Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Ayah Siksa Anak Tak Mau Tidur Siang hingga Tewas, Mertua Curiga Kebohongan Menantu, Makam Dibongkar

Terungkap ayah siksa anak yang tak mau tidur siang hingga tewas, mertua tampak membongkar kebohongan menantu, kini makam dibongkar.

Penulis: Ignatia | Editor: Mujib Anwar
Kompas.com
Ilustrasi ayah siksa anak hingga tewas karena tak mau tidur siang 

"(Pelaku) menganggap kekerasan ini hal yang wajar. Tidak perlu dilaporkan, tidak perlu ditindaklanjuti, dan mereka itu tidak sadar, bahwa apa yang mereka lakukan salah dan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM)," jata kata Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), DP3A-PPKB Kota Surabaya, Thussy Apriliyandari, dikonfirmasi terpisah.

Selain itu, tidak adanya kesadaran pelaku terhadap tindakan kekerasan. Menurut dia, banyak pelaku kekerasan tidak menyadari bahwa tindakan yang dilakukan itu menyakiti atau merugikan korban.

Selain kurangnya kesadaran, faktor individual juga bisa dipicu dari sosok pelaku yang memang memiliki karakter keras, agresif, impulsif, egois dan tidak sabaran. Di samping itu, faktor lain yang bisa menjadi penyebab adalah rantai kekerasan yang tidak terputus.

"Jadi mereka tidak selesai sebagai orang tua. Mereka (pelaku) juga (sebelumnya) dikerasi oleh orang tuanya dari dulu, secara fisik dan sebagainya," paparnya.

Kemudian faktor lain yang bisa memicu terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak adalah masalah sosial budaya patriarki. Thussy menjabarkan, bahwa dalam beberapa kasus, menempatkan laki-laki sebagai superior dan perempuan inferior.

"Kesetaraan gender belum digubris dalam (kasus) itu. Nah, budaya ini melegitimasi kekerasan terhadap perempuan dan anak sebagai sesuatu yang wajar dan dapat diterima," bebernya.

Tak hanya itu, perkembangan teknologi juga memiliki pengaruh. Warga yang tak bijak dalam memanfaatkan gawai akan mendapatkan pengaruh negatif. "Gadget itu luar biasa pengaruhnya. Ini dapat berperan dalam memicu terjadinya kekerasan," kata dia.

Thussy menerangkan, selain faktor individual dan sosial, kurangnya kesadaran terhadap hukum, juga memicu terjadinya kasus kekerasan. "Yang tidak paham itu masyarakatnya atau pelaku. Jadi mereka tidak paham apa yang dilakukan itu ada konsekuensi hukum," jabarnya.

Dalam mencegah terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak, lingkungan keluarga berperan penting. Baik itu orang tua maupun anak, harus kembali memegang teguh ajaran agama masing-masing.

"Tidak ada agama yang mengajarkan tentang kekerasan terhadap keluarga, apakah golongan-golongan minoritas yang lemah yaitu perempuan dan anak. Kemudian faktor terbesar lain adalah ekonomi," kata dia.

Sebelumnya, Tindak pelecehan seksual kembali terjadi kepada anak di bawah umur. Kali ini menimpa siswi SMP di Tegalsari, Surabaya, Jawa Timur, yang usianya masih 12 tahun.

Korban jadi sasaran tindak asusila oleh empat orang, yang semuanya anggota keluarganya sendiri. Empat pelaku tindak asusila tersebut adalah ayah kandungnya, PE (43), kakak lelakinya, MA (14) dan dua pamannya masing-masing I (43) dan JW (49).

Berita viral lainnya

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved