Berita Artis Korea
Dari Drama Korea The Great Shaman Ga Doo Shim Kita Bertanya, Benarkah Bunuh Diri Adalah Hal Biasa?
Setelah nonton drama Korea The Great Shaman Ga Doo Shim, kita akan bertanya-tanya, apakah bunuh diri bagi siswa SMA di Korea Selatan adalah hal biasa?
TRIBUNJATIM.COM - Sebenarnya agak ngeri-ngeri sedap waktu pertama kali nonton drama Korea The Great Shaman Ga Doo Shim.
Kalau bukan karena pemain utama drama Korea adalah Kim Sae Ron yang cantik dan Nam Dae Reum si oppa ganteng, durasinya yang cuma 20 menit dan tayang seminggu sekali sudah membuat sebagian besar orang akan mundur teratur.
Namun, ceritanya yang ringan dan ada romansa khas anak sekolah membuat kita tetap lanjut menonton drama Korea The Great Shaman Ga Doo Shim ini.
Bayangkan saja, pada episode pertamanya sudah ada adegan siswa bunuh dengan terjun dari gedung tinggi.
Meski dalam drama Korea fantasi tersebut siswa bunuh diri karena dirasuki roh jahat, tetap saja hal itu membuat kita bertanya-tanya, apakah bunuh diri bagi siswa SMA di Korea Selatan itu adalah hal yang biasa?
Kasus bunuh diri
Melansir Kompas TV, tingkat bunuh diri di antara anak-anak dan remaja Korea Selatan meningkat tahun 2021 di tengah pandemi Covid-19.
Catatan ini berdasarkan data Badan Statistik Korea Selatan.
Mengutip Badan Statistik Korea Selatan, Selasa (27/12/2022), Xinhua melaporkan, tingkat bunuh diri per 100.000 orang di bawah usia 17 tahun mencapai 2,7 bunuh diri remaja per 100.000 penduduk pada 2021, naik dari 2,5 tahun sebelumnya.
Setelah naik dari 1,2 pada tahun 2000 menjadi 2,6 pada tahun 2009, tingkat bunuh diri remaja menurun menjadi 1,4 pada tahun 2015 sebelum naik dari 2,1 tahun 2019 kemudina 2,5 pada tahun 2020, dan 2,7 pada tahun 2021.
Tren kenaikan dikaitkan dengan apa yang disebut "corona blue", atau depresi yang sebagian dipicu oleh aturan jarak sosial yang dirancang untuk mengekang pandemi.
Tingkat bunuh diri untuk mereka yang berusia 15 hingga 17 tahun turun dari 9,9 pada 2020 menjadi 9,5 pada 2021, tetapi tingkat bunuh diri untuk mereka yang berusia 12 hingga 14 tahun melonjak dari 3,2 menjadi 5,0 pada periode yang sama.
Tingkat bunuh diri per 100.000 orang untuk mereka yang berusia di bawah 17 tahun yang mengalami kekerasan terhadap anak mencapai rekor tertinggi 502,2 kasus pada tahun 2021, meningkat tajam dari 401,6 kasus pada tahun sebelumnya.
Ini terjadi karena anak-anak dan remaja tinggal di rumah lebih lama selama pandemi.
Pada tahun 2019, kasus bunuh diri di Korea termasuk dalam 4 besar di dunia, dan nomor satu di Asia dengan angka kematian 28.6 per 100.000 jiwa.
Kalau kita melihat data, pada tahun 2015 saja, bunuh diri menjadi penyebab kematian yang cukup tinggi.
Untuk usia 10-an, setidaknya ada 27.1 persen meninggal dunia karena bunuh diri.
Usia 20-an 41.3 persen , 30-an 35.5 persen , dan 40-an ada 18.5 % .
Selain data, kasus bunuh diri para selebritas Korea juga kerap menjadi sorotan karena seolah-olah menegaskan bahwa kehidupan di Korea itu sangat sulit bagi semua orang.
Tahun 2017 ada kasus bunuh diri Kim Jong Hyun dari Shinee dan tahun 2019 ada kasus bunuh diri Sulli dari F(x) dan Goo Hara ex-member KARA.
Yang terbaru adalah artis Jo Hana melakukan bunuh diri pada 25 April 2021.
Tak hanya selebritas, tahun 2009 juga ada kasus Presiden Roh Moo Hyun bunuh diri.
Wali Kota Seoul, kepala sekolah, pemain bisbol, pemain voli, pemain sepak bola profesional juga ada yang bunuh diri.
Meski penyebab sebenarnya tak pernah diketahui secara jelas, kasus bunuh diri menjadi sangat biasa di Korea.
Bukankah kalau figur publiknya saja begitu, hal ini bisa saja menjadi semacam kewajaran dan pembenaran kalau orang biasa juga melakukannya?
Metode bunuh diri yang paling umum adalah dengan menghirup racun yeontan karbon monoksida.
Ada juga yang terjun dari Jembatan Mapo yang lebih dikenal sebagai jembatan bunuh diri atau jembatan kematian.
Angka terbanyak kasus bunuh diri dilakukan orang tua karena mereka merasa menjadi beban bagi anak-anaknya.
Sementara itu secara umum, bunuh diri adalah penyebab kematian nomor satu di Korea Selatan di antara mereka yang berusia antara 10 dan 39 tahun, dan kanker, di antara mereka yang berusia 40 tahun atau lebih, pada tahun 2021, menurut data pemerintah.
Menurut laporan Statistik Korea tentang penyebab kematian pada tahun 2021, rata-rata 37 orang bunuh diri per hari, dan tingkat bunuh diri negara tersebut adalah yang tertinggi di antara 38 anggota Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD).
Jumlah kematian akibat bunuh diri di Korea meningkat 1,2 persen dalam setahun menjadi 13.352 pada 2021, menurut data tersebut.
Tingkat bunuh diri yang tertinggi secara umum ada di Provinsi Gangwon dengan 27,3 per 100.000, dan terendah di Sejong dengan 17,8 per 100.000.
Tingkat bunuh diri “berdasarkan usia” adalah 23,6 per 100.000 warga Korea Selatan, jauh lebih tinggi dari rata-rata OECD sebesar 11,1.
Dari semua 317.680 kematian yang tercatat tahun lalu, 26 persen disebabkan oleh kanker, 9,9 persen penyakit jantung, 7,2 persen pneumonia, 7,1 persen penyakit serebrovaskular, 4,2 persen bunuh diri, 2,8 persen diabetes, dan 2,5 persen penyakit Alzheimer.
Artinya pada tahun 2021 sebanyak 13.352 orang lintas usia bunuh diri.
Menurut kelompok umur, kasus bunuh diri mengambil proporsi kematian yang besar di kalangan remaja dan orang berusia 20-an dan 30-an.
Sekitar 44 persen kematian remaja disebabkan oleh bunuh diri, 56,8 persen pada usia 20-an, dan 40,6 persen pada usia 30-an.
Yang menonjol adalah peningkatan yang signifikan dalam kasus bunuh diri di usia 20-an.
Paik Jong-woo, seorang profesor psikiatri di Pusat Medis Universitas Kyung Hee dan mantan kepala Pusat Pencegahan Bunuh Diri Korea, menghubungkan tingkat bunuh diri yang tinggi di antara remaja dan orang Korea berusia 20-an dengan pemikiran bahwa mereka "gagal memenuhi harapan".
Pandemi Covid-19 dan aturan jarak sosial yang ketat bagi kaum muda yang pada dasarnya membutuhkan lebih banyak aktivitas di luar ruangan dan sosial bisa menjadi faktor signifikan dalam meningkatkan angka bunuh diri pada remaja dan mereka yang berusia 20-an, katanya.
"Stres dari jarak sosial, kecemasan tentang masa depan, dan kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan bisa berperan bersama untuk mendorong tingkat bunuh diri di kalangan anak muda Korea," kata Park.
Sebuah hal yang menyayat hati, ya.
Patriarki budaya kerja yang sangat kuat, kemiskinan, body shaming, dan cyber bullying yang dianggap biasa cukup membuktikan bahwa sepertinya memang tak mudah bisa hidup di Korea dengan santai tanpa tekanan.
Meski pemerintah berusaha keras menanggulangi kasus bunuh diri ini, bahkan sampai menamakan Jembatan Mapo menjadi “jembatan kehidupan”, kasus bunuh diri tetap saja masih tinggi jumlahnya.
Sebenarnya ada banyak drama Korea yang sedikit mengisahkan tentang bunuh diri dengan berbagai penyebabnya.
Meski katanya drama Korea itu tokoh dan kejadiannya hanyalah fiktif belaka, setidaknya kita bisa melihat sedikit gambaran realita kehidupan di Korea dari drama Korea seperti The Snow Queen, Andante, Boys Over Flowers, I Can Hear Your Voice, Pinocchio, Sassy Go Go, Save Me, Oh My Venus, Solomon’s Perjury, dll.
Ternyata bunuh diri memang ada di Korea.
Anak sekolah stres
Satu tahun ajaran sekolah di Korea terdiri dari dua semester, semester pertama dari bulan Maret sampai Juli dan semester kedua dari bulan Agustus sampai Februari.
Anak SMA setidaknya menghabiskan waktu 16 jam dengan kegiatan sekolah, termasuk kursus/ les tambahan di hakwon (semacam bimbel).
Orang tua juga berlomba-lomba untuk memasukkan anak mereka ke bimbel terbaik. Bagi orang tua kaya, akan sangat mudah melakukan ini, sementara bagi yang tak mampu, pergi ke bimbel adalah mustahil karena biayanya sangat mahal. Kalau kita melihat dari drakor School 2017 atau drakor sekolahan lainnya, kita bisa melihat bahwa persaingan ranking di sekolah Korea itu sangat sengit, ketat, dan kompetitif.
Kalau dilihat dari data tahun 2015, setidaknya ada 27.1 % usia belasan tahun yang masih duduk di sekolah atau awal kuliah memang melakukan bunuh diri ini.
Dikatakan juga bahwa 46 % siswa SMA Korea mengalami stres. Stres bisa terjadi karena tekanan dari keluarga mereka sendiri karena mengharapkan mereka sukses secara akademik dan bisa masuk universitas favorit sehingga kelak akan mudah mendapatkan pekerjaan.
Universitas favorit di Korea itu biasanya disingkat SKY (Seoul National University, Korea University, dan Yonsei University).
RM BTS juga sempat menyinggung ini, lho, dalam lagu “Change” dengan menyatakan bahwa pendidikan di Korea terlalu ketat dan membebani mental siswanya.
Dalam lagu “N.O”, RM BTS juga mempertanyakan apakah dengan masuk ketiga universitas favorit itu akan membuat siswa dan orang tuanya bahagia padahal siswa dipaksa untuk belajar secara berlebihan yang malah membuat mereka menderita.
Bagi yang tak bisa memenuhi ekspektasi keluarga, mereka akan merasa gagal dan tidak dihargai, bahkan oleh keluarga sendiri.
Merasa stres dan depresi, minum alkohol, kekurangan tidur, dan hubungan sosial yang tidak baik bisa semakin membuat siswa-siswa SMA ini semakin tertekan. Malah katanya satu dari tiga siswa SMA Korea pernah berniat bunuh diri dan menghilang dari kehidupan ini.
Terakhir bulan Juli 2021 lalu, ada kasus bunuh diri siswa Gangwon Foreign Language High School bernama Lee Hyun Seob. Meski diduga penyebabnya adalah bullying di asrama, sampai sekarang masih belum jelas kebenaran kasusnya.
Lee Hyun Seob meninggalkan surat untuk ibunya dan sempat menulis pesan minta tolong sebelum akhirnya memutuskan untuk bunuh diri. Dari pesan itu, dapat dilihat bahwa Lee Hyun Seob memang mengalami tekanan dan depresi akibat rumor yang beredar di sekolahnya.
Pemerintah Korea Selatan sangat berupaya untuk mencegah kasus bunuh diri di kalangan siswa SMA ini dengan berbagai cara.
Di antaranya dengan memperbaiki kurikulum pendidikan, menutup website tentang bunuh diri, melakukan bimbingan konseling dan penyuluhan terhadap siswa di sekolah, memasang sistem anti bunuh diri, menempelkan tulisan-tulisan penyemangat hidup di dinding jembatan dan stasiun, dll.
Ada juga pendirian Sekolah Kematian Seoul Hyowon Healing Center yang menawarkan siswa untuk mencoba merasakan pengalaman kematian.
Siswa akan dimasukkan ke dalam peti untuk beberapa saat dan dikunci serta pura-pura akan dikuburkan.
Para siswa diharapkan bisa merenungi masalah mereka sendiri-sendiri.
Sebelum masuk ke dalam peti, siswa diminta untuk membuat wasiat terakhir dan membawa fotonya sendiri. Sebuah hal yang sebenarnya sangat dramatis.
Diharapkan setelah mengikuti pengalaman ini, siswa lebih bersemangat menjalani hidup dan lebih menghargai kehidupannya sendiri.
Meski dalam drama Korea The Great Ga Doo Shim hanyalah fantasi karena bunuh diri dirasuki roh jahat, kenyataan bahwa SMA tempat Ga Doo Shim belajar melakukan ujian dan perangkingan siswa memang terjadi juga di sekolah-sekolah di Korea.
Disclaimer:
Layanan konseling bisa menjadi pilihan Anda untuk meringankan keresahan yang ada.
Untuk mendapatkan layanan kesehatan jiwa atau untuk mendapatkan berbagai alternatif layanan konseling, Anda bisa simak website Into the Light Indonesia di bawah ini:
https://www.intothelightid.org/tentang-bunuh-diri/hotline-dan-konseling/
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dan Kompas TV
Baca artikel terkait drama Korea lainnya
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com
drama Korea
The Great Shaman Ga Doo Shim
bunuh diri
kasus bunuh diri
bunuh diri memang ada di Korea
realita kehidupan di Korea
drakor
Tribun Jatim
TribunJatim.com
jatim.tribunnews.com
berita Jatim terkini
siswa bunuh diri karena dirasuki roh jahat
Kim Sae Ron
Nam Dae Reum
Korea Selatan
remaja
tingkat bunuh diri remaja
Sosok Kang Seo Ha yang Meninggal Usai Berjuang Melawan Kanker, Ini Drakor yang Pernah Dibintanginya |
![]() |
---|
Rekomendasi Drama Korea Dibintangi Jung Kyung Ho, Berperan Jadi Dokter hingga Pengacara Hantu |
![]() |
---|
Rekomendasi Drama Korea Terbaru Mei 2025, Jung Kyung Ho Jadi Pengacara Setan, Lee Jae Wook Comeback |
![]() |
---|
Rekomendasi Drama Korea Rating Tinggi Mei 2025, Tayang di Netflix, Terbaru Drakor Kang Ha Neul |
![]() |
---|
5 Rekomendasi Drakor Mei 2025, Bakal Tayang di Netflix, Kang Ha Neul Comeback di Tastefully Yours |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.