pemerkosaan santriwati sebuah ponpes di Jombang, divonis hukuman tujuh tahun penjara oleh Ketua Majelis Hakim, Sutrisno, di Ruang Sidang Cakra, Kantor PN Surabaya, Kamis (17/11/2022).
Putra kiai dari sebuah ponpes yang berlokasi di Ploso Jombang tersebut, didakwa dengan dakwaan alternatif Jaksa Penuntut Umum (JPU) yakni Pasal 289 Jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Vonis hukuman tersebut, merupakan sanksi paling ringan dari tuntutan yang dikenakan terhadap terdakwa.
Sebelumnya, terdakwa dituntut dengan sanksi maksimal 16 tahun penjara, berdasarkan Pasal 285 Jo pasal 65 Ayat 1 KUHP.
Setelah, ditambahkan sepertiga dari sanksi hukuman sesuai Pasal 65 Ayat 1, dengan empat tahun penjara.
"Pertama menyatakan, terdakwa Mas Bechi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan. Kedua, menjatuhkan pidana pada terdakwa M Bechi dengan pidana penjara selama 7 tahun. Ketiga melaksanakan masa tahanan pidana, dikurangi masa penahanan yang telah dijatuhkan," ujar Hakim Ketua Sutrisno dalam membacakan pertimbangan putusan.
Ringannya vonis tersebut, karena didasari oleh sejumlah pertimbangan. Yakni, usia terdakwa yang dinilai terbilang muda, masih memiliki kesempatan untuk berubah dan memperbaiki diri.
Kemudian, terdakwa dinilai bersikap sopan dan turut mempelancar jalannya sidang.
Lalu, terdakwa memiliki empat orang anak yang masih berusia anak-anak, bahkan ada yang masih kategori balita.
Sehingga, sosok terdakwa masih dibutuhkan sebagai figur ayah oleh keempat anaknya setelah nanti rampung menjalani masa tahanan.
Dan terakhir, lanjut Sutrisno, kasus kekerasan seksual yang menjerat terdakwa kali ini, merupakan kasus kejahatan pertama.
"Hal meringankan, terdakwa masih muda dan bisa memperbaiki kesalahannya. Terdakwa seorang tulang punggung keluarga, dan mempunyai anak masih kecil dan masih membutuhkan kasih sayang, dari seorang bapak. Terdakwa sopan selama persidangan dan memperlancar jalannya persidangan. Terdakwa belum pernah dihukum," jelasnya.
Baca juga: Mas Bechi, Anak Kiai Jombang Terdakwa Pencabulan Santriwati Divonis, Istrinya Ngotot, Teriak-teriak
Hakim Ketua Sutrisno menambahkan, putusan tersebut dapat berubah manakala memang pihak terdakwa melalui penasehat hukumnya, melakukan upaya hukum agar lebih meringankan hukuman terdakwa.
"Demikian diputuskan dalam sidang di PN Surabaya Rabu (16/11/2022) oleh kami hakim Sutrisno, hakim anggota Khadwanto, Titik Budi Winarto, yang dinyatakan dalam sidang umum pada hari kamis (17/11/2022)," pungkasnya.
Pembacaan pertimbangan tersebut, dilakukan selama kurun waktu tujuh jam lamanya. Dimulai pukul 11.00 WIB, dan berakhir pada pukul 17.00 WIB.
Mendengar tiga kali ketokan palu hakim. Erlian Rinda alias Durrotun Mahsunnah, istri Mas Bechi atau MSAT (41) terdakwa, langsung berang.
Hanya sepersekian detik, ia sontak berteriak lantang meracau protes, terhadap hasil keputusan hakim yang dianggapnya tak menguntungkan kepada terdakwa.
"Zalim," teriak ibu empat anak itu, seraya beranjak dari kursi tempat duduknya lalu berusaha menyeruak kerumunan awak media di depan pintu area sidang, dan tampak berupaya menembus barikade petugas keamanan PN Surabaya, yang bersiaga di depan pagar area meja sidang.
Bahkan, saat Mas Bechi langsung diamankan oleh pihak JPU untuk dibawa ke mobil tahanan kejaksaan, lalu dibawa kembali ke Rutan Kelas I Surabaya, di Medaeng, Sidoarjo, melalui pintu khusus yang berlokasi di belakang meja hakim.
Erlian Rinda tampak, berupaya mengejar sang suami. Bahkan, ia terus menerus berusaha berteriak memanggil sang suami, meskipun saat itu sosok Mas Bechi yang memakai kemeja flanel warna biru muda itu, sudah diamankan keluar dari ruang sidang melalui pintu lain.
"Kami butuh keadilan di sini. Saya istrinya pak, percuma, jahat, percuma datang sidang berkali-kali," teriak Erlian Rinda menghardik dua orang anggota berseragam Polisi warna gelap yang ikut membantu pihak keamanan PN Surabaya, menjaga kondusivitas jalannya sidang.
Di lain sisi, bersamaan dengan usaha Erlian Rinda menembus barikade teknis pengamanan area sidang yang dilakukan petugas keamanan.
Tak lama kemudian, salah satu simpatisan Mas Bechi berteriak lantang dengan menyebut hakim, dan memprotes keputusan atas vonis 7 tahun yang dijatuhkan kepada terdakwa.
"Woy hakim. Ini harus dibanding," teriak pria berkemeja kuning lengan pendek, yang berupaya mengejar pihak hakim.
Sementara itu, menanggapi hasil putusan vonis dari majelis hakim tersenut. Penasehat Hukum (PH) terdakwa I Gede Pasek Suardika mengatakan, pihaknya tetap akan melakukan upaya hukum lanjutan meninjau hasil putusan tersebut.
Namun, pihaknya masih akan menunggu keputusan dan keinginan dari pihak keluarga terdakwa atau kliennya, terlebih dahulu.
Dan, dalam waktu dekat, pihak keluarga terdakwa dengan didampingi anggota tim penasehat hukum terdakwa, segerakan segera menyampaikan secara resmi.
"Nanti, ya, kita tunggu (keinginan dan keputusan) pihak klien," ujar I Gede Pasek saat melenggang berjalan keluar menyusuri lorong Kantor PN Surabaya.
Diketahui, sidang tersebut dipimpin oleh Majelis Hakim, diketuai Hakim Sutrisno, Hakim Titik Budi Winarti, dan Hakim Khadwanto. Dan Panitera Pengganti, Achmad Fajarisman.
Kemudian, terdapat sembilan orang JPU yang mengawal jalannya sidang tersebut, sejak berjalannya sidang agenda dakwaan, pada Senin (18/7/2022).
Meliputi, Sofyan, jaksa utama madya; Endang Tirtana, jaksa madya; Rachmawati Utami, jaksa utama pratama; Aldi Demas, ajun jaksa; Tengku Firdaus, jaksa madya; Rista Erna Soelistiowati, jaksa utama pratama; Achmadijaya, jaksa muda; Anjas Mega Lestari, ajun jaksa.
Berdasarkan surat dakwaan yang dilansir Kejaksaan Negeri Jombang, bernomor registrasi perkara: PDM-339/M.2.25/VII/2022, yang telah ditandatangani oleh sembilan orang JPU, Jumat (8/7/2022). Bahwa saksi korban dalam perkara tersebut, berjumlah satu orang yakni seorang perempuan berinisial MNK alias M.
Sebelumnya, pada sidang agenda pembacaan dakwaan, pada Senin (18/7/2022). Kepala Kejati Jatim yang juga bertindak sebagai Ketua Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) sidang tersebut, Mia Amiati menegaskan, Mas Bechi didakwa dengan pasal berlapis.
Yakni, Pasal 285 KUHP Tentang Pemerkosaan dan Pencabulan terhadap Anak Dibawah Umur, Junto Pasal 65 KUHP, ancamannya pidana 12 tahun penjara.
Kemudian, Pasal 289 Junto Pasal 65 KUHP ancaman sembilan tahun penjara. Pasal 294 KUHP Jo Pasal 65 KUHP pidana tujuh tahun penjara.
"Sudah (barang bukti lengkap), berdasarkan hasil penyidikan dari penyidik, kami melaksanakan pemberkasan itu semua sudah ada pada berkas perkara," katanya, di depan Ruang Cakra, PN Surabaya, Senin (18/7/2022)
Lalu, pada sidang agenda tuntutan, pada Senin (10/10/2022). Mas Bechi (41) atau MSAT terdakwa pencabulan santriwati sebuah Ponpes Ploso Jombang, dituntut 16 tahun penjara.
Kajati Jatim Mia Amiati sekaligus pimpinan JPU dalam sidang tersebut, menerangkan, terdakwa dituntut sanksi maksimal 12 tahun penjara berdasarkan Pasal 285 Jo pasal 65 Ayat 1 KUHP.
Kemudian, ditambahkan sepertiga dari sanksi hukuman sesuai Pasal 65 Ayat 1, dengan empat tahun penjara, menjadi 16 tahun penjara.
"Di situ kami mengupayakan menuntut dengan ancaman maksimal, karena Pasal 285 KUHP ini adalah 12 tahun, maka ditambah satu per tiga dari Pasal 65 sehingga totalnya menjadi 16 tahun, itu yang kami ajukan," ujarnya pada awak media di ujung lorong Kantor PN Surabaya, bulan lalu.
