Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Pilkada Serentak 2024

Peran Pers dalam Proses Pilkada, PWI Jatim: Harus Dorong Partisipasi Publik

Diskusi bertema Mengawal Demokrasi yang Bersih dan Beradab digelar hari ini dengan dihadiri berbagai tokoh akademisi, politisi, serta aktivis. Acara i

Editor: Ndaru Wijayanto
istimewa
Diskusi bertema Mengawal Demokrasi yang Bersih dan Beradab digelar hari ini dengan dihadiri berbagai tokoh akademisi, politisi, serta aktivis. 

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA – Diskusi bertema Mengawal Demokrasi yang Bersih dan Beradab digelar hari ini dengan dihadiri berbagai tokoh akademisi, politisi, serta aktivis. Acara ini dibuka dengan sambutan dari CEO Sygma, Ken Bimo Sultoni, S.I.P., M.Si., yang menggarisbawahi pentingnya menjaga demokrasi Indonesia agar tetap berlandaskan moralitas, transparansi, dan rasa keadilan.

Dalam sambutannya, Ken Bimo menyatakan, "Demokrasi yang bersih bukan hanya tentang pemilihan umum yang adil, tetapi juga mencakup bagaimana kejujuran, integritas, dan akuntabilitas dijaga di setiap elemen pemerintahan dan masyarakat. Demokrasi beradab tidak sekadar kebebasan berekspresi, tetapi kebebasan yang berdasarkan etika dan penghormatan terhadap hak asasi manusia."

Diskusi ini menghadirkan tokoh penting seperti Lutfil Hakim, Ketua PWI Jatim, yang menyoroti peran pers dalam proses pilkada. Lutfil menyampaikan, "Pers harus mendorong partisipasi publik dan memahami kapasitas dirinya dalam mengawal proses demokrasi." 

Dr. Jamil, Akademisi dari Universitas Bhayangkara Surabaya, mengkritisi relasi politik dan hukum dalam pilkada. Ia menyatakan bahwa ASN dan aparat seringkali digunakan sebagai alat oleh petahana dalam kontestasi politik.

Sementara itu, Dr. Harliantara, Dekan Fikom Unitomo, menekankan pentingnya integritas dalam masyarakat dan menyebutkan bahwa kontrol terhadap masa jabatan kepala daerah diperlukan untuk menjaga demokrasi yang sehat. 

Baca juga: Tim e-Sport PWI Jatim Raih 3 Medali di PORWANAS 2024, Manager Julianto Layangkan Pujian

Dr. Umar Sholahudin dari Universitas Wijaya Kusuma juga memberikan perspektif tentang peran "invisible hand" dalam pilkada, seraya mengajak untuk memperkuat kelompok oposisi non-parlemen sebagai penyeimbang proses politik.

Dalam sesi tanya jawab, Nashir, seorang aktivis dari Malang, mengajukan pertanyaan mengenai bagaimana menerapkan nilai-nilai demokrasi yang bersih dan beradab di daerah-daerah yang sering kali terpinggirkan. Ia juga mempertanyakan bagaimana mengatasi intervensi institusi negara dalam proses demokrasi tanpa merusak hubungan antara masyarakat sipil dan negara.

Acara ini ditutup dengan ajakan dari Ken Bimo Sultoni untuk merumuskan langkah-langkah konkret dalam memperjuangkan demokrasi yang lebih baik, serta memastikan bahwa demokrasi dapat dijaga di semua tingkatan, dari nasional hingga akar rumput.

Baca juga: UKW ke-57 di Jawa Timur, Ketua PWI Jatim Berharap Peserta Jadi Wartawan yang Kompeten usai Lulus

Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved