Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Ramadan 2023

Jadwal Awal Puasa Ramadan 2023 NU, Muhammadiyah dan Pemerintah, Bagaimana Hari Raya Idul Fitri?

Berikut jadwal awal puasa Ramadan 2023 versi NU, PP Muhammadiyah dan Pemerintah. Lantas bagaimana dengan penetapan Hari Raya Idul Fitri?

Editor: Elma Gloria Stevani
Maxpixel
Inilah jadwal awal puasa Ramadan 2023 versi NU, PP Muhammadiyah dan Pemerintah 

TRIBUNJATIM.COM - Sekira paruh bulan depan, puasa Ramadan akan segera hadir.

Berikut prediksinya.

Umat Islam seluruh dunia tengah menunggu datangnya Ramadan sekira paruh bulan depan.

Kapankah saatnya?

Hingga saat ini, baru Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah yang telah menetapkan jadwal puasa Ramadan 2023.

Menurut PP Muhammadiyah, 1 Ramadan 1444 H jatuh pada Kamis, 23 Maret 2023.

Merujuk pada keputusan PP Muhammadiyah, bulan puasa kurang 50 hari lagi bila dihitung mundur dari Rabu (1/2/2023) hari ini.

Keputusan PP Muhammadiyah tentang awal puasa Ramadan 2023 berdasarkan hasil hisab Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah.

Dalam surat edaran tersebut, ijtimak jelang Ramadan 2023 belum terjadi pada Selasa, 21 Maret 2023 atau bertepatan dengan 29 Syakban 1444 H.

Ijtimak terjadi pada esok hari, yaitu Rabu, 22 Maret 2023 atau 30 Syakban 1444 H pukul 00.25.41 WIB.

"Tinggi bulan pada saat Matahari terbenam di Yogyakarta arta (f = -07° 48¢ LS dan l = 110° 21¢ BT) = +07° 57¢ 17⊃2; (hilal sudah wujud)."

"Di seluruh wilayah Indonesia pada saat Matahari terbenam, Bulan berada di atas ufuk," tulis keterangan dalam surat tersebut.

Umur bulan Syakban 1444 H pun digenapkan menjadi 30 hari sehingga 1 Ramadan 1444 H jatuh pada Kamis, 23 Maret 2023.

Dengan demikian, warga Muhammadiyah akan melaksanakan shalat tarawih perdana pada Rabu, 22 Maret 2023 malam.

Lantas mengawali puasa Ramadhan 2022 dan bersantap sahur pada Kamis, 23 Maret 2022.

Selain menetapkan 1 Ramadan 1444 H, satu di antara organisasi Islam tersebut juga sudah menetapkan kapan 1 Syawal 1444 H yang merupakan Hari Raya Idul Fitri alias Lebaran 2023.

Menurut PP Muhammadiyah, 1 Syawal 1444 H jatuh pada Jumat, 21 April 2023.

Sebab, ijtimak jelang Syawal 1444 H terjadi pada Kamis, 20 April 2023, pukul 11.15.06 WIB.

"Tinggi Bulan Pada saat Matahari terbenam di Yogyakarta arta (f = -07° 48¢ LS dan l = 110° 21¢ BT) = +01° 47¢ 58⊃2; (hilal sudah wujud)."

"Di seluruh wilayah Indonesia pada saat Matahari terbenam Bulan berada di atas ufuk," mengutip keterangan dalam surat tersebut.

Sehingga warga Muhammadiyah akan melaksanakan takbiran pada Kamis, 20 April 2023.

Sementara keesokan harinya, Jumat, 21 April 2023 pagi hari, salat Id digelar.

Berikut penetapan hasil hisab Ramadhan hingga Syawal 1444 H dari PP Muhammadiyah:

- 1 Ramadan 1444 H jatuh pada Kamis, 23 Maret 2023

- 1 Syawal 1444 H jatuh pada Jumat, 21 April 2023

Jadwal Puasa Ramadan 2023 Versi NU dan Pemerintah

Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas mengumumkan hasil Sidang Isbat (penetapan) 1 Ramadan 1443 H yang disiarkan langsung melalui kanal YouTube Kemenag RI, Jumat (1/4/2022).
Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas mengumumkan hasil Sidang Isbat (penetapan) 1 Ramadan 1443 H yang disiarkan langsung melalui kanal YouTube Kemenag RI, Jumat (1/4/2022). (Tangkap layar kanal YouTube Kemenag RI)

Sementara untuk jadwal puasa Ramadan 2023 dari Nahdlatul Ulama (NU) dan pemerintah -dalam hal ini Kementerian Agama (Kemenag)- belum diketahui.

Sebab dalam menetapkan awal puasa Ramadan antara PP Muhammadiyah, NU, dan Kemenag, menggunakan metode yang berbeda.

Muhammadiyah memakai metode Hisab hijab wujud al-hilal dalam penentuan awal puasa Ramadan.

Yaitu metode menetapkan awal bulan baru yang menegaskan, bulan Qamariah baru dimulai apabila telah terpenuhinya tiga parameter.

Tiga parameter ini adalah telah terjadi konjungsi atau ijtimak; ijtimak =terjadi sebelum matahari terbenam; dan pada saat matahari terbenam bulan berada di atas ufuk.

Dengan metode hisab, awal dan akhir Ramadan menurut Muhammadiyah telah diketahui hingga tahun 2067.

Sementara NU menentukan awal puasa Ramadan melalui pelaksanaan rukyatul hilal yang dilakukan di sejumlah titik pengamatan.

Hal ini sama seperti Kemenag yang menentukan awal Ramadan dengan pengamatan hilal di seluruh wilayah Indonesia.

Kemudian, Kemenag mengadakan sidang isbat setelah pengamatan hilal atau bulan baru tersebut.

Biasanya, sidang isbat akan diawali dengan seminar posisi hilal awal Ramadan oleh Tim Falakiyah Kemenag.

Kemudian dilanjutkan dengan melaporkan hasil hisab dan pantauan rukyatul hilal oleh tim Kemenag di seluruh Indonesia.

Dari hasil tersebut, Kemenag bersama sejumlah pihak akan memutuskan kapan awal Ramadhan 1444 H atau 2023 dimulai.

Dengan demikian, patut dinanti pengumuman selanjutnya dari pemerintah dan NU terkait kapan 1 Ramadhan 1444 H atau 2023.

Apakah sama seperti PP Muhammadiyah atau berbeda seperti tahun lalu.

Adapun penetapan awal Ramadhan 2023 dan Hari Raya Idul Fitri kadang bersamaan, dan ada pula yang berbeda antara keputusan NU, Muhammadiyah dan pemerintah.

Jika dilakukan penghitungan mundur dari jadwal Hari Raya Idul Fitri yang telah ditetapkan sesuai Surat Keputusan Bersama atau SKB 3 Menteri, maka awal puasa Ramadhan 2023 jatuh pada 22 Maret 2023.

Sementara itu, menurut pakar astronomi dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan)-Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), ada perbedaan penetapan Idul Fitri 2023 mendatang

“Muhammadiyah dengan kriteria wujudul hilal yaitu 21 April 2023. Pemerintah dan beberapa ormas Islam, seperti NU dan Persis (Persatuan Islam), dengan kriteria imkan rukyat (visibilitas hilal) yaitu 22 April 2023,” kata Thomas Djamaluddin.

Menurut Thomas, kendati penetapan Hari Raya Idul Fitri berpotensi berbeda, penetapan awal Ramadhan 2023 atau 1444 Hijriyah bisa jadi sama, yakni 23 Maret 2023.

Thomas Djamaluddin berpandangan ada solusi untuk menyikapi potensi perbedaan Hari Raya Idul Fitri 2023 atau 1444 Hijriyah yakni dengan mendorong munculnya kesepakatan kriteria dan otoritas, antara pemerintah dan ormas-ormas Islam.

Yang dimaksud dengan kesepakatan penggunaan kriteria adalah dengan menerapkan kriteria MABIMS (Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura).

Keempat negara itu serta beberapa organisasi keagamaan Islam yakni Nahdlatul Ulama (NU) dan Persis sudah sepakat dengan kriteria MABIMS. Thomas Djamaluddin menjelaskan kriteria MABIMS adalah tinggi bulan minimal 3 derajat dan elongasi minimal 6,4 derajat.

Lantas, Thomas Djamaluddin memaparkan enam faktor mengapa kriteria MABIMS perlu diterima dalan menetapkan awal bulan Hijriyah.

Pertama, kriteria MABIMS berdasarkan data rukyat atau pengamatan global jangka panjang. Kedua, kriteria MABIMS menggunakan parameter yang biasa diterapkan oleh para ahli hisab Indonesia yaitu ketinggian hilal dan elongasi (jarak sudut bulan-matahari).

“(Ketiga), parameter yang digunakan menjelaskan aspek fisis rukyatul hilal. Elongasi menggambarkan ketebalan fisis hilal. Semakin besar nilai elongasi, berarti hilal semakin tebal,” ujar Thomas Djamaluddin.

Keempat, kriteria MABIMS menetapkan ketinggian minimal 3 derajat yang berdasasrkan data global. Kelima, elongasi minimal 6,4 derajat berdasarkan pada rekor bulan terdekat sebagaimana laporan dalam makalah Mohammad Shawkat Odeh, tokoh falak internasional.

“Elongasi yang kurang dari 6,4 derajat terlalu tipis dan redup untuk mengalahkan cahaya senja,” kata Thomas.

Terakhir, keenam, kriteria MABIMS dibangun dengan data rukyat kemudian dianalisis secara hisab.  Hal itu, menurut dia, merupakan titik temu bagi pengguna metode rukyat seperti NU dan pengguna metode hisab seperti Muhammadiyah.

 

 


Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com

---

Berita Jatim dan Ramadan 2023 lainnya

Informasi lengkap dan menarik lainnya di GoogleNews TribunJatim.com

Sumber: Tribunnews.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved