Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Trenggalek

Musim Panen Padi di Trenggalek Tak Bikin Petani Sumringah, Harga Gabah Basah Merosot Rp5.300 Per Kg

Musim Panen Padi di Trenggalek Tak Bikin Petani Sumringah, Harga Gabah Basah Merosot Rp5.300 Per Kg

TribunJatim.com/Sofyan Arif Candra
Memasuki musim panen padi, harga gabah basah di Kabupaten Trenggalek merosot hingga berada di angka Rp 5.300 perkilogram, Minggu (31/3/2024). 

TRIBUNJATIM.COM, TRENGGALEK - Memasuki musim panen padi, harga gabah basah di Kabupaten Trenggalek merosot hingga berada di angka Rp 5.300 perkilogram, Minggu (31/3/2024).

Harga tersebut lebih rendah Rp 1.050 perkilogram dibandingkan satu pekan yang lalu yang mana harga gabah basah masih menyentuh angka Rp 6.350 perkilogram.

"Awal kita panen pertama itu sempat Rp 6.350 perkilogram, lalu tiga hari kemudian semakin banyak yang panen harganya turun jadi Rp 5.800 perkilogram, tiga hari kemudian turun lagi jadi Rp 5.300 perkilogram," kata Junaidi, Minggu (31/3/2024).

Kendati mengalami penurunan, harga gabah basah tersebut sebenarnya sudah lebih tinggi dibandingkan tahun lalu yang mana harganya berada di kisaran Rp 5 ribu perkilogram.

"Kalau gabah kering giling sekarang Rp 7 ribu perkilogram, tahun lalu Rp 6.500 perkilogram. Sebenarnya tahun ini sudah lebih tinggi dibandingkan tahun lalu tapi jika harga sebelumnya tidak turun tentu akan membantu petani," lanjutnya.

Menurut Junaidi dengan harga gabah basah berada di angka Rp 5.300 perkilogram, petani hanya balik modal, sebab saat ini kualitas pupuk subsidi semakin menurun sehingga mau tidak mau petani harus beli pupuk non subsidi yang harganya lebih mahal untuk menunjang agar hasil panen lebih bagus.

"Rp 5.300 itu kalau kita hitung ya balik modal saja, belum ada istilahnya laba. Hanya saja untuk stok makan sehari-hari aman. Bisa dikatakan untung itu kalau harga gabah basah Rp 6 ribu perkilogram," ucap Junaidi. 

Baca juga: Kisah Petani ke Dedi Mulyadi Soal Pupuk Subsidi, Lebih Pilih Harga Jual Gabah di Atas Rp800 Ribu

Kendati demikian, Junaidi tetap menjual sebagian hasil panennya ke tengkulak untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sedangkan sebagian sisanya disisihkan untuk persediaan hingga panen berikutnya datang.

"Alhamdulillah tidak pernah beli beras, kalau sekarang katanya beras mahal itu ya sedikit banyak para petani diuntungkan," pungkasnya.

Sumber: Tribun Jatim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved