Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Ramadan 2023

Hikmah Ramadan: Penentuan 1 Syawal 1444 H/2023 M di Indonesia

Secara umum, penyebab terjadinya perbedaan dalam menentukan Hari Raya Idul Fitri atau Idul Adha di Indonesia, menurut al-Haqir, karena dua hal.

Editor: Dwi Prastika
Istimewa/TribunJatim.com
Nur Kholis Majid dari Majelis Ulama Indonesia Jawa Timur menjelaskan tentang perbedaan penentuan Hari Raya Idul Fitri 2023. 

Oleh: Dr Nur Kholis Majid, M HI dari Majelis Ulama Indonesia Jawa Timur (MUI Jatim)

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Secara umum, penyebab terjadinya perbedaan dalam menentukan hari raya, baik Idul Fitri atau Idul Adha di Indonesia, menurut al-Haqir, karena dua hal, yaitu, pertama, karena berbedanya pijakan atau acuan dalam mengambil keputusan masuknya awal bulan Qamariyah.

Perbedaan acuan atau pijakan yang dimaksud adalah antara hisab dan rukyat.

Kedua, perbedaan dalam hal penentuan mathla’ (tempat terbitnya bulan), antaran wihdat al-mathla’ (centra terbitnya bulan/rukyat internasional) dan ikhtilaf al-mathali’ (berbeda terbit bulan/rukyat lokal).

Sebagian kelompok umat Islam di Indonesia dalam menentukan masuk awal bulan Hijriyah menggunakan rukyat al-hilal bil fi’li (melihat bulan secara langsung) sebagai acuan yang sah, sedangkan ilmu hisab atau ilmu falak merupakan penunjang untuk bisa dilakukannya rukyat.

Jika terjadi pertentangan antara hasil perhitungan ilmu hisab atau ilmu falak dengan hasil rukyat, maka yang dijadikan acuan adalah hasil rukyat. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW yang kemudian dilaksanakan para sahabat:

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: صُوْمُوْا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوْا لِرُؤْيَتِهِ وَإِنْ غَبِيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوْا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلاَثِيْنَ

Artinya: Berpuasalah karena melihat bulan dan berbukalah karena melihat bulan, kalau mendung bagimu, maka sempurnakan hitungan bulan syaban menjadi 30 hari. (HR Bukhori)

وقد صرحت أئمة المذاهب الاربعة بأن الصحيح أنه لا عبرة برؤية الهلال نهارا وإنما المعتبر رؤيته ليلا، وأنه لا عبرة بقول المنجمين

Di lain pihak, sebagian kelompok Islam menjadikan ilmu hisab sebagai pijakan utama dalam hal penentuan awal bulan Qamariyah dan sekaligus mencukupkan diri kepada hasil perhitungan ilmu hisab atau ilmu falak tersebut, tanpa harus dilakukannya rukyat al-hilal bil fi’li (melihat bulan secara langsung).

Adapun yang dimaksud dengan hasil perhitungan ilmu hisab atau falak ialah al-Hisab al-Falaki al-Qoth‘i (ilmu hisab atau falak yang memiliki akurasi yang tinggi dan mendekati kebenaran). Artinya, jika bertentangan antara hasil hisab dan rukyat, maka yang dimenangkan adalah hasil hisab. Hal ini dikarenakan adanya rukyat yang sangat tergantung pada kondisi cuaca pada saat dilakukannya rukyat.

Baca juga: Boleh Mandi Junub Usai Subuh di Bulan Ramadan? Perkara Hubungan Pasutri dan Haid, Ini Penjelasannya

Dengan kata lain, hilal akan dapat dirukyat apabila didukung dengan kondisi cuaca yang cerah. Dan sebaliknya, apabila kondisi cuaca tidak mendukung (mendung), maka sangat mungkin hilal tidak dapat dirukyat. Akibatnya, hitungan bulan harus diistikmalkan (disempurnakan menjadi 30 hari).

Dengan alasan ini, maka hasil perhitungan ilmu hisab atau ilmu falak dianggap cukup untuk dijadikan sebagai acuan yang sah secara syari kaitannya dengan penepatan awal bulan Qamariyah.

سئل عن قول السبكي: لو شهدت بينة برؤية الهلال ليلة الثلاثين من الشهر وقال الحساب بعدم إمكان الرؤية تلك الليلة عمل بقول أهل الحساب، لان الحساب قطعي والشهادة ظنية

Di samping itu, sebagian kelompok umat Islam yang lain ada yang menganut pendapat ulama tentang wihdatul mathla’ (rukyat internasional), artinya, apabila di sebagian negara Islam di dunia terutama Makkah (Arab Saudi) ada yang melihat bulan, maka seluruh umat Islam sedunia harus mengikutinya. Karena bulan itu satu dan untuk semua manusia penghuni bumi.

Sumber: Tribun Jatim
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved