Miris, Guru Ngaji ini Rela Hidup di Gubuk Bekas Kandang Sapi dengan Istri dan Dua Anaknya

Penulis: Rahadian Bagus
Editor: Mujib Anwar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Guru ngaji Ahmad Sutomo dan keluarganya yang tinggal di gubuk bekas kandang sapi, di Ponorogo.

(Situs Calon Arang Peninggalan Kerajaan Khadiri Dirusak, Pelaku Tinggalkan Tulisan Teror)

Akhirnya ia berdisuksi dengan keluarganya dan meminta kandang sapi yang berada di belakang rumahnya untuk diperbaiki sebagai rumah. Saat itu oangtuanya sempat menawarkan, agar tinggal di dapur namun Sutomo menolaknya.

Selama setahun, Sutomo sempat hidup di kandang sapi, sembari mencari pekerjaan dan mengumpulkan uang untuk memperbaiki rumahnya.

"Nyaman nggak nyaman ya bagaimana lagi, awalnya ya tidurnya sama sapi. Kalau sapinya kencing ya krocok-krocok, sebelum dipindah di luar," katanya.

Berbekal uang Rp 200 ribu, ia memperbaiki kandang sapi milik orangtuanya. Sapi titipan yang dirawat orangtuanya dia pindahkan ke tempat yang baru.

"Bangunan masih asli, cuma saya ganti rangka atapnya karena sudah menghitam," jelasnya.

(Mesum Siang Hari di Toilet Stadion Magetan, Muda-mudi ini Jadi Artis Porno Dadakan)

Setelah kandang sapi itu diperbaiki, Sutomo mengajak istri serta dua anaknya ke rumah barunya. Meski sempit, namun ia mengaku bahagia karena bisa hidup mandiri berkumpul dengan keluarganya.

Rumahnya terdiri dari satu ruangan saja , disekat menggunakan kain yang sudah usang. Tak ada perabot atau barang elektronik mewah di dalam rumah.

Ruangan yang hanya bersekat kain itu, dipakai sebagai tempat tidur. Tampak, kasur tipis yang biasa dipakai tempat tidur istri dan dua anaknya.

"Kasur itu, kasur bekas dikasih orang. Daripada dibuang, mending saya pakai," kata anak bungsu dari tiga bersaudara ini.

Kasur itu dipakai anak dan istrinya, sementara dirinya tidur di atas papan kayi yang disusun dan diberi alas kain.

Ketika siang, rumah Sutomo tampak sangat terang, karena sinar matahari tembus melalui celah rumah. Sementara pada malam hari, .“Kalau hujan deras ya masuk ke dalam rumah, becrk semua, ” ujar Sutomo.

Sebagai buruh serabutan yang berpenghasilan Rp 55.000 per hari, Sutomo mengaku tidak memiliki pilihan lain selain tinggal di tempat itu. Penghasilannya hanya cukup untuk membeli kebutuhan hidup sehari-hari.

Dikatakan, tidak setiap hari ia mendapat pekerjaan. Sebab, biasanya ia mendapat pekerjaan ketika musim tanam ataupun masa panen.

Halaman
123

Berita Terkini