Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Chat GPT

Hati-Hati! Hampir 30.000 Akun Chat GPT Dijual Bebas di Dark Web, Pengguna di Indonesia Jadi Korban

Perusahaan keamanan siber Group-IB yang berbasis di Singapura menemukan lebih dari 20.000 kredensial akun Chat GPT dijual bebas di dark web.

Editor: Elma Gloria Stevani
pexels
Pengguna Chat GPT yang menjadi korban rata-rata berada di kawasan Asia-Pasifik, yang berarti pengguna di Indonesia jadi korban dan terkena dampaknya. 

TRIBUNJATIM.COM - Chat GPT buatan OpenAI masih jadi perbincangan hangat.

Sejauh ini telah tembus 100 miliar pengguna dan 1,8 miliar pengunjung per bulan.

Tapi, laporan baru menyebutkan ada data pengguna yang bocor.

Perusahaan keamanan siber Group-IB yang berbasis di Singapura berhasil mengungkap insiden ini, dan menemukan lebih dari 20.000 kredensial akun Chat GPT dijual bebas di dark web.

Kredensial akun Chat GPT dijual bebas di dark web mencakup pengguna yang masuk ke Chat GPT berkisar dari peluncurannya (pada Juni 2022) sebanyak 74 hingga menjadi 26.902 pada Mei 2023.

Pengguna Chat GPT yang menjadi korban rata-rata berada di kawasan Asia-Pasifik, yang berarti pengguna di Indonesia jadi korban dan terkena dampaknya.

"Kawasan Asia-Pasifik telah mengalami konsentrasi tertinggi kredensial Chat GPT yang ditawarkan untuk dijual selama setahun terakhir," kata Group-IB dalam situs resminya, dikutip Rabu, 21 Juni.

Pakar Group-IB menyatakan, banyak karyawan yang memanfaatkan chatbot berbasis kecerdasan buatan (AI) untuk mengoptimalkan pekerjaan mereka, baik itu pengembangan perangkat lunak atau komunikasi bisnis.

"Secara default, ChatGPT menyimpan riwayat kueri pengguna dan respons AI. Akibatnya, akses tidak sah ke akun ChatGPT dapat mengungkap informasi rahasia atau sensitif, yang dapat dimanfaatkan untuk serangan yang ditargetkan terhadap perusahaan dan karyawannya," ujar Group-IB.

 

Menurut temuan terbaru Group-IB, akun ChatGPT telah mendapatkan popularitas yang signifikan dalam komunitas bawah tanah.

Analisis Group-IB tentang pasar bawah tanah mengungkapkan, sebagian besar log yang berisi akun Chat GPT telah dilanggar oleh pencuri informasi Raccoon yang terkenal.

Semakin populernya chatbot, terbukti dengan peningkatan konsisten akun Chat GPT yang disusupi yang diamati oleh tim Intelijen Ancaman Group-IB sepanjang tahun lalu.

Pencuri informasi merupakan jenis malware yang mengumpulkan kredensial dan disimpan di browser, detail kartu bank, informasi dompet kripto, cookie, riwayat penelusuran, dan informasi lain dari browser yang dipasang di komputer yang terinfeksi, lalu mengirimkan semua data ini ke operator malware.

Selain itu, pencuri juga dapat mengumpulkan data dari aplikasi perpesanan dan email, bersama dengan informasi rinci tentang perangkat korban. Pencuri bekerja secara non-selektif.

Jenis malware ini menginfeksi sebanyak mungkin komputer melalui phishing atau cara lain untuk mengumpulkan data sebanyak mungkin kemudian dijual di dark web.

Untuk mengurangi risiko yang terkait dengan akun Chat GPT yang disusupi, Group-IB menyarankan pengguna untuk memperbarui kata sandi mereka secara teratur dan menerapkan autentikasi dua faktor.

"Dengan mengaktifkan 2FA, pengguna diharuskan memberikan kode verifikasi tambahan, biasanya dikirim ke perangkat seluler mereka, sebelum mengakses akun Chat GPT mereka," jelas Group-IB.

Lantas apa kelemahan Chat GPT?

Simak ulasan selengkapnya dalam artikel berikut ini.

Kelemahan Chat GPT

Kebanyakan orang melihat kesan pertama yang “mengagumkan” dari Chat GPT.

Namun, hal itu tidak membuat Chat GPT mengambil alih semua pekerjaan manusia, khususnya di bidang penulisan.

Sebab, seiring pemakaiannya secara terus-menerus, pengguna akan melihat kelemahan Chat GPT.

Bagaimanapun, Chat GPT adalah sebuah robot yang dilatih menggunakan model bahasa tertentu sehingga mungkin sekali terjadi kekeliruan.

Berikut ada beberapa kelemahan Chat GPT yang perlu Anda ketahui.

1. Tidak Memahami Kompleksitas Bahasa

Menurut thepanthertech, manusia menghabiskan bertahun-tahun mempelajari bahasa, memahami intinya, kemudian merespons sebagai balasan.

Tetapi, mereka bahkan belum sepenuhnya yakin sudah memenuhi kapasitas penuh dari bahasa itu.

Chat GPT pun demikian, tidak mampu sepenuhnya memahami kompleksitas bahasa. Hal ini berlaku ketika Chat GPT menerima query maupun memberi respons.

Semakin banyak pertanyaan atau perintah yang dimasukkan, semakin keras pula ChatGPT melatih diri untuk kueri tersebut dan memberikan jawaban yang lebih baik.

Namun, kata-kata yang disajikan justru kerap sulit dimengerti.

2. Ketergantungan pada Percakapan

Saat seseorang bertanya kepada Chat GPT tentang hal tertentu dan tahu akan mendapat jawaban mutlak sebagai balasannya, mereka sebenarnya bisa “menyesatkan” Chat GPT dengan memberi pernyataan yang berlawanan.

Kemudian, ketika orang itu menanyakan hal yang sama, Chat GPT akan menjawab sesuai apa yang mereka nyatakan sebelumnya.

3. Bukan "Jawaban" Profesional

Chat GPT mungkin memberi jawaban yang sangat mendasar sehingga mudah dipahami oleh awam. Namun di mata seorang ahli terkait pertanyaan yang diajukan, mereka akan melihat banyak “hal” yang hilang.

Jawaban Chat GPT tidak bisa dibandingkan dengan kemampuan manusia profesional.

Misal, ketika seorang awam meminta Chat GPT untuk menulis kode dari sebuah program, jawaban yang diberikan tentu akan sangat menakjubkan di mata mereka. Akan tetapi, di mata seorang programmer, kode-kode yang Chat GPT tulis bisa jadi bukan apa-apa.

4. Menulis Berdasarkan Tren

Rasanya terlalu berlebihan ketika para peneliti berkata bahwa Chat GPT akan menggantikan pekerjaan menulis di masa depan atau merevolusi hal-hal semacamnya.

Nyatanya, Chat GPT cenderung memberi respons berupa sesuatu yang banyak orang sukai atau berdasarkan tren pada jangka waktu tertentu.

Sama seperti media sosial, banyak hal hanya didasarkan pada popularitas terlepas dari benar dan salahnya.

Chat GPT mungkin menjadi alat yang tepat untuk memulai suatu ide dari kumpulan teks yang diberikan.

Namun, perlu diingat bahwa respons tersebut adalah salinan dari teks-teks lain yang ada di internet.

5. Menyalin Teks dari Sumber Lain

Masih berhubungan dengan kelemahan sebelumnya, Chat GPT seringkali menampilkan teks serupa berulang kali.

Hal ini mungkin cukup aneh karena Chat GPT tidak akan mencantumkan sumber dari jawabannya kecuali jika diminta untuk beberapa kasus.

Begitu pun ketika seseorang meminta Chat GPT untuk menulis sesuatu yang bersifat teknis maupun nonteknis seperti puisi, esai, atau hal terkait teknologi, chatbot ini akan mencomot bagian dari jurnal-jurnal penelitian yang pernah dipublikasi melalui internet.

6. Memiliki Evaluasi yang Buruk

Bagian awal dari respons Chat GPT akan tampak wajar, tetapi baris-baris terakhir dari prosa yang dibuat cenderung berkualitas buruk.

Chat GPT tidak tahu cara mengakhiri prosa bahkan seperti amatir sekalipun.

AI tersebut hanya memberi artikel dengan struktur apa adanya.

Semakin sering seseorang menggunakan Chat GPT, mereka bakal mulai memperhatikan semua kekurangannya.

Chat GPT bisa mengakui kesalahan yang ia lakukan dan itu menarik simpati dari para pengguna.

Pada akhirnya, Chat GPT mungkin dapat dimanfaatkan untuk hal-hal dasar tertentu, tetapi tidak semua hal.

Artikel ini telah tayang di Tribunnewswiki

Berita tentang Chat GPT lainnya

Informasi lengkap dan menarik lainnya di GoogleNews TribunJatim.com

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved