Daoed Joesoef, Mendikbud Orba Meninggal, ‘Bersihkan’ Kampus dari Politik hingga Ikut Dirikan CSIS

Penulis: Ani Susanti
Editor: Edwin Fajerial
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Daoed Joesoef

Laporan Wartawan TribunJatim.com, Ani Susanti

TRIBUNJATIM.COM - Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Daoed Joesoef meninggal dunia, Selasa (23/1/2018).

Menteri di masa pemerintahan Soeharto ini meninggal pukul 23.55 WIB di Rumah Sakit Medistra, Jakarta Selatan.

Jenazah sosok kelahiran Medan, Sumatera Utara, pada 8 Agustus 1926 itu akan dimakamkan di Pemakaman Giri Tama, Bogor, Jawa Barat, Rabu (24/1/2018) siang.

Rumah duka pun kini ramai didatangi sejumlah kerabat dan kolega.

Dari pantauan Tribunnews.com, Rabu (24/1/2018) pagi, di kediaman mantan menteri era Soeharto Jalan Bangka VII Dalam, Pela Mampang, Jakarta Selatan, sejumlah karangan bunga juga mulai berdatangan.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan di masa pemerintahan Presiden Soeharto, Daoed Joesoef, yang dikenal sebagai kolumnis di Harian Kompas, Selasa (23/1) pukul 23.55 Wib meninggal dunia di Rumah Sakit Medistra, Jakarta Selatan. ()

Diketahui dari sumber keluarga, direncanakan wakil Presiden RI Jusuf Kalla akan datang melayat ke rumah duka.

Dirangkum TribunJatim dari berbagai sumber, berikut fakta tentang sosok Daoed Joesoef :

1. Pendidikan

Daoed memperoleh gelar sarjana ekonomi dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia pada tahun 2959.

Di sana, ia juga pernah menjabat sebagai Kepala Departemen Fakultas Ekonomi.

Lalu di tahun 1967, ia meneruskan studinya ke Sorbonne, Perancis dan meraih dua gelar doktor, yakni Ilmu Keuangan Internasional dan Hubungan Internasional.

Disusul Ilmu Ekonomi pada tahun 1973.

2. "Bersihkan" kampus dari politik

Dilansir dari Wikipedia, Daoed menjabat sebagai Mendikbud pada tahun 1978 hingga 1983 dalam Kabinet Pembangunan III.

Pada masa jabatannya sebagai menteri, Daoed Joesoef terkenal karena kebijakanya memperkenalkan NKK/BKK (Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan).

Kebijakan tersebut dimaksudkan untuk membersihkan kampus dari kegiatan-kegiatan berpolitik.

Menurut Joesoef, kegiatan politik hanya boleh dilakukan di luar kampus, sementara tugas utama mahasiswa adalah belajar.

Dengan kebijakannya ini, Joesoef menghapuskan Dewan Mahasiswa di universitas-universitas di seluruh Indonesia dan praktis melumpuhkan kegiatan politik mahasiswa.

3. Saat ditawari menjadi Menteri oleh Presiden Soeharto

Tawaran menjadi menteri menghampirinya sepulangnya dari Sorbonne.

Presiden Soeharto memintanya menjadi menteri di Kabinet Pembangunan III.

Bukan di bidang ekonomi, melainkan pendidikan.

Saat bertemu Soeharto di Cendana, Daoed pun menyampaikan konsep pendidikan yang disiapkannya.

Daoed mengatakan, ia kaget karena Soeharto mengaku sudah tahu konsep itu.

"Itu sebuah misteri. Mungkin beliau tahu melalui Mohammad Hatta (mantan Wapres). Pasalnya, sebelum dipanggil Pak Harto, saya memang sempat menyampaikan konsep-konsep saya kepada Hatta. Entahlah," kata Daoed.

Daoed kemudian menyiapkan konsep pendidikan sebagai bagian dari kebudayaan, yang membangun masa depan melalui pendidikan generasi muda.

Menurut dia, generasi muda adalah investasi besar bangsa.

"Mereka harapan sekaligus manusia masa depan. Melalui pendidikan kita menyiapkan masa depan. Ada nilai investasi di sana dengan memberi generasi muda cukup ilmu," kata pembina CSIS ini.

4. Melarang libur sekolah saat bulan puasa

Joesoef juga terkenal karena mengeluarkan keputusan yang melarang liburan pada masa bulan puasa.

5. Ikut mendirikan CSIS

Daoed Joesoef adalah salah seorang tokoh yang ikut mendirikan CSIS (Centre for Strategic and International Studies).

CSIS adalah sebuah tangki pemikir yang banyak dimanfaatkan sumbangannya oleh pemerintahan Orde Baru.

6. Aktif menulis

Daoed juga merupakan seseorang yang aktif menulis.

Ia berhasil menulis beberapa judul buku diantaranya "Borobudur", "Emak", "Manusia, Masyarakat dan Alam Semesta" dan banyak lagi.

7. Menolak tawaran menjadi Gubernur BI

Dilansir dari Tribunnews, pada tahun 1953, Daoed sempat ditawari untuk menjadi Gubernur Bank Indonesia menggantikan Sjafruddon Prawiranegara.

Tawaran itu ditolaknya dengan alasan independensi.

Menurut Daoed, dalam Harian Kompas, 8 Agustus 2016, ia tak akan lagi bebas dan menulis jika menjadi Gubernur BI.

"Saya menolak karena jika saya masuk BI, saya tidak lagi bebas menulis dan berpikir. Segala tulisan harus dikonsultasikan dengan atasan," ujar Daoed saat itu.

Ia lebih memilih tetap menjadi pendidik dan melanjutkan pendidikannya di Sorbonne, Paris.

Berita Terkini