Demo Dugaan Korupsi Dana Covid 19
BREAKING NEWS - AMAK Jawa Timur Geruduk Polda Jatim, Desak Usut Tuntas Dugaan Korupsi Dana Covid-19
AMAK Jawa Timur menggeruduk Polda Jatim, desak usut tuntas dugaan korupsi dana penanggulangan Covid 19 Pemkab Jember.
Penulis: Luhur Pambudi | Editor: Dwi Prastika
Laporan Wartawan TribunJatim.com, Luhur Pambudi
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Ratusan orang dari Aliansi Masyarakat Antikorupsi (AMAK) Jawa Timur menggeruduk Mapolda Jatim untuk mendesak Kapolda Jatim, Irjen Pol Imam Sugianto menetapkan tersangka dalam dugaan kasus korupsi anggaran penanggulangan pandemi Covid-19 Pemkab Jember yang merugikan negara sekitar Rp 107 miliar, Kamis (18/7/2024).
Pantauan TribunJatim.com di lokasi, massa aksi terdiri dari kalangan pemuda dan pemudi dari berbagai wilayah Provinsi Jatim.
Mereka datang dengan membawa spanduk berbahan kertas karton berbagai warna.
Beberapa di antaranya, spanduk yang dibawa mereka bertuliskan aspirasi seperti 'Ulah Bupati Serakah Membuat Rakyat Menderita'.
Ada juga 'Karena Pandemi HAM Dilucuti'. Lalu 'Usut Tuntas Korupsi.'
Bahkan, ada juga yang cukup ikonik, spanduk berwarna kuning, bergambar figur animasi serial kartun; SpongeBob SquarePants, tokoh Patrick bertubuh tambun yang sedang rebahan dan terdapat kalimat bertuliskan 'Keenakan Korupsi.'
Koordinator aksi, M Affandi mengatakan, demonstrasi yang dilakukan kelompoknya merupakan respons atas adanya hasil audit temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai anggaran dana Covid-19 senilai Rp 107 miliar yang tidak dapat dipertanggungjawabkan oleh Pemerintah Kabupaten Jember.
Temuan tersebut, dianggapnya, mengindikasikan adanya dugaan korupsi dalam pengelolaan dana tersebut di tengah pandemi Covid-19.
Hal tersebut dianggap sebuah tindakan yang tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga melukai nurani dan kemanusiaan masyarakat.
Baca juga: Penyidikan Korupsi Pengadaan Mobil Siaga, 2 Dealer Suzuki UMC Surabaya Digeledah Kejari Bojonegoro
"Temuan ini sangat mengejutkan dan mengecewakan, mengingat dana tersebut seharusnya digunakan untuk menangani pandemi Covid-19 yang berdampak langsung pada kesehatan dan kesejahteraan masyarakat Jember," ujarnya kepada awak media di lokasi, Kamis (18/7/2024).
Menurut Affandi, temuan soal potensi tindak pidana korupsi dari BPK itu harus ditindaklanjuti secara serius oleh aparat penegak hukum, terutama Polda Jatim dan Kejaksaan Tinggi Jatim.
Apalagi secara moral, pada saat itu, masyarakat sedang berjuang melawan dampak pandemi yang memporak-porandakan hampir seluruh sektor kehidupan masyarakat.
Hingga mengakibatkan masyarakat kehilangan pekerjaan, kesulitan ekonomi, tersendatnya proses pendidikan, dan ancaman kesehatan yang mengintai setiap saat.
"Penyalahgunaan dana publik untuk keuntungan pribadi adalah tindakan yang sangat tidak bermoral dan tidak manusiawi. Tindakan korupsi dalam pengelolaan anggaran Covid-19 bukan hanya kejahatan finansial, tetapi juga kejahatan terhadap kemanusiaan," pungkasnya.
Oleh karena itu, Affandi mewakili massa aksi ingin menyampaikan aspirasi yang terdiri dari lima poin utama. Di antaranya sebagai berikut:
1) Mendukung Perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM)
Menekankan pentingnya perlindungan HAM bagi masyarakat Jember dan Jawa Timur.
Setiap bentuk korupsi dalam penanganan bencana pandemi Covid-19 adalah pelanggaran serius terhadap hak-hak dasar masyarakat untuk mendapatkan layanan kesehatan dan bantuan sosial yang layak.
2) Mengutuk Tindakan Korupsi
Mengutuk keras tindakan para pihak yang mengambil keuntungan pribadi di saat negara dilanda bencana pandemi Covid-19.
Tindakan ini bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga mencerminkan ketidakberpihakan terhadap penderitaan rakyat.
3) Menuntut Pengusutan Tuntas
Mereka menuntut aparat penegak hukum untuk mengusut keterlibatan Bupati Jember serta jajarannya secara objektif, akuntabel, dan transparan.
Hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu, dan pelaku korupsi harus mendapatkan hukuman setimpal sesuai dengan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
4) Mendesak Kapolda dan Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur
Mereka mendesak Kapolda Jawa Timur dan Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur untuk segera mengusut tuntas kasus korupsi anggaran Covid-19 oleh Pemkab Jember.
Aparat penegak hukum harus bertindak tegas dan memastikan bahwa setiap rupiah dari anggaran tersebut dapat dipertanggungjawabkan untuk kepentingan masyarakat.
5) Mengajak Partisipasi Masyarakat
Mereka juga mengajak seluruh elemen masyarakat Jawa Timur untuk secara seksama mengawal kasus korupsi anggaran Covid-19 ini.
Sekadar diketahui, dikutip dari Kompas.com, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan keganjilan dalam laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) Kabupaten Jember tahun anggaran 2020.
BPK menemukan dana bantuan tidak terduga (BTT) Covid-19 senilai Rp 107 miliar yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Pada 2020, Pemkab Jember menganggarkan dana BTT Covid-19 sebanyak Rp 479 miliar. Dana tersebut dikeluarkan bupati periode sebelumnya.
"Dari dana BTT Covid-19 Rp 479 miliar, sebanyak Rp 220 miliar sudah terbelanjakan," kata Wakil ketua DPRD Jember, Ahmad Halim kepada Kompas.com di ruangannya, Senin (7/6/2021).
Realisasi BTT sebesar Rp 220 miliar tersebut sudah keluar dari rekening kas daerah.
Rinciannya, sebanyak Rp 74 miliar memiliki surat pertanggungjawaban.
Sedangkan Rp 107 miliar dana yang keluar tidak ada surat pertanggungjawabannya.
"Artinya Rp 107 miliar keluar, sampai dengan deadline 31 Desember 2021 tidak bisa dipertanggungjawabkan," tambah Halim.
Lalu, sebanyak Rp 17 miliar sudah dikembalikan ke rekening kas umum daerah (RKUD) pada 2020.
Sebanyak Rp 1,8 miliar disetor ke RKUD, namun baru dilaporkan pada 2021.
Sedangkan dana yang masih ada di rekening kas bendahara sebanyak Rp 18 miliar.
Politisi Gerindra itu menegaskan, seharusnya dana yang tidak bisa dipertanggungjawabkan itu dikembalikan pada rekening kas umum daerah. Namun hal itu tidak dilakukan sampai sekarang
"Seharusnya dikembalikan pada kas daerah, namun tidak dilakukan," imbuh dia.
Halim tak mengetahui pasti ke mana larinya dana ratusan miliar rupiah itu.
Kata dia, uang tersebut sudah keluar dari rekening kas daerah ke pengguna anggaran Covid-19, yakni BPBD Jember.
Halim menilai tidak adanya pertanggungjawaban dana tersebut berpotensi terjadi tindak pidana korupsi.
Artinya, kata Halim, ada potensi terjadi tindak pidana korupsi dalam pengeluaran dana BTT Covid-19 tersebut.
"BPK menilai ini akan sulit kalau tidak diputuskan majelis hakim. BPK menjelaskan tindak lanjut tersebut bisa dibawa ke pengadilan," tambahnya.
Halim menambahkan, berdasarkan Pasal 20 UU Nomor 15 tahun 2004 tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, di dalamnya mengamanatkan pada DPRD dan Pemkab Jember untuk menindaklanjuti temuan BPK tersebut.
Untuk itu, pihak DPRD Jember akan melaporkan temuan tersebut pada aparat penegak hukum. Namun, harus mengkaji terlebih dahulu dengan pimpinan DPRD Jember dan tim ahli.
"Kami komunikasikan dengan tim ahli, membuat narasi laporan seperti apa," ucapnya.
Di lain sisi, temuan BPK terkait dana Covid-19 Pemkab Jember sebesar Rp 107 miliar yang tidak bisa dipertanggungjawabkan membuat Bupati Jember, Hendy Siswanto kebingungan.
Sebab, sampai sekarang masih belum menemukan cara untuk memberikan jawaban.
"Rp 107 miliar ini membuat saya sangat sedih. Terus terang saja, bagaimana cara menyelesaikan, kami masih belum melihatnya," ujar Hendy pada awak media, usai menghadiri rapat paripurna di Kantor DPRD Jember, Selasa (22/6/2021).
Oleh karena itu, ia meminta agar para pejabat yang bertanggung jawab dengan anggaran tersebut segera mencari solusinya.
Sebab, pertanggungjawaban dana itu bukan pada dirinya, melainkan kebijakan yang dilakukan oleh bupati sebelumnya.
"Satu bulan sudah terlewati, kami masih bingung apa untuk memberikan jawaban LHP BPK," terangnya.
Hendy menilai, pertanggungjawaban dana tersebut cukup sulit.
Sebab, ia menduga ada pekerjaan yang dilakukan melebihi tahun anggaran 31 Desember 2020, yakni pekerjaan pada Januari 2021.
Dana tersebut ada yang dikeluarkan sebelum tahun anggaran 2020.
Namun, ada juga transaksi setelah tahun angggaran habis.
"Tapi yang jelas, ada transaksi di luar 31 Desember 2020," ungkapnya.
Bila dana itu dikeluarkan melewati tahun 2020, Hendy mengaku tidak bisa menerima pertanggungjawabannya.
Sebab, setelah tahun 2020, tidak ada transaksi lagi. Dia juga mengaku kesulitan untuk mendapatkan data terkait pekerjaan apa saja yang digunakan dengan dana Rp 107 miliar itu. Akhirnya, ia hanya membaca laporan dari BPK.
"Barangnya seperti apa, kami belum tahu. Uangnya katanya sudah dibayarkan pada pihak ketiga, tapi tidak ada SPJ-nya. Kami minta SPJ-nya, tidak diberikan," paparnya.
Hendy menambahkan, ada 33 pejabat yang dipanggil oleh BPK. Namun, yang bertanggung jawab dengan dana Rp 107 miliar itu antara 9 sampai 10 orang.
Hendy mengatakan, laporan pertanggungjawaban terkait dana tersebut sudah selesai. Dia hanya mengantarkan dan menyerahkan pada BPK.
"Yang melengkapi dokumen bukan saya, teman-teman. Saya hanya mengantarkan saja. Setelah itu, silakan BPK menilai," pungkasnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.