Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Banyuwangi

56 Tahun Jualan Jamu Sehari Dapatnya Rp50 Ribu, Mbah Parmi Hanya Ingin Sehat: Tidak Ingin Merepotkan

Jualan jamu sejak tahun 1969, Mbah Parmi memperoleh penghasilan bersih rata-rata sehari Rp50.000.

Penulis: Alga | Editor: Mujib Anwar
KOMPAS.com/FITRI
Mbah Parmi jualan jamu gendong di area Taman Blambangan, Banyuwangi, Jumat (10/1/2025). 

TRIBUNJATIM.COM - Seorang lansia penjual jamu gendong bernama Mbah Parmi jualan jamu di Taman Blambangan, Banyuwangi.

Wanita berusia 70 tahun ini sudah 56 tahun jualan jamu gendong.

Dari inilah, Mbah Parmi bisa menghidupi dirinya sendiri.

Baca juga: Siswa SD Rela Berenang Seberangi Sungai Arus Deras Demi ke Sekolah, Kades Miris Tak Ada Jembatan

Langkah lambat Mbah Parmi tampak kontras dengan lalu lalang kendaraan yang lewat sekitar Taman Blambangan.

Ia menyusuri jalanan sambil menggendong tenggok atau keranjang jamu gendong.

Isinya lima botol besar jamu, satu termos air, dan gelas-gelas kecil.

Mbah Parmi juga menenteng ember kecil.

"Ini buatan saya sendiri, gulanya pakai gula Jawa asli, mau nduk?" tanya Parmi kepada pembeli yang tampak tertarik pada dagangannya tersebut.

Ketika pembeli mengangguk tanda setuju, dengan hati-hati tangannya yang sudah dipenuhi garis-garis keriput melepas tali gendongan dengan cekatan dan segera menurunkan keranjang jamu.

"Ada macam-macam jamunya. Kunyit asam, beras kencur, kunci suruh, ada banyak," urainya dengan suara lirih.

Parmi mendengarkan permasalahan tubuh yang dihadapi pembeli.

Ia kemudian meracik segelas jamu yang dinikmati pembeli.

Tak lupa dengan perasan jeruk nipis di bagian akhir, jamu yang dijualnya Rp5.000 per gelas ini pun siap disajikan.

"Saya persiapan mulai jam 3 pagi, setelah turun (usai) subuh saya keliling, sampai rumah lagi biasanya jam 11 atau 12 siang," cerita Parmi.

Dia berangkat sendiri, pulang pun sendiri.

Mbah Parmi berjualan jamu gendong sejak 56 tahun yang lalu, hingga saat ini masih lihai.
Mbah Parmi berjualan jamu gendong sejak 56 tahun yang lalu, hingga saat ini masih lihai (Kompas.com)

Pada masa senjanya, warga Lingkungan Karangbaru, Kelurahan Panderejo, Kecamatan Banyuwangi, ini masih melakukan semuanya sendiri.

"Anak saya lima sudah keluar (mandiri) semua. Saya sendiri tidak apa, tidak ingin merepotkan," tuturnya.

Berjualan jamu sejak tahun 1969, Parmi memperoleh penghasilan bersih rata-rata sehari Rp50.000 yang dia gunakan untuk biaya hidup sehari-hari.

"Uangnya untuk makan sehari-hari," ujarnya sambil tersenyum.

Baca juga: Usai Ramai Hadiah Ditarik Pemkab Lagi, Bidan Rusmiati Kini Dapat 2 Motor: Bukan karena Viral

Bertahun-tahun mencari nafkah dengan menyusuri jalanan bukan hal yang mudah bagi Parmi, terlebih dia adalah seorang wanita. 

"Pernah hilang uang," katanya singkat dan enggan meneruskan lebih jauh karena ingin segera sampai rumah untuk mengistirahatkan badan. 

Parmi juga mengaku tak punya harapan khusus.

Baginya, mendapatkan penghasilan dari jerih payahnya sendiri sudah disyukurinya.

Terkadang ia juga diringankan dengan bantuan yang didapat dari tetangga. 

"Tidak ada (harapan khusus), (semoga) sehat terus supaya bisa jualan buat makan," pungkas Mbah Parmi.

Baca juga: Bidan Rusmiati Malu Dikira Dapat Hadiah, Ternyata Motor Diambil Pemkab Lagi usai Foto: Belum Dibayar

Hal serupa juga dilakukan Jalang yang berjuang menyambung hidup dengan berjualan anyaman bambu di Kabupaten Polewali Mandar (Polman), Sulawesi Barat (Sulbar), Jumat (3/1/2025).

Hampir setiap hari, Jalang berjalan kaki belasan kilometer untuk menjajakan anyaman bambu dipikulnya.

Jalang merupakan warga Dusun Tappina, Desa Mirring, Kecamatan Binuang, Polman.

Saat dijumpai, dia berada di simpang empat traffic light Jl Gatot Subroto, Kelurahan Sidodadi, Kecamatan Wonomulyo.

Dia membawa beberapa anyaman bambu.

Diakui, anyaman bambu menjadi tumpuannya untuk menyambung hidup.

Anyaman bambu tersebut berupa penampi, sejenis alat biasanya digunakan untuk memisahkan sekam dari beras. 

Serta perangkap ikan terbuat dari bambu yang dikenal dengan nama bubu.

Lansia bernama Jalang (75) berjuang hidup dengan cara berjualan di Jl Gatot Subroto, Kelurahan Sidodadi, Kecamatan Wonomulyo, Polman, Jumat (3/1/2025).
Lansia bernama Jalang (75) berjuang hidup dengan cara berjualan di Jl Gatot Subroto, Kelurahan Sidodadi, Kecamatan Wonomulyo, Polman, Jumat (3/1/2025). (Tribun Sulbar/Fahrun Ramli)

Setiap penampi dijual seharga Rp55 ribu per buah, sedangkan bubu dijual seharga Rp100 ribu per buah.

"Sudah lama, tahunan saya jualan anyaman bambu untuk menyambung hidup," kata Jalang kepada wartawan, dikutip dari Tribun Sulbar.

Meski ramai pengguna jalan, nyaris tak ada yang memperhatikan keberadaan pria berkulit legam dan sudah keriput ini.

Dia bahkan harus menunggu lama, sekedar untuk menyeberangi jalan padat lalu lintas kendaraan.

Langkah Jalang tampak lemah dan tertatih ketika berjalan meski beban anyaman bambu dipikulnya tidak terlalu berat. 

Sesekali Jalang berhenti sekedar menyeimbangkan posisi pikulan sambil menarik nafas panjang.

Tidak banyak informasi diperoleh dari pria memakai kaos berkerah dan celana pendek kusam ini.

Selain sulit diajak berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia, pendengarannya juga sedikit terganggu.

Dia sempat mengungkapkan jika dirinya memiliki tiga anak yang sudah dewasa.

Bahkan diakui. saat ini dia masih tinggal dengan seorang anaknya.

Hanya saja kata dia, anaknya tidak dapat diandalkan untuk menyambung hidup.

Itu sebabnya, dia memilih terus bekerja keras mencari nafkah kendati usianya tidak lagi muda.

"Ada anak tiga, ada juga anak tinggal sama saya, tapi tidak bisa diandalkan," ujarnya sambil tertawa.

Baca juga: Pelajar Asal Papua Senang Ada MBG, Di Kampung Halaman Biasa Makan Hanya 1 Kali Sehari: Kadang Sagu

Dia mengatakan, penampi dan bubu yang dijualnya adalah buatan orang lain, lalu dijual dengan harga tertentu. 

Dia juga mengaku pernah menjual anyaman bambu buatan sendiri berupa wadah untuk menjemur ikan.

"Ini punya orang saya beli, lalu dijual kembali."

"Kalau dulu sempat jual tempat keringkan ikan, buatan sendiri, sehari bisa bikin tiga buah," ucap Jalang.

Menurut Jalang, penghasilan yang diperoleh dari hasil berjualan anyaman bambu sangat pas-pasan. 

Terkadang tidak cukup untuk penuhi kebutuhan sehari-hari.

"Tidak menentu, kadang tidak cukup untuk beli beras, kalau tidak ada lagi uang untuk beli beras, biasa dikasih tetangga," katanya lagi.

Walau kerap merasa sedih dengan kondisi yang dialaminya, Jalang tidak berkecil hati apalagi menyerah.

Dia mengaku tetap bersyukur sembari selalu berdoa kepada Tuhan agar senantiasa memberinya kesehatan dan kekuatan untuk terus bekerja.

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved