Berita Tulungagung
Tim Geologi UPN Yogyakarta Sebut Cuaca Ekstrem Jadi Pemicu Utama Tanah Gerak di Tulungagung
Tim Jurusan Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta bertemu langsung dengan warga terdampak bencana tanah gerak di Kantor Kecamatan Tanggunggunung, Sela
Penulis: David Yohanes | Editor: Ndaru Wijayanto
Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, David Yohanes
TRIBUNJATIM.COM, TULUNGAGUNG - Tim Jurusan Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta bertemu langsung dengan warga terdampak bencana tanah gerak di Kantor Kecamatan Tanggunggunung, Selasa (29/11/2022).
Mereka memaparkan secara langsung hasil penelitian terkait kondisi tanah di lokasi hunian warga terdampak.
Menurut Ketua Tim, Dr Ir C Prasetyadi, M.Sc, tanah gerak di Tulungagung ini tidak bisa diketahui periodesasinya.
"Tadi warga kan bilang, sebelumnya tidak pernah terjadi, bari sekarang munculnya. Karena itu pasti ada faktor pemicu," terang Prasetyadi.
Pemicu yang dimaksud Prasetyadi adalah cuaca ekstrem.
Cuaca di luar kewajaran ini memberikan curah hujan yang sangat tinggi.
Faktor eksternal ini lalu memicu kerawanan lokal yang selama ini ada.
"Selama ini kondisi tanah masih bisa menahan debit air yang ada. Namun ketika cuaca ekstrem, debit air meningkat maka tanah yang rawan melewati batas amannya," katanya.
Topografi juga turut memicu tanah gerak.
Baca juga: Pelapukan Batuan Kapur Picu Tanah Gerak, 13 Rumah di Tulungagung Harus Direlokasi
Seperti yang terjadi di saah satu titik di jalan Desa Ngepoh yang longsor.
Setelah diteliti ternyata titik ini menjadi tempat berkumpulnya air, karena topografi bebatuan di bawahnya.
Kumpulan air ini yang menjadikannya semakin lemah, hingga akhirnya terjadi longsor.
Akumulasi air ini juga menyebabkan pelapukan tanah dan batuan di bagian bawah.
Air dalam jumlah banyak ini menjenuhkan batuan dan tanah sehingga akan semakin lemah.
"Di Indonesia iklimnya lembab, curah hujan tinggi hingga banyak genangan. Lalu terjadi pelapukan kimia pada batuan, sehingga batuan sekeras apa pun akan jadi tanah," tegas Prasetyadi.
Bencana tanah gerak yang terjadi bukan dipicu oleh kondisi lahan yang minim vegetasi.
Masih menurut Prasetyadi, di kawasan bencana ini sebelumnya tidak terjadi rayapan atau pergerakan tanah yang sangat pelan.
Hal ini bisa dilihat dari kondisi pepohonan yang ada di kawasan lereng.
Pohon-pohon ini masih berdiri tegak, tidak ada yang miring.
Berbeda dengan pepohonan di kawasan yang mengalami rayapan, maka tumbuhnya akan miring.
Sebab selama masa pertumbuhan tanah tempatnya tumbuh terus bergerak meski sangat lambat.
"Pohon yang tegak itu menunjukkan tanahnya tidak gerak, atau akarnya menancap di bebatuan sehingga tidak ada rayapan," ungkapnya.
Prasetyadi menegaskan, lokasi tanah di permukiman warga sangat tidak aman.
Pihaknya masih harus menunggu sampai musim hujan ekstrem ini berakhir sebelum menarik kesimpulan.
Karena itu warga tidak disarankan untuk tinggal di rumah-rumah yang terdampak.
Lebih jauh, Tim Geologi dari UPN Veteran Yogyakarta akan melakukan survei menyeluruh di tahun 2023.
Survei ini akan memetakan daerah rawan bencana di seluruh wilayah Kabupaten Tulungagung.
Hasil akhirnya akan didapat zonasi bencana dalam peta wilayah.
"Ini bagain kerja sama UPN Veteran Yogyakarta dengan Pemkab Tulungagung. Sudah dianggarkan di tahun 2023," pungkasnya.
Sebelumnya ada 8 titik tanah gerak yang menjadi obyek survei tim dari UPN Veteran Yogyakarta ini.
Titik-titik berada di Kecamatan Tanggunggunung, Campurdarat dan Bandung.
Sekurangnya 8 rumah warga terdampak tanah gerak di Desa Talun Kulon, Kecamatan Bandung.
Bahkan ada dapur rumah warga yang sudah ambruk karena pondasinya geser.
Sementara 61 rumah terdampak di Kecamatan Tanggunggunung, 8 di Desa Ngepoh, dan 53 rumah ada di Dusun Kalitalun, Desa Tanggunggunung.
Dua rumah warga bahkan tidak bisa ditempati sama sekali karena nyaris ambruk.
Bahkan sampai saat ini setiap hujan deras warga terdampak di Dusun Kalitalun mengungsi di Kantor Kecamatan Tanggunggunung