TRIBUNJATIM.COM, JAKARTA - Bagi anda yang melintasi kawasan Tangerang, tentunya akan menyaksikan sebuah pemandangan yang berbeda.
Terdapat perkebunan kapas dan tanaman padi di pinggir Jalan Gempol Raya, Kunciran, Pinang, Tangerang.
Lahan tersebut ditinggali keluarga Muhammad Aras Arifin, bersama seorang istri dan keenam anaknya yang mendiami sebuah gubuk sederhana di tengahnya.
Pak Aras, sapaan akrab pria 45 tahun itu, menanam dan merawat tanaman kapas dan padi tersebut.
Baca: Lama Tak Muncul dan Jadi Fenomenal, Penampilan Slamet dan Rohaya Kini Bikin Netizen Melongo
Kepala keluarga yang hidup sangat sederhana itu bukan tanpa alasan menanami lahan pelataran gubuknya dengan kedua tanaman simbol keadilan di lambang pancasila.
Ia ingin menunjukan keadilan yang ia tidak dapatkan seperti pada simbol keadilan pada Pancasila.
"Tahu kan ya, padi kapas itu apa, untuk memberikan contoh," ujarnya kepada TribunJakarta.com, pada Kamis (3/5/2018).
Ingin menyuarakan pendapatnya lebih keras, ia juga berrencana akan membuat spanduk depan jalan Gempol Raya bertuliskan tentang merawat alam.
"Rawatlah bumimu dengan ikhlas, sebelum kamu terrawat di dalamnya. Pasal Undang-Undang Alam. Nanti kita mau buat lagi di bawahnya, 'Rakyat Berkuasa, Negara Berdaulat, Keadilan Akan Terjawab'," ujarnya.
"Soalnya yang berkuasa itu rakyat, bukan pemerintah, rakyat yang berkuasa. Ujung tombaknya pemerintah itu rakyat," imbuhnya.
Dilansir dari TribunJakarta, Aras juga mengomentari pemerintah yang menurutnya salah dalam menata negara, termasuk dalam pengelolaan bumi.
"Sekarang ini penataan-penataan salah semua. Apa yang ditata sama negara? Enggak ada. Emang negarea isinya siapa? Bumi sama Manusia. Yang ditata apa yang harus diutamain? Buminya digali. Nah manusianya? Apa kelemahan dari manusia? Ekonomi. Tata ekonomi di antara bumi yang kita gali, Baru pembangunan," ujarnya dengan nada tinggi.
Minum comberan
Muhammad Aras Arifin (45) sudah merasakan pahit getirnya kehidupannya. Selama puluhan tahun, dia menghabiskan hidupnya tinggal di gubuk.