Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Arti Kata

Ternyata Ini Arti Kata Savage yang Trending Topic, Dipakai Warganet untuk Komentari Debat Cawapres

Ternyata ini arti kata savage yang trending topic di X atau Twitter. Istilah Savage dipakai warganet untuk komentari debat Cawapres 2024.

Editor: Elma Gloria Stevani
Screenshot/YouTube KPU
Cawapres nomor urut 3 Mahfud MD dalam debat pilpres ke-4, Minggu (21/1/2024). 

TRIBUNJATIM.COM - Istilah savage kini menjadi trending topic di media sosial X atau Twitter.

Istilah savage dipakai warganet untuk mengomentari calon wakil presiden (cawapres) usai debat keempat pemilihan presiden (pilpres), Minggu (21/1/2024).

"Taktik jawab gaya savage ternyata yang diomongin banyak yang gak sesuai ilmu," komentar pengguna akun media sosial X @KMustikara**.

"Tengil dan beradab gak jelas dilihat sebagai sesuatu yang keren dan savage. Yeah our country is cooked," kata akun @albek**.

Sementara akun TikTok @kim__3** menggunakan kata savage untuk mengomentari gaya cawapres nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka saat "mencari" jawaban dari cawapres nomor urut 3, Mahfud MD di dalam debat.

"CAWAPRES SOK SAVAGE DI DEBAT CAWAPRES MALAM INI," ujar dia.

"Savage itu bonus aja, faktanya mas Gibran suhunya bisa menguasai 2 kali debat cawapres!" tulis akun TikTok @kaesangerina_dai**.

Lalu, apa sebenarnya arti kata savage tersebut?

Apa itu savage?

Ahli kajian budaya dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret (UNS), Sri Kusumo Habsari menjelaskan, savage merupakan kata dalam bahasa Inggris.

"Arti literal-nya sadis atau kejam. Menyerang dengan kalimat-kalimat yang kejam karena bertujuan untuk menjatuhkan," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Selasa (23/1/2024).

Habsari menjelaskan, kata savage digunakan untuk menggambarkan cawapres yang menggunakan istilah asing untuk menjatuhkan lawan debatnya.

Hal tersebut terlihat dari cara warganet menggunakan kata savage untuk berkomentar di sosial media.

Meski begitu, dia tidak setuju jika warganet menyebut cawapres di debat keempat Pilpres 2024 bertindak savage.

"Yang dilakukan oleh masing-masing cawapres kemarin malam, mirip satu sama lain, yaitu menjatuhkan hati lawan dengan ekspresi tertentu," lanjut Habsari.

Dia menilai, tindakan para cawapres tidak menunjukkan hal yang savage atau kejam. Namun, itu hanya strategi debat dengan menunjukkan tindakan tertentu yang menjatuhkan lawan.

Meski begitu, menurutnya, strategi ini memang banyak berhasil ketika dipakai di debat.

 

Apa Itu 'Greenflation'?

Istilah greenflation menjadi salah satu istilah yang muncul dalam debat keempat capres-cawapres untuk Pilpres 2024 pada Minggu (21/1/2024) di Jakarta.

Hal ini bermula ketika calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka mengajukan pertanyaan kepada cawapres nomor urut 3, Mahfud MD.

"Bagaimana cara mengatasi greenflation? Terima kasih," tanya Gibran.

Menjawab pertanyaan, Mahfud mengatakan bahwa inflasi hijau atau ekonomi hijau adalah sebuah proses pemanfaatan produk ekonomi pangan.

"Atau produksi apa pun diproduksi kemudian dimanfaatkan di-recycle, bukan dibuat jadi bukan barang itu, lalu dibiarkan mengganggu ekologi," jelas Mahfud.

Namun, Gibran menyampaikan, greenflation adalah masalah inflasi hijau yang memicu Demo Rompi Kuning di Perancis.

Menurutnya, fenomena ini sangat berbahaya dan telah memakan korban jiwa, sehingga perlu diantisipasi agar tak terjadi di Indonesia.

"Negara maju saja masih ada tantangan-tantangannya. Intinya transisi menuju energi hijau itu harus super hati-hati, jangan sampai malah membebankan RnD yang mahal," tutur Gibran.

"Proses transisi yang mahal ini kepada masyarakat pada rakyat kecil itu maksud saya inflasi hijau," lanjutnya.

Lantas, apa itu arti kata greenflation?

Pengertian greenflation

Greenflation adalah inflasi hijau, yang mengacu pada kenaikan harga bahan mentah dan energi sebagai akibat dari transisi hijau.

Dilansir dari Philonomist, greenflation mencerminkan kenaikan harga yang dapat bersifat jangka panjang, seiring dengan upaya negara untuk memenuhi komitmen lingkungannya.

Meningkatnya pengeluaran untuk teknologi ramah lingkungan, seperti bebas karbon pun menyebabkan kenaikan harga bahan-bahan yang strategis untuk infrastruktur.

Di sisi lain, intensifikasi peraturan lingkungan hidup kerap membatasi investasi pada proyek pertambangan yang berpolusi tinggi.

Kondisi tersebut berimbas pada terbatasnya pasokan bahan baku, sehingga mengakibatkan kenaikan harga.

Sebagai contoh, pajak karbon yang membantu menjaga lingkungan hidup, menyebabkan harga bahan bakar naik. Hal inilah yang memicu gerakan protes Rompi Kuning di Perancis pada 2018.

Dari segi logam strategis, harga litium yang digunakan untuk membuat baterai mobil listrik meningkat sebesar 400 persen pada 2021.

Tren ini diperkirakan akan terus berlanjut, sementara permintaan litium diperkirakan akan meningkat sebanyak 40 kali lipat pada 2040.

Hal yang sama berlaku untuk aluminium, yang digunakan untuk menghasilkan energi surya dan angin, dengan harga naik dua kali lipat antara 2021 dan 2022.

Kondisi tersebut diperkirakan akan bertahan lama lantaran China yang memproduksi 60 persen dari seluruh aluminium, telah memutuskan untuk membatasi produksi pabrik baru yang berpolusi tinggi, untuk mencapai netralitas karbon.

Greenflation picu kekhawatiran jangka pendek

Di sisi lain, anggota lembaga nirlaba yang berbasis di India, Dewan Energi, Lingkungan, dan Air (CEEW) Vaibhav Chaturvedi, melihat greenflation sebagai suatu kekhawatiran, terutama dalam jangka pendek.

"Harga komoditas yang mendasarinya meningkat di seluruh dunia," kata dia, dikutip dari laman Euronews.

Menurutnya, harga logam seperti timah, aluminium, tembaga, serta nikel-kobalt telah meningkat hingga 91 persen pada 2021.

Logam-logam tersebut kerap digunakan dalam teknologi yang merupakan bagian dari transisi energi.

Namun, Chaturvedi melihat penurunan biaya pendanaan proyek-proyek energi terbarukan dapat menjadi pengaruh yang besar untuk melawan kenaikan biaya-biaya mendasar.

Sementara itu, wakil direktur jenderal Badan Energi Terbarukan Internasional (IRENA) Gauri Singh berpendapat, meski terjadi gangguan inflasi dan rantai pasokan, penurunan biaya pendanaan membantu menghasilkan rekor energi sebesar 260 gigawatt dari sumber terbarukan pada 2020.

"Anda tidak akan mendapatkan uang murah untuk hal-hal yang berisiko terhadap iklim, sedangkan untuk energi terbarukan, pasarnya melemah," kata Singh.

Artikel ini telah tayang di Kompas dan Kompas.com

Berita seputar arti kata lainnya

Informasi lengkap dan menarik lainnya di GoogleNews TribunJatim.com

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved