Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS), Penyakit yang Diderita Stephen Hawking hingga Meninggal Dunia

Penulis: Pipin Tri Anjani
Editor: Agustina Widyastuti
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Stephen Hawking

Laporan Wartawan TribunJatim.com, Pipin Tri Anjani

TRIBUNJATIM.COM - Sebelum meninggal dunia, Stephen Hawking menjalani kehidupannya dengan duduk di kursi roda.

Stephen Hawking mengidap gangguan saraf bernama Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS).

Sehingga, ahli teori fisika ini kehilangan hampir seluruh kendali neuromuskularnya.

Stephen Hawking didiagnosis menderita penyakit motor neuron, sklerosis lateral amyotrophic sejak tahun 1963.

Ingin Kuat Nglembur di Pabrik, Dua Buruh Ditangkap Polisi

Pada tahun 1985, ia terkena penyakit pneumonia dan harus dilakukan trakeostomi sehingga ia tidak dapat berbicara sama sekali.

Seorang ilmuwan Cambridge membuat alat yang memperbolehkan Hawking menulis apa yang ingin ia katakan pada sebuah komputer, lalu akan dilafalkan melalui sebuah voice synthesizer.

Meski mengidap penyakit saraf, Hawking tetap melanjutkan studinya di Cambridge University dan berhasil menjadi salah satu fisikawan paling berpengaruh sejak masa Albert Einstein.

Kisah hidupnya tersebut pernah diangkat menjadi sebuah film berjudul 'The Theory of Everything'.

Setelah bertahan dengan gangguan saraf yang ia derita, Stephen Hawking dilaporkan meninggal dunia.

Gemar Donor Darah Sejak 1993, Kapolrestabes Surabaya: Obsesinya Beramal dan Kesehatan

Ahli teori fisika asal Inggris ini dilaporkan meninggal dunia pada hari ini, Rabu (14/3/2018).

Lantas apa itu penyakit amyotrophic lateral sclerosis (ALS) yang diderita Stephen Hawking?

Dilansir dari berbagai sumber artikel Kompas.com, berikut beberapa ulasannya.

1. Menyerang sistem saraf

ALS yang dikenal juga dengan penyakit Lou Gehrig merupakan penyakit neurodegeneratif progresif yang menyerang sel saraf di otak dan sumsum tulang belakang, khususnya saraf motorik.

Penderita penyakit akan akan mengalami penurunan saraf pada otot motorik atau pergerakan.

Nonton Bioskop, Leony Mantan Trio Kwek-kwek Alami Hal Tak Menyenangkan Akibat Ulah Bapak-bapak

Beberapa orang yang menderita ALS juga akan mengalami depresi atau penurunan kemampuan kognitif, seperti mengambil keputusan dan mengingat.

2. Lebih umum terjadi pada laki-laki dan Kaukasia

ALS lebih sering menyerang laki-laki dibanding perempuan.

Orang Kaukasia juga cenderung rentan mengidap penyakit ini.

Lebih dari 20 persen penyakit ALS mungkin terjadi pada laki-laki dan 93 persen orang yang tercatat menderita ALS adalah orang Kaukasia.

ALS paling banyak terjadi pada orang berusia antara 60-69 tahun.

Temukan Ponsel yang Hilang, Polisi Cantik Malaysia Ini Dituduh Pencuri, Ini Caranya Beri Pelajaran

3. Gejala

Seseorang yang menderita ALS tidak merasakan gejala yang tiba-tiba dan secara perlahan.

Gejala awal ALS termasuk penurunan kekuatan saraf, khususnya yang melibatkan lengan dan tungkai, sehingga kita menjadi lemah berjalan atau tidak kuat memegang gelas atau pensil.

Ingin Kuat Nglembur di Pabrik, Dua Buruh Ditangkap Polisi

Penderita akan kesulitan menelan jika bagian saraf sudah terkena.

Saat otot tidak lagi menerima pesan dari saraf motorik untuk menjalankan fungsinya, otot pun mulai mengalami atropi atau penyusutan.

4. Penyebab masih belum diketahui

Hingga saat ini, 90 penyebab ALS masih belum diketahui.

Namun, ada yang menyebutkan jika penyakit ini karena keturunan.

Hanya 5-10 persen dari seluruh kasus yang ada hubungannya dengan faktor keturunan.

Bandara Juanda Tak Aktif Selama 1 Jam Kamis (15/3/2018) Malam, Penerbangan Siap-siap Terganggu

Mayoritas 90 persen pasien dengan ALS tidak memiliki riwayat keluarga yang memiliki penyakit ini.

5. Obat belum ditemukan

Penyakit ALS ini masih belum ditemukan obat untuk untuk penyembuhannya.

Hingga kini, 90 persen penyebab penyakit ini belum diketahui.

Sering Posting Para Wanita, Akhirnya Hotman Paris Pamer Foto Istri, Anak-anaknya Diributkan Netizen

Ada satu obat yang dapat digunakan yakni riluzole hanya berfungsi untuk memperlambat parahnya penyakit ini.

Studi klinis menunjukkan bahwa ada obat yang disebut Riluzole yang dapat membantu meringankan gejala dan memperlambat pengembangan penyakit.

Yuk subscribe Channel TribunJatim.com lainnya:

YouTube:

Instagram:

Berita Terkini