Sekadar diketahui, perjalanan kasus dugaan kekerasan seksual yang menyeret MSAT, putra kiai kondang di Ploso, Jombang, terkesan timbul tenggelam, sejak dilaporkan pertama kali pada akhir tahun 2019, atau jauh sebelum adanya Pandemi Covid-19.
Upaya paksa yang dilakukan polisi untuk menangkap tersangka, beberapa bulan terakhir, hingga Kamis (7/7/2022), karena berkas kasus tersebut sudah dinyatakan lengkap atau P-21 oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim, sejak Selasa (4/1/2022).
Oleh karena itu, Kejati Jatim menunggu penyidik polisi menyerahkan berkas perkara sekaligus tersangka MSAT untuk segera disidangkan.
Hanya saja, sampai saat ini tersangka tak kunjung memenuhi panggilan kepolisian untuk menjalani tahapan penyidikan. Apalagi menyerahkan, diri.
Sebenarnya, temuan dugaan kekerasan seksual dengan modus transfer ilmu terhadap santriwati yang menjerat nama MSAT pertama kali, dilaporkan korban yang berinisial NA salah seorang santri perempuan asal Jateng, ke SPKT Mapolres Jombang, pada Selasa (29/10/2019), dengan Nomor LP: LPB/392/X/RES/1.24/2019/JATIM/RESJBG.
Lalu, Selasa (12/11/2019), Polres Jombang mengeluarkan surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP).
Hasil gelar perkara penyidik Unit PPA Satreskrim Polres Jombang, MSAT dijerat dengan pasal berlapis yakni tentang pemerkosaan dan perbuatan cabul terhadap anak di bawah umur atau Pasal 285 dan Pasal 294 KUHP.
Kemudian, pada Rabu (15/1/2020), Subdit IV Renakta Ditreskrimum Polda Jatim mengambil alih kasus tersebut. Namun MSAT tetap mangkir dalam setiap tahapan agenda pemeriksaan.
Penyidik saat itu, bahkan gagal menemui MSAT saat akan melakukan penyidikan yang bertempat di lingkungan lembaga pendidikan tempat tinggalnya, di komplek ponpes, Jalan Raya Ploso, Jombang.
Lama tak kunjung ada hasil penyidikan yang signifikan. kasus seperti tenggelam begitu saja, kurun waktu dua tahun.
Namun, kasus tersebut, tiba-tiba menyita perhatian, tatkala MSAT mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Surabaya untuk meminta kepastian status kasus hukumnya yang sudah dua tahun tanpa kejelasan.
Dalam permohonan praperadilan itu, termohon adalah Polda Jatim dan turut termohon adalah Kejati Jatim.
Dengan dalih, sebagaimana yang disampaikan Kuasa hukum MSAT, Setijo Boesono, saat itu, bahwa berkas kasus kliennya sudah beberapa kali ditolak oleh pihak kejaksaan, namun sampai saat ini belum jelas kepastian proses hukum berlanjut.
Namun pada Kamis (16/12/2021), pihak Hakim PN Surabaya menolak permohonan praperadilan MSAT. Alasannya, karena kurangnya pihak termohon, dalam hal ini Polres Jombang.
Karena, proses penyelidikan dan penyidikan kasus ini hingga penetapan tersangka dilakukan oleh Polres Jombang. Polda Jatim dalam kasus ini hanya meneruskan proses hukum saja.
Pihak MSAT masih mengajukan upaya hukum mengajukan gugatan praperadilan atas status tersangkanya ke PN Jombang pada Kamis (6/1/2022), dengan pihak termohon sama, yakni Kapolda Jatim, Kapolres Jombang, Kajati Jatim, dan Kajari Jombang. Namun, hasilnya tetap, yakni ditolak.
Ditolaknya gugatan praperadilan MSAT sebanyak dua kali. Menegaskan proses penindakan hukum atas kasus tersebut, harus dilanjutkan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku yakni penangkapan paksa dengan menerbitkan DPO atas profil identitas MSAT, pada Kamis (13/1/2022).
Tak pelak, upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik kepolisian dan hasilnya berbuah penolakan, seperti video viral pada Jumat (14/1/2022).
Kemudian, berlanjut pada pengejaran mobil MSAT yang kabur dalam penyergapan, pada Minggu (3/7/2022). Hingga Kamis (7/7/2022), Polda Jatim mengerahkan banyak pasukan melakukan penjemputan paksa di ponpes tempat MSAT berada dan melakukan penahanan sementara di Rutan Kelas I Surabaya, di Medaeng, Waru, Sidoarjo.
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com