Berita Viral
Cara Membedakan Pertamax dan Pertalite BBM yang Dijual Pertamina di SPBU, Pelanggan Sempat Kecewa
Cara membedakan Pertamax dan Pertalite, bahan bakar minyak (BBM) produksi dari PT Pertamina (Persero). Diketahui, kedua jenis BBM itu dijual di SPBU
TRIBUNJATIM.COM - Cara membedakan Pertamax dan Pertalite, bahan bakar minyak (BBM) produksi dari PT Pertamina (Persero).
Diketahui, kedua jenis BBM itu digunakan untuk mobil maupun motor.
Terbaru ada kasus Pertamina yang diduga mengoplos Pertalite disulap menjadi Pertamax.
Meski begitu, Pertamina membantah isu tersebut.
Baca juga: Pertamina Klaim Penurunan Penjualan Pertamax Turun Hanya Sehari, Pelanggan Kecewa Merasa Dibohongi
Jenis Pertamax dan Pertalite memiliki beberapa perbedaan yang penting untuk diketahui agar masyarakat bisa memilih BBM yang tepat bagi kendaraan.
Lantas, apa perbedaan Pertamax dan Pertalite?
Perbedaan Pertamax dan Pertalite
Perbedaan keduanya bisa dilihat dari beberapa hal berikut ini:
1. Warna
Pertalite dan Pertamax dapat dibedakan secara kasat mata berdasarkan warnanya.
Dikutip dari Kompas.com (16/8/2023), BBM Pertalite berwarna hijau terang, sedangkan Pertamax berwarna biru kehijauan.
Pada dasarnya, warna BBM adalah bening atau tidak berwarna. Penambahan warna hijau dan biru bertujuan agar masyarakat umum dapat membedakan jenisnya.
Pertamina memastikan, zat pewarna ini tidak memengaruhi performa atau kualitas BBM.
2. Nilai oktan
Selain warna, Pertalite dan Pertamax juga memiliki nilai oktan yang berbeda. Dilansir dari Gramedia, nilai oktan adalah kemampuan BBM menahan takanan kompresi dalam mesin pembakaran internal.
Nilai oktan biasanya disebut dengan Research Octane Number (RON). Nah, nilai oktan Pertalite adalah 90 RON, sedangkan Pertamax 92 RON.
Cara mengetahui nilai oktan BBM dilakukan dengan mesin uji oktan.
3. Tingkat polusi
Setiap jenis BBM memiliki tingkat polusi yang berbeda-beda, termasuk Pertalite dan Pertamax.
Perbedaan tingkat polusi yang dihasilkan ini dipengaruhi oleh kualitas dari BBM tersebut. Dibandingkan Pertalite, BBM Pertamax mengeluarkan jumlah polusi yang lebih sedikit.
Baca juga: Kata Media Asing soal Korupsi Minyak yang Seret 4 Petinggi Pertamina, Rugikan Negara Rp 193,7 T
4. Keiritan
Kendaraan yang diisi Pertamax akan lebih irit dibandingkan dengan kendaraan yang diisi Pertalite dalam hal konsumsi BBM.
Dosen Teknik Mesin Universotas Gadjah Mada (UGM), Jayan Sentanuhady mengatakan, alasan Pertamax lebih hemat karena nilai oktannya yang tinggi sehingga potensi terjadinya knocking relatif lebih rendah, sebagaimana dikutip dari Kompas.com (23/9/2023).
Knocking adalah istilah ketika muncul bunyi seperti ketukan pada mesin yang berasal dari ruang bakar.
5. Harga
Semakin tinggi nilai oktan, maka semakin tinggi harga jualnya. Itulah sebabnya Pertamax dipatok dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan Pertalite.
Berdasarkan data Pertamina per Februari 2025, harga BBM Pertamax mencapai RP 12.900 per liter, sedangkan Pertalite Rp 10.000 per liter.
6. Kompresi mesin
Kompresi mesin BBM adalah ukuran tekanan di dalam silinder mesin kendaraan.
Pertamax diperuntukkan untuk kendaraan yang memiliki kompresi rasio 10:1 hingga 11:1 atau kendaraan berbahan bakar bensin yang menggunakan teknologi setara Electronic Fuel Injection (EFI).
Sementara, Pertalite digunakan oleh kendaraan bermotor dengan perbandingan kompresi 9:1 sampai 10:1.
Pertamina akui ada penurunan penjualan BBM jenis pertamax
Namun, pihak Pertamina mengklaim jika penurunan penjualan itu hanya terjadi dalam satu hari.
Penurunan itu karena isu pengoplosan bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax.
Pengakuan itu disampaikan oleh PT Pertamina Patra Niaga, sebagai Subholding Commercial & Trading PT Pertamina (Persero).
Baca juga: Daftar Harga BBM di Shell, Vivo, dan BP Per Februari 2025, Beda Tipis dari Pertamax Pertamina
"Penurunan itu hanya satu hari, 25 Februari," ujar Pelaksana Tugas Harian (Pth) Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Mars Ega Legowo di Jakarta, Rabu (26/2/2025) dikutip dari Antara.
Dia mengatakan, penurunan penjualan pada BBM jenis Pertamax kurang lebih sebanyak 5 persen.
"Tapi kita melihat rata-rata hariannya masih sama," ucapnya.
Ega menegaskan, Pertamina Patra Niaga tidak pernah melakukan pengoplosan terhadap produk Pertamax.
Menurut dia, penambahan zat aditif pada BBM tidak mengubah spesifikasi yang ditetapkan oleh pemerintah dalam hal ini Lemigas, yang berada di bawah Direktorat Jenderal Migas, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Penambahan zat aditif, kata Ega, bertujuan untuk memberikan manfaat bagi pengguna, seperti mesin yang bersih, antikarat serta mesin ringan saat berkendara.
Selain itu, penambahan zat yang dilakukan di terminal utama BBM adalah proses injeksi warna (dyes) sebagai pembeda produk agar mudah dikenali masyarakat.
Terminal-terminal penyimpanan di Pertamina Patra Niga tidak memiliki fasilitas blending untuk produk gasoline.
"Tidak ada perubahan spek (spesifikasi). Jadi kami menjual atau memasarkan produk Pertamax ini sesuai spek Dirjen Migas. Walaupun penambahan aditif itu juga merupakan benefit tambahan yang kita berikan oleh masyarakat, hal ini tentunya menjadi bagian dari strategi pemasaran sebetulnya," kata Ega.
Pengguna kecewa
Pengguna Pertamax kecewa dengan pengoplosan Pertalite menjadi Pertamax dalam konstruksi kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah PT Pertamina Patra Niaga.
Rafi (25), warga asal Pancoran, Jakarta Selatan mengaku selalu membeli BBM jenis Pertamax untuk motornya.
Selain berharap mendapat bahan bakar yang kualitasnya lebih baik, Rafi langganan Pertamax karena ingin membantu pemasukan negara dengan tidak mengisi BBM bersubsidi.
"Sebenci-bencinya sama kebijakan negara, pasti di lubuk hati terdalam masih pengin support punya negeri sendiri. Tapi dengan kejadian kayak gini, sangat kecewa," kata Rafi, Rabu (26/2/2025).
Dengan adanya pengoplosan tersebut, Rafi merasa kapok dan memutuskan untuk beralih ke SPBU swasta untuk mengisi bensin.
"Bakal pindah ke SPBU swasta aja yang sudah lebih pasti dan terjamin. Bersih dan layanan mereka juga ramah serta baik," tutup dia.
Senada, Luthfa (22) juga mengaku bakal beralih ke SPBU swasta pasca-terbongkarnya pengoplosan ini. Dia takut hal serupa bakal terjadi kembali.
"Kayaknya kalau pengin nyari bensin dengan kualitas serupa Pertamax, mending sekalian ke SPBU lain deh yang udah pasti-pasti," kata dia.
Luthfa pun mengaku kecewa dengan pengoplosan tersebut.
Pasalnya, dia rela membayar lebih untuk mendapat kualitas bahan bakar lebih baik, namun yang ia dapat tak demikian.
"Kecewa banget sih, karena kan gue bayar lebih, ya gue expect kualitas yang lebih jugalah," tambah dia.
Diberitakan sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (RS) sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.
Melansir keterangan Kejagung, PT Pertamina Patra Niaga diduga membeli Pertalite untuk kemudian “diblending” atau dioplos menjadi Pertamax.
Namun, pada saat pembelian, Pertalite tersebut dibeli dengan harga Pertamax.
“Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, Tersangka RS melakukan pembelian (pembayaran) untuk Ron 92 (Pertamax), padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 (Pertalite) atau lebih rendah kemudian dilakukan blending di Storage/Depo untuk menjadi Ron 92,” demikian bunyi keterangan Kejagung, dilansir Selasa (25/2/2025).
“Dan hal tersebut tidak diperbolehkan,” imbuh keterangan itu.
Dalam perkara ini, ada enam tersangka lain yang turut ditetapkan.
Mereka adalah Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi (YF); SDS selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional; dan AP selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional. Lalu, MKAR selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa; DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim; dan GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com
Ucapan Sri Mulyani soal Guru Beban Negara Viral, Kemenkeu Sebut Hoax Hasil Deepfake |
![]() |
---|
Alasan Bripda Tri Hilang saat Akad Nikah Diungkap Keluarga Calon Istri: di Luar Nalar Kita |
![]() |
---|
Pembelaan Anggota DPR Dapat Tunjangan Rumah Rp 50 Juta Perbulan: Banyak yang Ngontrak |
![]() |
---|
Imbas Suami Bu RT Jadi Korban, Penipu Tak Berkutik saat Warga Pergoki Modus Sembako Murah |
![]() |
---|
Dedi Mulyadi Akan Sanksi Desa yang Bikin Bocah 3 Tahun Meninggal Imbas Tubuh Dipenuhi Cacing |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.