Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Sidang Vonis eks Bupati Sidoarjo

Langkah Lunglai Mantan Bupati Sidoarjo Saiful Ilah Divonis 5 Tahun Penjara : Saya Banding Yang Mulia

Langkah Mantan Bupati Sidoarjo Saiful Ilah mendadak lunglai setelah divonis 5 tahun penjara, tak terima : Saya banding Yang Mulia

Penulis: Luhur Pambudi | Editor: Samsul Arifin
TribunJatim.com/Luhur Pambudi
Mantan Bupati Sidoarjo Saiful Ilah saat bersama kuasa hukumnya setelah divonis 5 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin, (11/12/2023). 

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Mantan Bupati Sidoarjo dua periode Saiful Ilah (74), terdakwa atas dugaan kasus gratifikasi sebesar Rp44 miliar tak menerima dan merasa keberatan atas hasil vonis majelis hakim dengan pidana penjara 5,3 tahun dan membayar denda sebesar setengah miliar rupiah, usai menjalani sidang di Ruang Sidang Candra, Kantor Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin (11/12/2023). 

Ekspresi keberatan tersebut disampaikan secara langsung oleh Terdakwa Saiful Ilah kepada majelis hakim untuk mengajukan banding atas hasil vonis yang juga membuatnya membayar denda Rp500 juta, uang pengganti Rp44 miliar, dan larangan berpolitik selama tahun. 

Penasehat hukum terdakwa, Mustofa Abidin mengatakan, keberatan yang dialami oleh pihaknya didasari oleh sejumlah faktor. 

Pertama, pihak JPU KPK selama bergulirnya proses persidangan tidak pernah membahas secara rinci fakta-fakta atas pemberian yang diterima oleh Terdakwa Saiful Ilah

Kedua, pihak majelis hakim tak memasukkan penjelasan temuan fakta yang disodorkan oleh penasehat hukum seperti dalam agenda eksepsi dan pleidoi, beberapa kesempatan lalu. 

Baca juga: BREAKING NEWS : eks Bupati Sidoarjo Saiful Ilah Divonis 5 Tahun, Terima Gratifikasi Rp 44 Miliar

Menurutnya, terdapat banyak fakta yang ditunjukkan satu per satu selama persidangan, bahwa terdakwa bisa membuktikan pemberian tersebut bukan bagian dari gratifikasi. 

"Namun, apa yang kita dengar tadi di persidangan, pembacaan putusan, satu pun tidak ada yang disinggung dengan fakta fakta persidangan tersebut. Ini yang membuat terdakwa menyatakan tidak terima dengan putusan ini," katanya pada awak media seusai sidang di depan Ruang Sidang Candra, Gedung Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin (11/12/2023). 

Apalagi, banyak barang bukti yang sebenarnya bukan berkaitan dengan perkara terdakwa. Seperti rumah utama yang sempat disebutkan oleh kliennya merupakan rumah keluarga besar. 

Namun, sayang, lanjut Mustofa, rumahnya tersebut akhirnya turut disita untuk membayar biaya pengganti atas kasus Terdakwa Saiful Ilah.

"Namun, dalam putusannya, tida ada yang disinggung, terkait dengan rumah. Itu rumah bukan hasil gratifikasi, rumah bukan dibeli dan dibayar pakai hasil gratifikasi. Itu rumah induk. Itu bukan rumah untuk melakukan kejahatan," jelasnya. 

Kemudian, disinggung mengenai Terdakwa Saiful Ilah selama ini tidak pernah melaporkan setiap penerimaan dari pihak lain kepada KPK. 

Mustofa Abidin menjelaskan, berdasarkan pemaparan ahli yang sempat dihadirkannya sebagai saksi a de charge. 

Bahwa, tidak semua pemberian yang diterima oleh Terdakwa Saiful Ilah dapat digeneralisasi sebagai gratifikasi. 

"Itu kan sudah disampaikan oleh ahli yang kami hadirkan. Bahwa itu dugaan, kalau tidak melaporkan ada kemungkinan dugaan gratifikasi, namun, dalam persidangan ini harus dibuktikan dugaan gratifikasi itu benar atau tidak. Tidak serta merta orang tidak melaporkan itu adalah gratifikasi," pungkasnya. 

Sebelumnya, diberitakan Terdakwa Saiful Ilah (74), divonis majelis hakim dengan pidana penjara 5,3 tahun dan membayar denda sebesar setengah miliar rupiah. 

Ketua Majelis Hakim, I Ketut Suarta dalam membacakan amar putusannya, menyebutkan Terdakwa Saiful Ilah secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 12B UU No 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 tahun 1999 Tentang Tipikor Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Karena menerima sejumlah gratifikasi baik dari organisasi perangkat daerah (OPD) dilingkungan Pemda Sidoarjo, Direksi BUMD, hingga pengusaha, senilai sekitar Rp44 miliar. 

Gratifikasi itu diberikan dalam bentuk uang rupiah, dolar, maupun barang berharga seperti logam mulia, jam tangan, tas, dan ponsel. 

"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Saiful Ilah oleh karena itu dengan pidana penjara selama lima tahun, denda Rp500 juta, subsider tiga bulan. Menetapkan terdawa tetap ditahan," ujarnya saat membacakan amar putusan. 

Selain itu, lanjut I Ketut Suarta, juga menjatuhi Terdakwa Saiful Ilah dengan pidana tambahan untuk mengembalikan biaya pengganti uang sekitar Rp44 miliar. 

Jika, selama sebulan setelah putuskan majelis hakim berkekuatan tetap, biaya pengganti tersebut tak dapat dibayar oleh terdakwa. 

Maka, harta benda terdakwa bakal dilakukan penyitaan oleh pihak Jaksa KPK untuk dilakukan pelelangan guna membayar biaya pengganti tersebut. 

Dan, manakala harta benda terdakwa tak mencukupi. Maka bakal digantikan dengan pidana pengganti yakni masa penahanan selama tiga tahun. 

"Pidana tambahan membayar uang pengganti sebesar Rp44 miliar, apabila dalam satu bulan uang pengganti tersebut tidak dibayarkan maka memerintahkan Penuntut Umum untuk menyita harta kekayaan, apabila tidak mencukupi maka diganti dengan pidana selama 3 tahun," jelasnya. 

Tak berhenti di situ, lanjut I Ketut Suarta, mencabut hak berpolitik untuk menduduki jabatan publik selama kurun waktu tiga tahun setelah menjalani proses hukum pidana penjara. 

"Tidak diperkenankan untuk mengikuti politik selama tiga tahun setelah terdakwa selesai mengikuti pidana pokoknya," katanya, kemudian melanjutkan pembacaan amar putusan mengenai barang bukti. 

Vonis yang disampaikan oleh Majelis Hakim dalam amar putusannya itu, sesuai dengan tuntutan yang disampaikan oleh JPU KPK pada sidang beberapa pekan lalu.

Menurut Hakim Ketua I Ketut Suarta, hal yang memberatkan vonis tersebut didasari oleh pertimbangan bahwa Terdakwa Saiful Ilah yang kala itu sebagai kepala daerah; Bupati Sidoarjo dua periode tidak berperan aktif dalam pencegahan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). 

"Namun tidak dilakukan justru Terdakwa ikut terlibat dalam melakukan praktik korupsi. Perbuatan terdakwa telah menyebabkan kerugian negara," terang Hakim Ketua I Ketut Suarta. 

Mendengar putusan tersebut, Terdakwa Saiful Ilah yang semula terkantuk-kantuk hingga tubuhnya setengah membungkuk saat duduk di kursi pesakitan, mendadak tercengang. 

Tubuh Terdakwa Saiful Ilah berupaya dibusungkan seperti berupaya tegar meratapi hasil putusan sidang kasus hukumnya yang kedua kali ini. 

Namun, langkah kakinya tampak lunglai saat berjalan menuju kursi deretan penasehat hukumnya di sisi kanan ruang sidang. Terdakwa Saiful Ilah, tampak lunglai. 

Setelah berkoordinasi secara berbisik dengan ketua tim penasehat hukumnya, Mustofa Abidin, dan kembali duduk ke kursinya semula. Terdakwa Saiful Ilah, secara tegas dengan suaranya yang berat dan kencang itu, menghendaki untuk mengajukan banding. 

"Saya mau banding, Yang Mulia," tegas Terdakwa Saiful Ilah

Raut wajah Terdakwa Saiful Ilah datar, bahkan cenderung memasang eksperi mulut menutup rapat seperti membentuk huruf C yang jatuh ke bawah. 

Biasanya ia akan berkelakar nyeletuk dan mengumbar pernyataan ketika berhadapan dengan awak media, entah serumit apapun hasil persidangan pada tiap pekannya. 

Tapi kali ini, tidak. Ia seperti jemu dengan kerumitan kasus yang menimpanya, dan memilih memberikan kuasa pada penasehat hukumnya melayani sesi tanya jawab dengan awak media. 

"Tanya aja dengan penasehat hukum saya," ketus Terdakwa Saiful Ilah, seraya berjalan menyusuri lorong ruangan sidang menuju tempat tahanan sementara. 

Dan, selama berlangsungnya sesi wawancara dengan tim penasehat hukumnya di depan ruang sidang candra, sempat terdengar sayup-sayup suara Terdakwa Saiful Ilah seperti meracau merutuki hasil vonis, selama berada di dalam ruang tahanan. 

Sekadar diketahui, terdakwa Saiful Ilah didakwa oleh JPU KPK dengan Pasal 12B UU No 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 tahun 1999 Tentang Tipikor Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Saiful Ilah didakwa menerima sejumlah gratifikasi baik dari organisasi perangkat daerah (OPD) dilingkungan Pemda Sidoarjo, Direksi BUMD, hingga pengusaha, senilai sekitar Rp44 miliar. 

Gratifikasi itu diberikan dalam bentuk uang rupiah, dolar, maupun barang berharga seperti logam mulia, jam tangan, tas, dan ponsel. 

Perkara gratifikasi itu diduga dilakukan terdakwa selama menjabat sebagai Bupati Sidoarjo dua periode, periode 2010-2015 dan 2016-2021.

Saiful Ilah sebelumnya juga diadili di Pengadilan Tipikor Surabaya, pada 2022 silam, dalam perkara suap proyek infrastruktur senilai Rp600 juta. 

Saiful Ilah dinyatakan terbukti melanggar Pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, dan divonis tiga tahun penjara dan denda Rp200 juta pada Oktober 2020. 

 

Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved