Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Hikmah Ramadan 2025

Meluruskan Orientasi Hidup di Dunia

Orientasi hidup saat di dunia tidaklah berhenti sampai pada batas kematian atau meninggal dunia, tetapi jauh ke depan yakni kehidupan akhirat.

Editor: Dwi Prastika
Istimewa
HIKMAH RAMADAN - Ketua MUI Jatim, Ainul Yaqin dalam artikel Hikmah Ramadan 2025 berjudul "Meluruskan Orientasi Hidup di Dunia" yang ditayangkan pada Kamis (13/3/2025). 

Nabi Nuh As berdoa, “Dan sekiranya Engkau tidak memberi ampun kepadaku, dan (tidak) merahmatiku, niscaya aku akan termasuk orang-orang yang merugi." (QS. Hud [11]: 47).

Demikian pula manusia selamat di akhirat dan masuk surga bukan karena amalnya, tetapi berkat rahmat Allah SWT.

Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW: “Tidak ada amalan seorangpun yang bisa memasukkannya ke dalam surga, dan menyelamatkannya dari neraka, tidak juga denganku, kecuali dengan rahmat dari Allah.” (HR. Muslim).

Oleh karenanya, ketika bulan Ramadan Allah SWT mencurahkan embusan (nafahat) rahmatNya yang banyak, maka bagi yang menyadari hal ini akan terdorong untuk berusaha meraih embusan rahmat tersebut.

Tergambarlah hal ini dari kebiasaan para shalaf al-shaleh yang seakan menjadikan segalanya untuk menfokuskan di bulan Ramadan

Seorang dari kalangan tabiin yakni al-Hasan al-Bashri menyampaikan: “Sesungguhnya Allah SWT menjadikan bulan Ramadan sebagai arena pertandingan bagi hambaNya, agar mereka saling berpacu dalam melakukan ketaatan kepadaNya untuk mendapatkan keridaanNya. Maka berpaculah sekelompok orang sehingga mereka sukses, sementara tertinggallah yang lainnya akhirnya mereka gagal. Maka amat mengherankan orang yang masih main-main, tertawa ria (dalam kelalaian) padahal di saat itu orang-orang yang berbuat baik akan mendapat kesuksesan, sebaliknya orang-orang yang berbuat kebatilan akan mendapatkan kerugian.” (Latha’if al-Ma’arif hlm 475-476).

Dalam kaitan dengan orientasi hidup, Imam al-Nawawi saat menulis Kitab Riyadhu al-Shalihin, pada mukaddimahnya menjelaskan landasan pemikiran yang melatarbelakanginya menulis kitab ini.

Ayat yang dikutip di awal mukaddimah ini adalah firman Allah SWT QS al-Dzariyah (51) ayat 56 yang artinya: “Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.”

Imam al-Nawawi kemudian menegaskan, ayat ini merupakan peringatan bagi manusia bahwa mereka diciptakan adalah untuk mengabdi atau menyembah kepada Allah SWT. 

Imam al-Nawawi melanjutkan uraiannya, bahwa dunia adalah tempat yang akan habis bukan tempat yang abadi, tempat perlintasan saja bukan persinggahan yang abadi. Dengan demikian, orang yang sadar atau terbangun dari penghuni dunia adalah orang yang beribadah. Sedangkan orang yang paling berakal menurut penjelasan Imam al-Nawawi adalah orang yang zuhud (Riyadhu al-Shalihin hlm 1). 

Maka dengan kata lain, mereka adalah orang yang orientasi hidupnya bukan dunia, tapi akhirat.

Orang yang zuhud yakni yang berusaha meninggalkan hal yang tak berguna untuk kehidupan di akhirat.

Mereka sekaligus juga orang yang wara’ yakni yang menjaga dari mengotori hidupnya dengan sesuatu yang dapat menyusahkan masa depannya di akhirat. 

Uraian Imam Nawawi ini sejalan dengan sabda Rasulullah SAW yang artinya: “Orang yang berakal (bijak) adalah orang yang bisa menahan nafsunya dan beramal untuk setelah kematian, dan orang yang lemah adalah orang yang mengikuti hawa nafsunya dan selalu berangan-angan (kosong) atas Allah.” (HR Ibn Majah).

Dalam Al Quran antara lain dijelaskan, “Kehidupan dunia tidak lain hanyalah kesenangan yang palsu” (QS al-Hadid [57]: 20).

Halaman
123
Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved